Nana termenung memandangi ombak yang bergulung dan memecah pantai. Sore di Muaya Beach Jimbaran, seperti biasanya diramaikan para wisatawan yang bersiap untuk menikmati makan malam di tepi pantai.Nana sengaja datang ke pantai ini karena merindukan suasana pantainya dan juga sajian seafood-nya yang khas. Sekalian dia menjajaki kemungkinan membuka toko kuenya di daerah sekitaran Jimbaran."Gek Nana! Apak kabar?" Seorang wanita setengah baya dengan pakaian adat Bali mendatanginya dan menyapanya dengan ramah."Meme' apa kabar?" Nana spontan berdiri dan mengulurkan tangannya.Wanita itu menyambut uluran tangannya dan Nana mencium tangan wanita itu dengan khidmat. Wanita itu kemudian duduk di kursi di sebelah tempatnya tadi duduk. Nana pun kembali duduk di kursinya tadi."Saya baik Me'. Meme' apa kabarnya?" Nana menatap wanita Bali itu dengan sumringah.Meme' adalah salah satu pemilik cafe seafood yang berjajar rapi di tepi pantai Muaya Jimbaran. Dahulu Nana sempat bekerja di cafe miliknya
Setelah menghabiskan seafood dan es kelapa mudanya, Nana memutuskan untuk berjalan-jalan di tepi pantai. Matahari belum sepenuhnya tenggelam di ufuk barat. Masih tersisa semburat jingga menghiasi langit Jimbaran sore itu.Nana yang mengenakan topi lebar putih, dengan menenteng sandalnya, menyusuri pantai dari Hotel Intercontinental dan berencana berjalan-jalan hingga sampai ke Hotel Ayana.Cukup jauh, namun pemandangan di sepanjang pantai membuat jarak yang ditempuh seakan sekejap saja. Apalagi cukup banyak wisatawan berlalu lalang juga seperti dirinya, bermain di pantai.Sesekali Nana melompat kecil atau berhenti untuk memungut kerang-kerang yang lucu dan unik cangkangnya. Terkadang dibiarkannya kakinya terendam dalam pasir putih dan tersiram ombak."Jagung bakar! Jagung rebus!" Penjual jagung yang baru saja memarkir gerobak dorongnya berteriak cukup keras, menarik perhatian Nana.Nana segera berlari mendekati gerobak dorong yang penuh terisi dengan jagung-jagung rebus yang masih men
Masih belum larut malam saat Erick tiba di villa. Mobilnya berhenti di ujung jalan karena Nana yang lebih dahulu tiba tengah memutar memarkir mobilnya di garasi villa yang tepat berbatasan dengan villanya.Erick membunyikan klakson saat mobilnya melewati garasi tetangganya yang imut dan manis, Nana si ikan yang kerap membuatnya terpesona. Nana hanya melambaikan tangannya sembari menutup pintu garasinya.Erick kembali membunyikan klakson mobilnya saat tiba di depan pintu gerbang villa dan menunggu seseorang membukakan pintu gerbang untuknya. Selain Mbak Hani yang datang setiap hari untuk membantu Tania menangani urusan rumah tangga, ada Jeje, gadis remaja yang baru lulus SMA yang bekerja di villanya dan menginap untuk menemani Tania dan Alvin.Erick turun dari mobil dan menutup pintu Dengan suara lumayan keras."Terimakasih Je. Tolong ambil dan bawakan barang-barang di bagasi ya. Bawa ke kamar bermain Alvin." Perintahnya pada gadis remaja yang baru beberapa hari ini dipekerjakan Tania,
Erick hendak mengetuk pintu gerbang kayu yang tertutup, namun pintu itu tiba-tiba terbuka. Nana hampir berteriak kaget saat melihat Erick di depan pintu gerbang.Nana tertawa geli melihat Erick menggendong Glacie sedangkan Omil bergelayut manja di bahunya. Kedua kucing itu sepertinya merasa nyaman dalam gendongan si kucing garong."Lah malah diketawain." Keluh Erick melihat Nana cekikikan."Glacie sini." Nana mengulurkan tangannya dan Glacie kucing campuran Himalaya dan Persia itu langsung melompat ke pelukannya."Omil, sini sayang." Nana membujuk Omil untuk berpindah ke gendongannya."Meow! Meow!" Kucing itu menolak dan semakin erat mencengkeram bahu Erick."Nggak mau dia bang." Nana tersenyum kecut sekaligus ingin tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi pias si kucing garong."Ah kau, sama saja mamamu kalau sudah nempel Abang nggak mau lepas lagi." Erick tertawa dan membelai kucing berbulu putih bersih itu.Nana mencebikkan bibir dan mencubit lengan pria itu. Kesal sekaligus berbung
