Nana membuka pintu gerbang dan menutupnya kembali. Dengan langkah pelan ditelusurinya jalan setapak berlapis step-stone menuju kamarnya.Masih gelap karena subuh baru saja menyapa. Nana mengambil smartphone-nya dari saku gaunnya, mengecek jam. Ternyata baru jam empat pagi lewat sedikit. Pantas saja suasana di kompleks masih sepi.Nana membuka pintu geser kamarnya dengan hati-hati. Setelah menutup dan mengunci pintu kaca geser kamarnya, dia menurunkan gorden dan menutup rapat-rapat dengan gorden berbahan tebal.Bergegas Nana melepaskan pakaiannya dan melemparkannya ke dalam keranjang pakaian kotor di sudut kamar. Menuju ke kamar mandi dan menyegarkan tubuh mungilnya dengan siraman air hangat dan memanjakannya dengan aroma wangi favoritnya.Meski udara masih dingin, namun dia tidak akan bisa terlelap tanpa mengganti pakaian dan membersihkan badannya. Itu sudah menjadi kebiasaannya.Bunyi dering smartphone-nya membuat Nana tidak bisa berlama-lama di kamar mandi. Dia bergegas mengeringkan
"Ibu, nanti sore arisan lho di rumah Ibu Mery." Mbak Siti mengingatkan Nana saat dia tengah menikmati kopinya."Oh ya? Nggak tahu mbak, saya bisa datang apa nggak. Rencananya hari ini saya mau ke Canggu." Nana menyesap kopinya sementara matanya tak lepas dari laptopnya.Seperti biasanya, setiap pagi dia akan memeriksa laporan harian penjualan dari semua toko-toko kuenya."Iya nggak apa-apa Bu. Nanti dititipkan saja pada Ibu Ruli." Mbak Siti mengusulkan.Wanita asal Banyuwangi itu masih disibukkan dengan beberapa rutinitasnya setiap pagi. Meski villa ini hanya dihuni Nana seorang diri, namun tetap saja seperti merawat sebuah rumah pada umumnya."Meow!Meow!" Seekor kucing berbulu putih tebal dengan warna mata yang unik, tiba-tiba melompat ke pangkuan Nana."Iya Cleo. Kenapa?" Nana mengelus-elus punggung si kucing dengan lembut."Meow!" Cleo, kucing putih itu mengeong lagi seakan menyahuti ucapan Nana."Lapar? Atau mau main sama mama?" Nana mengangkat kucing gendut itu dan menggendongnya
Alvin kembali duduk di kursinya setelah selesai mencuci tangannya. Perlahan bocah itu melirik Nana yang kembali sibuk dengan laptopnya."Kuenya dimakan Vin." Nana tersenyum dan membelai kepala bocah itu dengan lembut."Alvin kelas berapa?" Nana mengajak bocah itu untuk mengobrol agar tidak merasa canggung ataupun kikuk."Kelas empat Tante." Alvin menjawab singkat sementara tangannya menyuapkan kue coklat itu dengan hati-hati.Nana tertegun menatapnya. Alvin sangat berhati-hati saat mencuil kue dan juga menyuapkannya ke dalam mulutnya. Sepertinya bocah itu khawatir remah-remah kue akan mengotori jari atau mungkin juga bajunya."Owh, sekolah di mana?" Kembali Nana bertanya dengan santa, sambil lalu saja."Di Doremi Excellent Tante." Alvin menatap Nana tanpa berkedip."Owh yang di Tukad Badung itu ya. Dekat dong dari sini." Nana tersenyum manis."Iya, dekat sama kantor papi. Eh nggak tahu deh, dekat apa nggak. Soalnya papi yang antar setiap hari." Alvin berceloteh cukup panjang."Sekaran
Nana memarkirkan mobilnya di pelataran pertokoan. Toko kuenya berada di salah satu pertokoan di kawasan Echo Beach di Jalan Pantai Batu Mejan, Canggu.Pantai Batu Mejan atau oleh kalangan ekspatriat lebih dikenal dengan nama Echo Beach memiliki gelombang ombak sangat kuat dan lumayan tinggi.Surfing menjadi aktivitas favorit para wisatawan selain duduk santai di tepi pantai sambil melihat pemandangan sunset dan kuliner hidangan seafood bakar tepi pantai.Toko di Canggu adalah tokonya yang terbaru. Sebelumnya Nana telah membuka toko kue dan kedai kopi di Denpasar, Jimbaran dan Seminyak. Toko yang dirintisnya dari sebuah kedai kopi lesehan di kawasan Denpasar hampir sepuluh tahun lalu.Nana menggandeng Alvin dan membawanya masuk ke dalam toko. Beberapa pelayan menyambutnya dengan senyum ramah, namun tidak segera mendekatinya. Hanya seorang gadi yang berjaga di kasir segera menghampirinya."Ibu, ada tamu yang menunggu." Gadis itu memberitahunya dengan suara lirih."Siapa?" Nana memindai
