“Jadi, Moa datang ke sini?” tanya Seungmo usai mendengarkan penjelasan dari Yooshin. Karena khawatir para pelayan lain yang ada di kamar Nara mendengar, pada akhirnya Yooshin pun memutuskan untuk berbicara di ruangan lain.“Aku tidak melakukan apa-apa selama di sini. Bahkan menyembuhkan Nona saja aku tidak bisa melakukannya.” Yooshin berujar dengan nada penyesalan.“Tidak, Yooshin. Jangan berkata seolah-olah kau tidak berguna di sini. Kau sudah banyak sekali membantu,” ujar Seungmo. Ia melirik salah satu tangan Yooshin yang sudah mengepal kuat, meremas pakaian yang dikenakannya hingga kusut.“Tapi … aku masih tidak habis pikir kalau ternyata mahluk itu bisa melakukan hal yang bahkan sebelumnya tak pernah aku bayangkan.” Seungmo melanjutkan. “bagaimana pun, sejak bertahun-tahun lamanya ia berusaha membunuh Nara dengan kedua tangannya sendiri. Tapi sekarang, semuanya seolah berbalik. Moa justru seperti mati-matian melindungi cucuku. Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka? Apakah p
Dengan bantuan Yooshin dan juga Haewon, Nara berhasil sampai di halaman belakang rumahnya, tempat biasa ia berlatih memanah. Rasanya sudah lama sekali ia tidak ke sana padahal hanya lewat beberapa hari saja.“Luka Anda belum sepenuhnya kering jadi mohon lebih berhati-hati dan jangan terlalu banyak bergerak untuk sementara ini. Jika Tuan Kim tahu, beliau pasti akan sangat marah,” ujar Haewon.Haewon sudah kembali bisa berujar panjang lebar yang artinya gadis itu sudah mulai menjadi Haewon yang seperti biasanya.“Kakekku sedang pergi, kan? Artinya dia tidak akan tahu,” ujar Nara dengan seulas senyuman tipis di bibirnya.“Berhentilah membuat Nona Choi kesulitan,” tegur Yooshin setelahnya.Nara kemudian terkikih, “Iya, iya, maaf. Aku hanya merasa bosan di dalam kamar dan ingin menghirup udara segar di sini. Sejujurnya aku ingin berjalan-jalan ke luar rumah tapi seperti yang Haewon katakan, luka di perutku ini sepertinya memang belum bisa diajak berkompromi. Kali ini aku mengalah,” ujarnya
“Saya turut senang begitu mendengar kabar kalau kondisi Anda sudah membaik.” Tuan Hwang berujar sesaat setelah ia menyesap teh yang sebelumnya disajikan oleh Haewon di atas meja. Kedatangannya ke kediaman Kim disambut dengan baik oleh Seungmo serta yang lain, tak terkecuali Nara. Setelah Yooshin pulang kembali ke rumahnya dan menceritakan perihal kondisi terbaru Nara, Tuan Hwang memutuskan untuk pergi ke kediaman Kim untuk menjenguk gadis itu.“Terima kasih karena Anda juga sudah meluangkan waktu untuk datang kemari. Aku juga mendengar dari Yooshin kalau Anda sudah semakin pulih,” ujar Nara dari tempat tidurnya. Semula ia hendak beranjak dari sana akan tetapi Tuan Hwang menyuruhnya agar ia tetap pada posisinya, hingga akhirnya Nara pun menyuruh Haewon dan pelayan yang lain untuk menyiapkan meja untuk Tuan Hwang di sana.“Ngomong-ngomong, saya juga berterimakasih untuk obat yang pernah Anda berikan waktu itu. Aku mendengar dari Yooshin kalau Anda sampai hujan-hujanan demi mencarinya.”