@Kanjeng Mami[Nana]Pesan dari sang ibunda membangunkan Nana di pagi buta. Dengan mata masih setengah terpejam diraihnya smartphone-nya yang tertindih bantal.@Nana[Iya Mami][Nana baru bangun ini]@Kanjeng Mami[Astaga][Sudah siang ini lho]@Nana[Semalam Nana periksa laporan akhir bulan mi][Sampai malam]@Kanjeng Mami[Lembur apa ngegame][Terus ini nggak ke toko?]Nana menggaruk-garuk lehernya yang sama sekali tidak gatal. Dia merasakan firasat buruk saat sang ibunda mengirimkan pesan panjang seperti ini.@Nana[Lembur Mami][Nanti agak siangan ke tokonya][Mami tumben pagi-pagi chat Nana]@Kanjeng Mami[Inilah lho Pakdhe-mu][Dia mau ngenalin kamu sama anak temannya]Nana mendesah membaca pesan sang ibunda. Dia sangat menghindari percakapan mengenai hal seperti ini. Keluarganya tidak henti mencarikan pasangan untuknya.@Nana[Maleslah Mi]@Kanjeng Mami[Hus nggak boleh gitu][Coba dulu kenalan][Ketemu sebentar][Biar Pakdhe-mu nggak kecewa]@Nana[Nggak gitu Mi][Nana masih i
"Mbak Siti, selama saya pulang tolong rawat kucing-kucing saya. Jangan lupa dikasih makan." Nana berpesan pada asisten rumahtangganya.Sementara dia kembali mematut diri di depan cermin. Mbak Siti yang tengah merapikan tempat tidurnya hanya menganggukkan kepalanya."Saya nggak lama kok mbak. Nanti kalau Diva mau, boleh kok menginap di sini sekalian praktek masak dan bikin kue." Nana mengancingkan resleting travel bagnya dengan hati-hati."Iya Bu. Ada lagi yang mau dibawa nggak Bu?" Mbak Siti bergegas membantu Nana menyeret travel bagnya keluar dari kamar."Nggak ada lagi Mbak. Saya nggak bawa banyak barang kok." Nana tersenyum dan sekali lagi memastikan tidak ada yang tertinggal.Dia memutuskan untuk pulang ke kota asalnya dengan menumpang pesawat terbang jurusan Jakarta. Itu satu-satunya kota yang lebih dekat dibandingkan Surabaya atau Yogyakarta. Sedangkan penerbangan ke Solo dan Semarang saat ini sudah full booking.Biasanya dia selalu mengendarai kendaraan pribadi untuk pulang ke
Erick menatap wanita cantik berpostur tinggi semampai di hadapannya. Cecilia, adik iparnya berdiri sambil bersedekap tangan."Itu tadi siapa?" Cecilia bertanya sedikit meninggikan nada suaranya."Temen." Sahut Erick kalem."Kamu sendiri ngapain di sini?" Erick berbalik bertanya pada sang adik ipar yang masih menatapnya dengan seksama.Erick merasa jengah dengan tatapan Cecilia. Meskipun hubungan mereka sebatas ipar, tapi kekerabatan mereka cukup dekat dan telah saling mengenal sejak kecil."Jawab dulu pertanyaanku? Apa hubungan Abang dengan pemilik Nana's Bakery&Cake? Abang selingkuh sama dia karena sering pesan bekal untuk Alvin di tokonya? Astaga!" Cecilia berbicara tanpa jeda.Erick tidak membalas ucapan adik iparnya itu, justru menarik lengannya dan membawanya menjauh."Abang!" Cecilia setengah berteriak berusaha memberontak."Bawel ah!" Erick tiba-tiba memencet hidung mancung Cecilia."Kalian sedang apa?" Tiba-tiba seseorang menegur mereka berdua."Yang, Abang nih!" Cecilia melep
Nana masih enggan untuk bangun dari rebahan di atas kasur empuk di kamar semasa gadisnya. Bukan hanya karena masih lelah setelah perjalanan cukup panjang. Namun dia tidak ingin segera bertemu dengan keluarganya yang lain selain Mami dan Budhenya."Na! Nana Nini Ninu!" Ketukan di pintu kamarnya dan suara khas kakak sepupunya yang sering memanggilnya dengan seenak hatinya membangunkannya."Apaan sih?" Gerutunya sambil melemparkan bantalnya ke lantai."Nana! Bangun dong. Ada tamu nih." Suara kakak sepupunya kembali terdengar.Nana memilih untuk segera bangun daripada tidur tapi tidak bisa nyenyak. Mereka akan terus mengganggunya hingga dia keluar dari kamar.Masih setengah mengantuk dibukanya pintu kaca geser kamarnya. Tampak, Kania, sepupunya yang baru saja melahirkan anak ketiganya di depan pintu sembari mengendong bayi mungilnya."Ada apa Mbak? Eh, cantik banget ponakan Tante?" Nana menjawil pipi gembul bayi yang belum genap enam bulan itu"Itu lho ada Phakde? Cepet temuin, nanti mara