"Tapi sekarang jangan takut lagi. Mungkin sudah saatnya kita membuang jauh-jauh rasa takut itu dan menggantinya dengan perjuangan." Erick melanjutkan ucapannya."Berjuang?" Nana bertanya lirih dan menatapnya dengan bingung."Untuk apa bang? Cinta?" Nana kembali bertanya dan kini Erick dapat melihat mata beningnya berkaca-kaca."Apa kamu tidak ingin hidup sewajarnya bersama abang? Apa kamu tidak ingin memiliki Abang seutuhnya?" Erick bertanya dan menatapnya dengan sungguh-sungguh."Aku mau, tapi itu tidak mungkin bang. Abang punya istri dan ada Alvin. Aku tidak mau menghancurkan rumah tangga Abang. Segila apapun cintaku untuk Abang aku tidak bisa bertindak gila seperti itu bang." Nana mulai terisak.Sakit, sedih, kecewa dan mungkin putus asa membuat Nana tidak yakin dengan cintanya yang dia tahu itu sebuah kesalahan."Abang tahu, tapi apakah akan selamanya kita begini saja ikan?" Erick menggenggam tangannya dengan lembut."Rumah tangga Abang sudah lama tidak sehat. Jika suatu saat nant
Perbincangan panjang mereka malam itu sangat mempengaruhi suasana hati Erick dan Nana. Keduanya bak mendapatkan semangat baru. Meski harus kembali berpisah untuk sementara waktu.Nana masih harus tinggal di Singapura untuk memantau perkembangan tokonya. Sementara Erick kembali ke Bali bersama sang istri, Tania.Selintas semuanya baik-baik saja, seakan tidak ada masalah. Meski sikap Erick masih seacuh biasanya, namun Tania cukup banyak mengalami perubahan sikap.Seperti pagi ini dia telah sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk Alvin dan Erick. Jeje dan Mbak Hani saling berpandangan, cukup bingung dengan antusias sang nyonya yang tidak seperti biasanya."Ibu biar saya saja yang bikin kopi untuk bapak." Jeje menawarkan diri saat melihat Tania membubuhkan gula ke dalam kopi untuk Erick."Eh nggak apa-apa, saya bisa kok. Kamu bawa saja ya nasi goreng dan susu untuk Alvin ke meja makan." Tania mengibaskan tangannya meminta gadis itu untuk menjauh.Jeje menatap Mbak Hani, wanita itu mengang
Tania melajukan mobilnya pelan saat melintasi villa yang dihuni Nana. Perlahan Diliriknya bangunan yang tampak sepi. Sudah cukup lama dia tidak melihat wanita yang pernah dipergokinya bermesraan dengan suaminya di pesta sahabat karib Erick beberapa waktu lalu.Pintu gerbang kayu yang biasanya setengah terbuka kini tertutup rapat. Bahkan kucing-kucingnya tidak berkeliaran hingga ke villanya.Tania mendesah pelan dan kembali mempercepat laju kendaraannya. Mungkin dia hanya berburuk sangka saja karena selain insiden beberapa waktu lalu yang berakhir dengan terlukanya kucing milik wanita itu, dia tidak pernah lagi menemukan kejanggalan di antaranya dengan Erick."Tania, wajar saja jika Erick bersikap ramah padanya. Kalian penghuni baru, bersikap baik dan ramah pada tetangga sekitar adalah hal yang biasa. Bukankah di manapun juga, Erick selalu seperti itu?" Begitu Mami Sandra, mertuanya, memberinya nasehat saat dia mengeluhkan sikap Erick.Tania tidak lagi mengeluh dan mencoba untuk tidak
"Papi hati-hati ya." Alvin memeluknya erat-erat.Bocah itu selalu merasa khawatir setiap Erick hendak bepergian jauh tanpa mengajaknya. Meski jarang mengungkapkan perasaannya, Alvin seperti kehilangan semangatnya setiap papinya tidak berada di sekitarnya."Iya, Alvin juga nggak boleh nakal. Nurut sama Aunti Ceci ya." Erick berjongkok di dekatnya.Alvin menganggukkan kepalanya. Dia kembali memeluk Erick erat-erat. Sepertinya dia enggan untuk berpisah dengan sang ayah."Papi, nanti Omil bagaimana? Tante Nana kan belum pulang. Kasihan Omil, Cleo dan Yuki nggak ada yang nengok." Alvin masih erat memeluk Erick."Nanti Alvin ajak Tante Ceci nengok Omil ya." Erick tersenyum dan mengacak-acak rambut putranya itu."Ceci, nanti tengokin kucing-kucingnya Nana ya. Nanti Abang chat alamat veterinariannya." Erick berpesan pada adik iparnya itu."Oke bang. Nana yang punya bakery itu kan?" Cecilia bertanya dan menatap Abang iparnya dengan tatapan menyelidik."Iya, kucing-kucingnya sering main sama Al