“Nona, apa Anda yakin ini tak apa-apa? Bagaimana jika Anda terkena masalah lagi? Mungkin saja kali ini Tuan Kim akan marah besar, apalagi kondisi Anda belum sembuh.” Haewon berujar dari balik selimut yang menutupi sebagian tubuh bawahnya.Nara mengikat tali hanbok yang ia kenakan lalu menoleh pada Haewon seraya mengangguk mantap, seolah kalau apa yang sedang ia lakukan itu bukanlah hal yang besar, berbanding terbalik dengan Haewon yang sudah terlihat semakin pucat dengan bulir keringat yang perlahan muncul di permukaan dahinya meski ini malam musim dingin.“Maaf karena merepotkanmu, Nona Choi. Tapi aku benar-benar bergantung padamu kali ini. Lagi pula ini sudah malam dan hampir semua orang sudah tidur, jadi tak akan ada yang masuk ke sini,” ujar Nara dengan penuh keyakinan. Ia sudah menaikkan jangot hingga mencapai bahunya dan kembali menyuruh Haewon berbaring kembali di tempat tidur, tak lupa menyuruhnya menutup tubuhnya dengan benar menggunakan selimut.“Aku akan kembali sebelum mat
“Hei, apa kau—tak apa?” tanya Nara dari dalam dekapan Moa.“Aku bersyukur kau baik-baik saja.” Moa melepaskan pelukannya dan menatap Nara. “Aku lega kau bisa membuka kedua matamu lagi,” lanjutnya.Nara menatap masing-masing manik kebiruan yang sudah cukup lama tak ia lihat. Padahal hanya beberapa hari, tapi rasanya ia tertidur begitu lama.“Nona Choi mengatakannya padaku. Tentangmu yang saat itu datang dan memilih bertarung sendirian, juga menolak bantuan Yooshin. Lalu kau yang datang menemuiku di rumah selama aku tak sadarkan diri, juga—” Nara menjeda kalimatnya. Gadis itu menahan napas sejenak, sebelum akhirnya ia tersenyum tipis dan melanjutkan, “Dan juga kau kembali menyelamatkan aku di saat-saat aku hampir sekarat kemarin.”“Kau sama sekali tidak terlambat, jadi jangan minta maaf. Aku bisa seperti ini sekarang adalah berkat dirimu. Terima kasih.” Nara kembali berujar. Usai mengatakannya, kini giliran gadis itu yang menarik tubuh lelaki di hadapannya ke dalam sebuah dekapan hangat
Di tengah kekhawatirannya, pintu kamar terlihat dibuka sehingga Haewon buru-buru menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya dan segera bangkit dari posisinya.“Kenapa kau masih terjaga? Aku pikir kau tidur.” Dengan hati-hati Nara menutup pintunya dan berusaha agar tak membuat suara. Gadis itu terkikih pelan lalu kembali berujar, “Kau pasti menungguku. Aku lama sekali, ya? Maaf—” Kalimatnya terputus begitu ia melihat Haewon yang buru-buru meletakkan jari telunjuk di atas permukaan bibir, memberinya kode agar tidak terlalu mengeraskan suara.“A-ada apa? Apa seseorang mencurigaimu?” tanya Nara dengan pelan, seraya sesekali menatap ke arah pintu utama kamarnya.Kemudian seraya mendekati Nara, Haewon segera berujar, “Tuan Hwang kembali kemari, Nona,” ujarnya setengah berbisik.Hal itu membuat Nara refleks membulatkan kedua matanya. “Ka-kau bilang apa barusan? Yooshin kembali ke sini lagi?” ia berujar, lalu pandangannya kembali mengarah ke pintu yang menutup rapat. “Jadi maksudmu, tepat di b
“Entahlah, rasanya semalam aku seperti melihat ada noda darah di pakaianmu. Jadi aku hanya memastikannya. Aku pikir perutmu juga terluka oleh sesuatu.”“Pe-perut?”“Apa maksudmu, Yooshin?” Nara memajukan tubuhnya dan menatap Haewon yang mulai pucat.“Aku berpikir mungkin Nona Choi mengalami kesulitan dan terluka. Kau benar-benar tidak tahu? Padahal dia hampir semalaman berada di dalam kamarmu.” Yooshin menatap Haewon yang kini tengah memegangi bagian perutnya.“Tidak, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Mungkin terkena sesuatu yang berwarna merah, tapi Anda tak perlu merasa khawatir karena itu bukanlah darah.” Haewon dengan susah payah mencoba menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Tentu saja di samping itu, selain dirinya, sosok lain kemungkinan saat ini juga tengah merasa tak tenang. Diam-diam Haewon melirik Nara dengan kedua ujung matanya dan ia melihat kalau gadis itu tengah meremas pinggiran pakaian yang sedang ia kenakan tanpa Yooshin sadari.“Tapi syukurlah jika kau tidak apa-apa
Haewon menyuruh Nara agar duduk di sebuah bangku yang berada tidak jauh dari sebuah lapangan kecil yang ada di desa, tempat anak-anak menghabiskan waktu mereka untuk bermain bersama. Seperti saat ini, beberapa anak terlihat berada di sana dan menikmati salju pertama yang sedang turun.“Mereka terlihat senang sekali,” ujar Haewon beserta seulas senyuman yang tercetak di bibirnya. “Aku senang orang-orang di desa baik-baik saja selama aku sakit kemarin. Mereka tidak tahu kejadiannya, kan?” tanya Nara.“Aku dan juga beberapa anak buah Tuan Kim sudah memastikan kalau tidak ada satu pun yang tahu tentang kejadian itu, karena memang seperti yang sudah dikatakan, kalau mereka hanya tahu kau dan aku sedang pergi ke luar desa selama beberapa hari. Hanya orang-orang di rumahmu, tabib, ayahku dan beberapa anak buahnya yang tahu. Juga kepala desa dan anak buahnya.” Yooshin menjelaskan.“Apa mereka juga tahu mengenai Moa yang turut andil dalam peristiwa kemarin?” Nara kembali bertanya.“Tidak.”“J