Nana merapikan meja, terutama daftar menu dan kartu nama serta lembaran kertas yang berisi nama dan alamat Cecilia, tamunya tadi."Erick Voerman." Nana menatap kartu nama itu tidak berkedip."Erick? Ini si kucing garong bukan sih? Hadew kenapa dimana-mana ada dia sih?" Nana berkeluh kesah dalam hati.Akhir-akhir ini dia merasakan kehadiran Erick di manapun dia berada. Ini membuatnya pening sekaligus bingung, namun ada secercah bahagia di sudut hatinya yang terdalam."Ibu, makanannya sudah datang. Saya taruh di ruangan ibu." Enik menegurnya pelan, membuyarkan lamunan Nana."Ah iya. Gek, tolong rapikan mejanya ya. Saya mau makan dulu. Kalian gantian ya makannya." Nana mengambil tumpukan menu yang tadi dirapikannya.Enik mengangguk dan dengan cekatan melaksanakan perintah Nana. Sedangkan Nana melenggang menuju ruangannya."Alvin." Nana membuka pintu dengan hati-hati.Perlahan didekatinya bocah yang masih tiduran di atas sofa dengan sebuah buku menutupi wajahnya. Smartphone-nya tergeletak
Nana menepikan mobilnya, dan membuka kaca jendela mobilnya. Dengan hati-hati, dia menyapa ibu-ibu komplek yang kebanyakan kaum ekspatriat atau penduduk lokal yang mengelola villa."Mbok Ruli, ada apa ini? Tumben kumpul-kumpul." Nana tersenyum ramah pada mereka."Eh Mbok Nana! Kapan pulang? Ini lho ada Bli Kadek." Mbok Ruli, wanita asli Bali itu membalas sapaan Nana dengan tak kalah ramah."Bawa bunga dia?" Nana kembali bertanya."Iya Mbok Gek. Borong sini, ada anggrek dan anthurium ini." Mbok Ruli menunjukkan satu pot bunga berisi bunga anngrek yang belum mekar."Sebentar saya parkir mobil dulu." Nana menutup kaca jendela mobilnya dan perlahan-lahan memundurkan mobil mengambil posisi yang tepat untuk memarkirkan mobilnya di pelataran terbuka di depan villanya.Dengan hati-hati dia turun dari mobilnya dan kemudian berbaur dengan ibu-ibu komplek."Hello Mrs. Nana, how are you?" Mery, wanita asal Perancis itu menyapanya dengan ramah."Hello Mrs. Mery, im'fine. Arisan nanti ditempat anda
Nana berjalan pelan meninggalkan villa Mrs. Mery. Erick mengikutinya dari belakang. Beberapa tamu yang lainpun satu persatu meninggalkan villa.Nana sengaja menjauhi Erick karena suasana di jalan komplek villa mereka cukup ramai. Rata-rata penghuninya saling mengenal meski jarang berjumpa dalam kesehariannya.Nana bergegas membuka pintu gerbang barat dan menguncinya kembali. Kepulangannya disambut kucing-kucingnya dengan senang."Meow! Meow!" Kucing-kucing itu mengeong seakan-akan turut senang karena dia telah pulang.Nana tertawa dan menggendong Yuki, kucing yang paling terkecil. Meski begitu dia cukup gendut, seperti bulatan bola yang berbulu."Kalian lapar ya? Sebentar ya, mana ambilkan makanan." Nana menuju ke dapur diikuti kucing-kucingnya yang mengeong-ngeong dengan riang.Nana mengambil makanan untuk kucing-kucingnya dan menuangkannya ke dalam wadah khusus. Meletakkannya di tempat biasa mereka makan dan bermain. Nana duduk di teras menyaksikan kucing-kucing itu menyantap makana
Nana termenung memandangi ombak yang bergulung dan memecah pantai. Sore di Muaya Beach Jimbaran, seperti biasanya diramaikan para wisatawan yang bersiap untuk menikmati makan malam di tepi pantai.Nana sengaja datang ke pantai ini karena merindukan suasana pantainya dan juga sajian seafood-nya yang khas. Sekalian dia menjajaki kemungkinan membuka toko kuenya di daerah sekitaran Jimbaran."Gek Nana! Apak kabar?" Seorang wanita setengah baya dengan pakaian adat Bali mendatanginya dan menyapanya dengan ramah."Meme' apa kabar?" Nana spontan berdiri dan mengulurkan tangannya.Wanita itu menyambut uluran tangannya dan Nana mencium tangan wanita itu dengan khidmat. Wanita itu kemudian duduk di kursi di sebelah tempatnya tadi duduk. Nana pun kembali duduk di kursinya tadi."Saya baik Me'. Meme' apa kabarnya?" Nana menatap wanita Bali itu dengan sumringah.Meme' adalah salah satu pemilik cafe seafood yang berjajar rapi di tepi pantai Muaya Jimbaran. Dahulu Nana sempat bekerja di cafe miliknya