Share

10. Viola Takut Dengan Ancaman Para Penculik

"Ayo Vio antar!" Viona bersikeras.

"Ken, Ken!" Sagara segera memanggil Sekretaris-nya agar segera mendekat. "Aku sama Ken aja." tolak Sagara kepada Viona.

"Yah," ucap Viona kecewa.

"Sudah, kamu di sini aja temenin para tamu!" perintah Sagara kepada Viona. "Ayo, Ken!" ajak Sagara kepada Sekretaris-nya itu.

"Baik, Tuan." jawab Sekretaris Ken.

Sekretaris Ken mulai memindahkan Sagara ke atas kursi rodanya dan segera mendorong kursi roda itu ke arah ruang kamar mandi di gedung ini.

"Permisi, Nona." pamit Sekretaris Ken kepada Viona.

Viona hanya bisa mengangguk saja.

***

Di sepanjang perjalanan Sagara mual-mual parah. Dengan sekuat tenaga pemuda itu menahan dirinya agar mulutnya tetap tertutup rapat.

"Tahan, Tuan!" ucap Sekretaris Ken.

Saat ini Sagara dan Sekretaris Ken sudah berada di dalam kamar mandi dan mereka mulai masuk ke dalam salah satu bilik yang lumayan luas.

Sagara langsung bangkit dari duduknya dan langsung mendekat ke arah kloset dan mengeluarkan semua isi dalam perutnya.

Sekretaris Ken memijat bagian belakang leher Sagara agar Tuan-nya merasa baikan.

"Tuan habis makan apa sih? Kok bisa muntah-muntah kayak gini?" tanya Sekretaris Ken polos.

"Entah," sahut Sagara yang saat ini tengah lemas. Namun dalam hatinya pemuda itu mengutuk Viona yang menjadi penyebab dirinya muntah-muntah.

Bagi Sagara, Viona itu adalah makhluk yang sangat menjijikan karena rupanya yang jelek dan sikapnya yang bodoh.

Biasanya Sagara hanya mencium para wanita cantik saja selama hidupnya, jadi ketika dia mencium Viona, tubuhnya langsung menolak keras-keras.

Namun jika dihadapan Ken, Sagara tidak berani jujur, secara Sekretaris-nya itu naksir berat kepada Viona. Entah pesona apa yang terlihat di mata Ken sehingga laki-laki itu jatuh cinta kepada wanita yang bernilai nol koma nol satu dari nilai sepuluh.

Pemuda tampan itu kini mulai mencuci mulutnya dengan sedikit sabun agar jejak-jejak kulit Viona menghilang sepenuhnya dari permukaan bibirnya.

Sagara bergidik ngeri saat teringat peristiwa mengerikan ketika dia mencium kening Viona yang tebal penuh make up yang pengaplikasiannya tidak rata.

***

Di tempat lain.

Viola saat ini sedang berada di sebuah gudang tidak terpakai yang letaknya ada di tengah-tengah hutan dan jauh dari pemukiman para warga.

"Tolong lepaskan aku!" pinta Viola.

"Jangan berteriak!" bentak salah satu preman.

"Tolong, tolong, tolong!" teriak Viola.

"Brisik! Percuma saja kau berteriak minta tolong. Tidak ada orang yang akan datang menolongmu di tempat seperti ini. Diamlah! Nanti juga kami kembalikan lagi kau ke rumahmu."

"Tolong, tolong, tolong!" Viola tidak mengindahkan ucapan preman itu. Dia tetap meminta tolong karena secara naluriah dia sedang merasa terancam dan ingin ada orang yang menolongnya.

"Diam!" Brakk, preman yang sedang kesal itu karena pusing mendengarkan teriakan Viola menggebrak meja di depannya dengan pandangan mata yang nyalang.

Viola langsung terdiam dan ketakutan saat melihat raut wajah preman itu yang sedang ditugaskan untuk menjaga gadis itu.

"Jika kau berani berteriak lagi, maka jangan salahkan aku kalau teriakanmu itu akan menjadi desahan yang nikmat." ancam preman itu dengan pandangan mata mesumnya yang kini mulai menelusuri setiap jengkal tubuh Viola yang begitu menggoda.

Viola yang mendengar itu langsung menciut ketakutan karena dia paham apa yang sedang dimaksud oleh preman itu.

