Share

Bab 2

Jam masih menunjukkan pukul 5.30 pagi dan suara mobil box yang cukup bising membuat Ezra terbangun.

"Ah.. sial berisik sekali," keluh Ezra sambil menutupi satu telinganya dengan bantal lain.

Karena selalu tinggal di rumah yang terpencil selama bertahun-tahun, Ezra tidak terbiasa dengan suara bising di pagi hari dan memiliki tetangga.

Ia sengaja memilih rumah yang ia tinggali saat ini karena lokasinya yang berjauhan dari rumah-rumah lain. Rumah yang paling dekat adalah rumah sebelahnya yang sudah lama kosong dan kini akan ditinggali. Sejak beberapa minggu yang lalu, rumah sebelahnya yang sudah lama kosong tiba-tiba direnovasi dan dibersihkan. Salah satu petugas yang memperbaiki rumah bercerita kalau cucu dari pemilik rumah akan tinggal mulai bulan ini.

Dengan mata yang masih terkantuk-kantuk, Ezra bangkit dari kasur dan berjalan ke arah jendela untuk mengintip kondisi di luar. Beberapa pria bertubuh besar tampak sedang mengangkat sofa dan meja ke dalam rumah. Tak berselang lama, muncul seorang gadis berambut pirang yang berjalan keluar dari dalam rumah dan menghampiri seorang pria yang sedang membawa sebuah box besar.

Mata Ezra cukup terpukau dengan paras gadis itu yang sangat manis, bahkan dari kejauhan sekalipun. Rambutnya berkilau bagai emas saat terkena pantulan sinar matahari.

Saat sedang asyik mengamati, tiba-tiba gadis itu menoleh ke atas memandang ke arah jendela rumah Ezra yang ada di tingkat dua – seakan baru saja memergoki Ezra yang sedang memata-matainya.

Ezra memandangnya dingin yang disambut senyuman oleh gadis itu.

Drrt..

Ponsel Ezra berdering. Ia pun menutup kembali tirai jendela dan mengangkat panggilan telepon.

“Ya?” ucap Ezra.

“Kau jadi datang kan ke bar malam ini? Ini pesta untuk merayakan keberhasilanmu loh! Ingat harus pakai kostum onesie ya!” ujar Nigel dari sambungan telepon.

Ezra mendesah kasar. Ia sebenarnya malas mengikuti acara-acara pesta seperti itu. Apalagi harus berpakaian konyol. Tapi, karena Nigel dan yang lain terus memaksa, Ezra pun menyerah dan ikut dengan kemauan mereka. Untuk merayakan keberhasilan Ezra yang tinggal menjemput 10 arwah lagi, semua rekan terdekatnya memutuskan untuk mengadakan pesta di sebuah bar kecil yang sering mereka kunjungi.

“Iya,” jawab Ezra seadanya.

“Okay, see you bud!” Nigel menutup telepon dengan nada girang.

Ezra meletakkan teleponnya kembali ke meja nakas. Ia perlahan kembali mengintip dari jendela untuk melihat ke arah rumah sebelahnya dan gadis itu sudah tidak ada.

Tok Tok Tok!

“For fuck’s sake!” erang Ezra yang dikagetkan dengan gedoran di pintu rumahnya.

Ezra pun turun dari lantai dua ke pintu utama. Begitu membuka pintu rumah, Ezra kembali dikejutkan dengan sosok gadis yang kini sedang berdiri di depannya.

Ya, gadis yang akan jadi tetangga barunya – gadis yang baru saja ia amati dari jendela kamarnya.

“Ada yang bisa kubantu?” tanya Ezra berusaha santai.

“Oh hai! Aku Luna. Aku baru saja pindah ke sebelah hari ini. Dulu nenekku tinggal di sana dan sebelumnya teman kecilku juga tinggal di rumah ini,” ucap Luna dengan senyuman penuh.

“Dulu saat masih kecil, kami sering bermain di teras ini dan—“

“Jadi ada perlu apa mengetuk pintu rumah orang pagi-pagi?” potong Ezra ketus.

“Ah sorry. Para pekerja yang membawa barang-barangku tidak membawa perkakas yang lengkap. Punya bor?”

“Uh, ya ada.”

“Boleh pinjam?”

“Ya,” jawab Ezra yang kemudian menawarkan Luna untuk masuk.

“Silahkan masuk.”