Nana menatap tokonya dari kejauhan. Toko ini merupakan salah satu yang dimilikinya bersama dengan sahabat karibnya.Mommy Mira, salah satu teman bermain game onlinenya yang kemudian juga menjadi teman di kehidupan nyata. Wanita yang lebih tua darinya beberapa tahun itu menjadi salah satu teman yang awet menjalin persahabatan dengannya hingga kini.Toko kue ini menjadi salah satu saksi bisu persahabatan mereka. Di Goerge Town ibukota negara Penang, Malaysia inilah pertama kali mereka bertemu. Dari pertemuan pertama ini yang berlanjut ke pertemuan-pertemuan berikutnya dan menjadi awal kerjasama mereka.Nana masih duduk sembari menikmati teh tariknya. Sementara Mommy Mira menatapnya lekat-lekat."Non,masih jalan sama Erick?" Wanita berkacamata itu bertanya dengan hati-hati."Masih mom. Kenapa?" Nana tersenyum dan meletakkan gelas tehnya di atas tatakan."Anteng juga si kucing garong sejak sama kamu." Mommy Mira mengerlingkan mata menggodanya.Nana tertawa. Mommy Mira salah satu teman dek
Alvin turun dari mobil dan bergegas berlari memasuki tempat praktek veterinarian di mana Omil pernah dirawat."Vin, jangan lari, nanti jatuh!" Cecilia berteriak dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah keponakannya itu.Sedangkan Hans, sang suami hanya tersenyum. Jejepun turut bergegas turun dan mengikuti Alvin. Disusul Cecilia dan Hans setelah mobil terparkir dengan rapi dan aman."Kucing siapa memangnya Yang?" Hans merangkul sang istri."Nana, tetangga sebelah Bang Erick. Dia yang punya toko Nana Bakery & Cake langganan kita lho Yang." Cecilia menjelaskan.Hans hanya mengangguk karena seorang karyawan veterinarian menyambut mereka dengan ramah dan mengantarkan mereka ke ruangan penitipan hewan di mana kucing-kucing milik Nana dirawat untuk sementara waktu."Omil!" Alvin berteriak girang memeluk kucing berbulu putih itu.Kucing lucu itu sepertinya juga merindukan Alvin. Dia menjulurkan lidah dan menjilati lengan Alvin. Kemudia meringkuk dengan nyaman dalam gendongannya."Aih lucun
"Ikan buruan nyusul." Erick bergumam tidak jelas.Cecilia memang mematikan sambungan panggilnya videonya dengan Erick dan Nana, tetapi mereka berdua masih tersambung dan melanjutkan percakapan mereka."Ish, sabarlah bang. Masih belum beres kerjaanku." Nana tertawa pelan melihat ekspresi si kucing garong yang masih setengah terpejam."Abang bobok gih." Sarannya pada pria yang masih menelungkup di bantal sembari setengah terpejam tetapi mendengarkan setiap ucapannya."Temanilah Abang bobok." Pintanya pada Nana dengan gaya manja sekaligus memelas."Aku masih di toko Bang, mana bisa temenin bobok. Nanti ya kalau sudah tutup toko." Nana membujuknya dengan senyum semanis mungkin."Oke, Abang bobok dulu ya. Sudah nggak kuat mata Abang melek." Erick menguap pelan."Oke, good night mpuss." Nana tersenyum dan melambaikan tangan.Erick tidak membalasnya lagi dan kembali tertidur. Selisih waktu di Eropa dan Asia memang lebih lambat sekitar lima atau enam jam di saat musim gugur. Di Singapura dan
Erick perlahan bangun dari tempat tidurnya. Memutar pinggang dan lengannya yang terasa pegal-pegal.Ditatapnya pemandangan di luar jendela kamarnya, di bawah sana. Perkebunan anggur yang cukup luas yang daun-daunnya mulai memerah. Spanyol telah memasuki musim gugur awal bulan lalu.Angin dingin mulai bertiup tapi masih terasa sejuk bukan dingin yang menusuk tulang. Erick meraih rokok dan Zipponya, menyalakan sebatang dan duduk di depan jendela."Erick!" Suara Nino, sepupunya terdengar dari balik pintu kamarnya yang tertutup."Masuklah!" Erick berteriak memintanya untuk masuk karena pintu kamarnya tidak terkunci."Astaga, aku kira kau masih tidur bang. Rupanya sedang menikmati rokok." Nino tertawa dan duduk di kursi tidak jauh dari tempat tidur di mana Erick tengah duduk sambil merokok.Erick hanya tersenyum menatap sepupunya itu. Selintas mereka hampir mirip. Nino lebih mirip dirinya bahkan dibandingkan dua adiknya, Hans dan Brian. Keduanya masih memiliki ciri khas pria dari suku-suk