***

"Kenapa kau tidak bersuara dan berteriak-teriak seperti tadi, hm?" tanya preman itu kepada Viola yang saat ini sedang menunduk ketakutan.

"Tidak, aku tidak akan berteriak lagi." cicit Viola memberikan jawaban.

Tidak lama kemudian masuklah seorang preman lagi yang memakai kaos abu-abu dengan celana jeans sobek-sobek.

"Gimana?" tanya preman yang tadi mengancam Viola kepada orang yang baru masuk itu.

"Semuanya sudah berjalan sesuai rencana A dan wanita itu sore ini bisa langsung dibebaskan."

"Oh, oke, oke. Lalu, apa ada perintah lainnya dari Bos besar?"

"Tidak ada, namun...."

"Namun apa?"

"Kita bicara di luar saja, bro!"

"Oke, oke."

Kedua preman itu segera keluar dari dalam ruangan dan mereka melanjutkan obrolan mereka kembali.

"Ayo lanjutkan, Bro!"

"Tuan Awan bilang kalau kita diperbolehkan untuk meminta tebusan ke keluarga wanita itu. Hitung-hitung buat tambahan bonus gitu."

"Wah, untung besar kita nih." seru preman itu girang.

"Kita mau minta uang tebusan berapa milyar nih?"

"Kaga usah gede-gede. Seratus juta aja sudah cukup kok. Daripada bermiliar-miliar kita malah kelamaan dapet duitnya, mending seratus juta aja, kita bisa kilat dapetinnya. Lagipula bayaran dari Tuan Awan juga udah gede, kan?"

"Iya juga sih." angguk preman itu setuju.

"Cukuplah kita jadi orang jahat, tapi jangan jadi orang serakah, karena orang serakah itu hidupnya nggak bakalan berkah, hahaha,"

"Alah, lu, bisa ae, Bro, hahaha,"

"Eh, eh, mending kita telepon sekarang aja deh. Biar ntar pas sorean kita udah bisa balik ke rumah."

"Boleh."

"Cepet kamu telepon keluarganya wanita itu! Kamu dikasih nomornya juga kan sama Tuan Awan?"

"Iya, udah ada nih. Sabar!"

Preman itu langsung mengeluarkan hape dari saku celana jeans-nya dan mulai menelepon nomor Pak Sofyan.

Setelah nada dering kelima baru panggilan telepon itu diangkat.

"Halo," ucap Pak Sofyan dari seberang telepon.

"Halo," sahut preman itu tegas.

"Ini siapa ya?"

"Gue penculik yang lagi nyulik anak loe. Cepet siapin uang seratus juta dan bawa ke stasiun terbengkalai nanti sore jam lima. Ingat jangan lapor polisi. Jika lapor polisi maka rasakan akibatnya. Anak perempuan cantikmu itu tidak akan kembali ke pelukan kalian lagi." ancam preman itu.

"Baik, baik, akan saya laksanakan sesuai perintah Anda, tapi tolong jangan sakiti puteriku!"

"Sampai jumpa di stasiun terbengkalai."

"Tunggu, tunggu! Boleh kirimkab foto puteriku dulu agar aku percaya bahwa puteriku ada bersama dengan kalian?"

"Oke."

Tut tut tut tut tut.

Sambungan telepon langsung dimatikan oleh preman itu.

"Bro, Bapaknya cewek itu minta foto anaknya."

"Ya udah, tinggal fotoin aja terus kirimin ke mereka. Kalau perlu dividioin aja!"

"Oke deh."

Preman itu mulai masuk kembali ke dalam ruangan dan memvidiokan Viola yang saat ini tengah terikat di sebuah kursi tanpa lakban di mulutnya.

"Heh, madep sini!" titah preman itu.

Viola langsung menghadap ke kamera hape yang sedang dipegang preman itu.

"Cepet kasih salam buat Bapak dan Ibumu, dan minta mereka buat nyiapin uang seratus juta!"

Viola yang memang sedang sangat ketakutan mulai bersuara, "Pah, Ma, tolong Viola. Cepat tolong Viola!" pekiknya sambil berurai air mata.

"Good, good, good," gumam preman itu memuji Viola yang patuh dengan ucapannya.

Setelah rekaman video berhasil diambil, preman itu segera mengirimkannya kepada kedua orang tuanya Viola.

***


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status