“Tidak terima kasih. Aku tunggu di luar saja,” jawab Luna yang masih tersenyum, bahkan cenderung seperti menahan tawa.

“Dasar aneh,” pikir Ezra.

Ezra tidak mau ambil pusing. Ia pun masuk ke dalam dan tak berselang lama, kembali menghampiri Luna yang berdiri di depan pintu.

“Ini,” ucap Ezra sambil menyerahkan mesin bornya.

“Terima kasih. Nanti aku kembalikan begitu selesai pakai,” kata Luna.

Ezra hanya mengangguk sekali. Ia melihat pakaian yang Luna pakai hanya berupa tank top hitam dan celana pendek. Walaupun masih musim gugur, tapi suhu hari ini cukup dingin di luar.

“Kau tahu kan saat ini bulan Oktober?” tanya Ezra.

Luna mengangguk.

“Tidak kedinginan?”

Luna menggeleng.

“Kau sendiri?” Luna bertanya balik.

Ezra menaikkan satu alisnya bingung dan saat ia melihat ke dirinya sendiri, Ezra baru sadar kalau saat ini ia hanya memakai celana boxer. Dengan cepat, Ezra sembunyi di balik pintu hingga hanya menampilkan kepalanya saja.

Ezra mengerang dalam hati betapa bodohnya ia sampai tidak sadar hanya menggunakan boxer saja dari tadi. Kebiasaannya yang hanya menggunakan pakaian dalam saat di rumah memang berbahaya. Apalagi dirinya tidak terbiasa kedatangan tamu dan punya tetangga.

“Dasar bodoh!” umpat Ezra dalam hati.

Sebisa mungkin Ezra bersikap tetap tenang seakan tidak ada hal memalukan yang baru saja terjadi.

“Uhm, di dalam rumah udaranya lebih panas, jadi ya aku lebih suka berpakaian seperti ini dalam rumah,” ujar Ezra masih mencoba sok tenang meskipun sebenarnya ia tidak henti-henti merutuk dalam hati.

“Oh, okay. See you," pamit Luna dengan ekspresi mencoba menahan tawa dan berusaha stay cool.

Saat baru beberapa langkah dari teras, Luna berhenti dan berbalik, "by the way, motif celananya bagus,” ungkap Luna sambil tersenyum dan menunjuk ke arah celana Ezra yang bermotif polkadot.

Mendengar itu tentu saja membuat Ezra kesal karena Luna seolah ingin menggoda dan mengejeknya.

Luna berjalan ke arah rumahnya dan Ezra segera menutup pintu kencang.

Dengan kesal, Ezra membenturkan kepala belakangnya ke pintu.

“Ah shit! Kenapa sampai bisa lupa kalau cuma pakai daleman dari tadi?!”

***

Malamnya, Ezra datang ke bar dengan menggunakan onesie atau jumpsuit yang menyerupai hewan buaya.

“Hey! Itu dia Ezra bintang utama malam ini!” seru Nigel yang melihat rekannya baru datang dengan wajah kusut.

Para malaikat maut yang lain pun bersorak menyambut kedatangan Ezra. Beberapa pengunjung bar yang lain melihat ke arah mereka dan ada yang tertawa juga karena semua malaikat maut yang datang memakai jumpsuit dengan karakter yang berbeda-beda.

Nigel menggunakan onesie karakter ikan hiu.

“Aku benar-benar merasa bodoh memakai pakaian konyol seperti ini ke tempat umum. Selera kalian kekanakan sekali,” sungut Ezra begitu duduk di kursi bar.

"Oh ayolah. Santai sedikit. Kau harusnya senang karena sebentar lagi akan terlahir kembali menjadi manusia!" ujar Nigel mencoba menghibur sambil merangkul pundak Ezra.

Ezra hanya berdecak dan memesan 1 gelas bir.

"Ah enaknya. Sebentar lagi kau bisa merasakan enaknya makan chiken wings di restoran sebelah," kata Ryan, salah satu rekan malaikat maut yang lain.

"Kau tinggal berapa jiwa lagi yang harus dijemput?" tanya Nigel pada Ryan.

"29.600 jiwa lagi menuju kenikmatan chiken wings," jawab Ryan sedih.

Nigel menepuk-nepuk punggung Ryan dengan ekspresi iba.

"Kau sendiri?" tanya Ezra pada Nigel.

"957 jiwa lagi," jawab Nigel sambil nyengir.

"Tidak lama lagi," komen Ezra.

"Oh, kemarin aku bertemu dengan Kevin!" seru Ryan.

"Kevin? Kevin yang sudah dilahirkan jadi manusia itu?" tanya Nigel.

"Ya!" Ryan mengangguk, "Kalau tidak salah dia menyelesaikan tugasnya 50 atau 60 tahun yang lalu, kan?" lanjut Ryan.

"Yeah."

"Dia sudah jadi seorang pemadam kebakaran. Keren sekali!" ujar Ryan antusias.

"Sayang sekali dia sudah tidak ingat padaku saat aku menghampirinya," lanjut Ryan dengan raut sedih.

"Yeah.. Hey, ayo kita harus lebih banyak menghabiskan waktu bersama sebelum kau lupa dengan rekan-rekanmu setelah jadi manusia!" kata Nigel pada Ezra yang diikuti sorakan para malaikat maut lain.

Ezra hanya mengangguk-angguk dan meneguk birnya yang terasa hambar.

Ia sebenarnya tidak tahu perasaannya saat ini bagaimana. Rasa senang dan takut bercampur karena ia tidak tahu bagaimana ia akan hidup sebagai manusia nanti setelah dilahirkan kembali. Ketidak tahuan akan sesuatu di masa depan kadang kala membuatnya takut dan gugup.

***

Paginya, Ezra terbangun dengan posisi terlentang di ruang tamunya.

Perlahan, Ezra mencoba bangkit dan melihat ke sekeliling. Ada Nigel dan Ryan yang sedang tertidur di lantai juga dengan posisi Ryan yang memeluk Nigel dari belakang karena kedinginan.

Kepala Ezra sedikit merasakan denyutan karena bir yang ia minum kemarin cukup banyak. Sedikit demi sedikit Ezra mulai mengingat kejadian semalam. Karena cukup mabuk, kedua rekannya yang juga sebenarnya mabuk mengantar Ezra ke rumahnya dengan taksi. Kemudian ketiganya malah tertidur di lantai karena sudah terlalu mengantuk dan mabuk.

Ezra pun bangkit berdiri dan mengambil minum di dapur. Saat melihat ke arah jam dinding, Ezra menyemburkan air dalam mulutnya keluar karena terkejut melihat saat ini pukul 9.12 pagi.

"The fuck?!" umpat Ezra yang segera berlari cepat mengambil jam tangan dan kunci motornya karena mobilnya masih tertinggal di bar.

Ia baru ingat kalau hari ini harus menjemput 1 arwah yang akan meninggal jam 9.23 pagi. Karena merasa waktunya tidak cukup untuk bersiap-siap, Ezra pun langsung pergi keluar mengendarai sepeda motornya menuju koordinat lokasi tempat penjemputan. Ia tidak peduli dengan penampilan konyolnya saat ini.

Bayangkan saja seorang pria dewasa menggunakan jumpsuit karakter buaya mengendarai sepeda motor harley davidson bad boy tahun 1997. Ia bisa saja mengaktifkan mode menghilangnya, tapi nanti akan terlihat seperti motor yang berjalan sendiri dikendarai oleh hantu.

Ketika sedang menyetir buru-buru, sebuah mobil sedan kecil tampak menghalangi jalan dengan laju lambat dan menyalakan lampu sein ke kiri. Ezra pun mencoba memotong dari kanan dan tiba-tiba saja si mobil justru malah belok ke kanan yang membuat Ezra hampir saja menabraknya jika tidak segera mengrem.

Dengan kesal, Ezra menghentikan motornya dan berteriak, "Woy! Yang beneng dor!"

Beberapa pejalan kaki yang ada di sekitarnya tersenyum dan menahan tawa mendengar teriakan Ezra yang lidahnya kepeleset akibat terlalu emosi.

Ditambah dengan penampilan Ezra saat ini.

"Argh! Si bego!" Ezra merutuk dalam hati, tapi mencoba untuk tidak peduli karena tinggal 4 menit lagi sebelum orang yang ia harus jemput meninggal.

Ezra melajukan motornya lagi dan sampai di sebuah rumah kecil. Ezra mengaktifkan mode menghilangnya agar tidak terlihat oleh orang lain yang membuatnya juga bisa menembus berbagai benda. Ia masuk ke dalam rumah kecil itu dan melihat arwah seorang pria tua sedang duduk sila menatap tubuhnya yang tidak berdaya tertidur di atas sofa.

"James Hawkins. Lahir 5 Agustus 1974. Umur 48 tahun," ucap Ezra yang berdiri di belakang arwah James.

Pria itu masih terdiam melihat tubuhnya sendiri di sofa.

"Aku benar-benar sudah meninggal ya?" tanya James.

Ia hanya ingat kalau ia sangat lelah hari itu setelah berolahraga dan mengantar anaknya untuk terakhir kali ke rumah ibunya karena ia sudah bercerai dengan istrinya.

"Ya. Kau terkena serangan jantung. Ayo ikut aku James," ajak Ezra.

James menunduk sebentar lalu bangkit berdiri. Ia hembuskan satu napas kasar dan mencoba menerima kenyataan kalau ia sudah meninggal.

Perlahan james pun berbalik menghadap Ezra dan langsung terkejut.

"Oh my God! Holy Moly!" ucap James sambil memegang dadanya.

"Sepertinya aku baru saja terkena serangan jantung yang kedua," ungkap James.

"Haha," Ezra tertawa garing, "Lucu sekali."

"Apa kau benar-benar malaikat maut yang mau menjemputku?" tanya James ragu karena melihat penampilan Ezra saat ini.

Tentu saja, ia pikir malaikat maut yang akan menjemputnya memakai jubah dan tudung hitam dengan tongkat atau setidaknya memakai baju rapih serba hitam. Tapi, kenyataannya ia dijemput oleh seorang malaikat maut yang menggunakan jumpsuit karakter buaya berwarna hijau terang.

"Ya, tidak semua malaikat maut seperti yang kau atau orang-orang selama ini pikirkan. Saat ini kami uhm.. sedang mencoba trend baru. Kau tahu, supaya para arwah tidak takut saat bertemu dengan kami," kata Ezra beralasan.

"Wah, para malaikat maut jaman sekarang sepertinya terlalu banyak main TikTok," ucap James sambil mengamati penampilan Ezra dari atas ke bawah dan geleng-geleng kepala.

Ezra memutar bola matanya sebal, "Tidak, aku tidak suka main aplikasi itu. Hanya buang-buang waktu."

"Hey, tapi kau harus cek akun TikTok putraku. Dia sangat hebat membuat konten yang menarik. Saat ini followernya sudah 20 ribu! Padahal dia baru saja kelas 4 SD!" ujar James antusias karena membicarakan tentang putranya.

"Uh, ya lain kali aku akan cek," jawab Ezra tidak mau banyak berbasa-basi dan langsung melihat ke arah jam tangannya.

Ia putar jarum jam tangannya ke tiga angka yang biasa.

"Sekarang ikut aku," pinta Ezra mengulurkan tangannya.

James yang awalnya lupa kalau ia sudah meninggal karena cerita tentang anaknya pun kembali murung. Perlahan ia mulai menyambut tangan Ezra dan mencoba tersenyum. Ia pasrah karena waktunya memang sudah selesai di bumi ini.

Ezra tekan kembali tombol crown pada jam tangannya hingga cahaya terang keluar dan mereka pun tiba di lorong yang menuju alam baka.

***

Setelah urusannya menjemput arwah James selesai, Ezra pun pulang dan memarkirkan motornya di garasi. Saat akan masuk ke dalam rumah, ia mendengar seruan seseorang dari arah sebelah rumahnya.

“Hey Buaya!” panggil seseorang yang membuat Ezra menoleh.

Luna tampak berlari kecil ke arahnya dengan membawa bor milik Ezra.

“Manggil saya?”

“Tentu saja kamu. Tidak ada buaya lain kan di sekitar sini?” goda Luna.

Ezra mendengus dan memutar bola matanya sebal.

“Oh ini bornya. Terima kasih ya!” ucap Luna riang.

“Hm. Sama-sama,” balas Ezra seadanya.

“Jadi namamu siapa? Kemarin kamu belum memperkenalkan diri. Atau aku panggil buaya saja terus?” canda Luna.

“Ezra,” jawab pria itu jutek.

“Okay, senang berkenalan denganmu Ezra. Sampai jumpa lagi! Bye!”

Luna berjalan balik ke rumahnya.

Ezra cukup kesal karena Luna selalu menemuinya di saat ia dalam kondisi konyol hingga wanita itu selalu punya bahan untuk menggodanya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status