Setelah hening beberapa saat, Sagara mulai membuka suaranya kembali.
"Ken, bagaimana keadaan Tante Amanda? Apakah dia baik-baik saja?"
"Bunda Amanda keadaannya masih sama seperti dulu. Masih sering menangis jika teringat dengan insiden hilangnya Arabella." sahut Sekretaris Ken sendu. "Mungkin jika Adikku bisa ditemukan kembali, Bundaku sepertinya bisa normal kembali kejiwaannya."
"Bagaimana perkembangan dari hasil penyelidikan Detektif yang kamu sewa? Apakah sudah menemukan titik terang?"
"Belum, Tuan. Keberadaan Adikku seolah-olah terhalangi oleh kabut hitam yang sangat pekat. Sampai-sampai secuil informasi tentangnya pun belum berhasil ditemukan oleh Detektif yang aku sewa."
"Semoga Adikmu segera ditemukan ya." harap Sagara.
"Aamiin, mudah-mudahan, Tuan." angguk Sekretaris Ken.
"Ngomong-ngomong, Adikmu tahun ini kira-kira sudah sebesar apa ya? Em, maksudku usianya."
"Harusnya dia sudah kuliah semester pertama."
"Woah, ternyata dia sudah besar juga ya."
"Iya, Tuan."
"Sepertinya Adikmu sama cantiknya dengan Tante Amanda."
"Sudah barang tentu, Tuan. Bunda selalu berkata kalau Adikku adalah anak yang sangat cantik sekali."
"Aku percaya ucapan Bundamu, Ken. Beliau saja cantiknya tidak terkira, apalagi anak perempuannya."
"Tapi Tuan jangan ngarep jadi Suami Adikku ya! Aku nggak mau punya Adik Ipar kayak kamu, Tuan."
"Why? Aku tampan, mapan, dan juga terkenal."
"Aku tidak mau kalau Adikku mendapatkan pasangan yang hanya tertarik dengan kecantikannya saja."
"Uhuk, uhuk," Sagara terbatuk.
"You know lah,"
"I see," angguk Sagara. "Aku memang lebih suka dengan wanita cantik. Apa salahnya coba?"
"Ya memang nggak salah. Tapi aku pengen punya Adik Ipar yang mencintai pasangannya bukan karena memandang rupa, Tuan."
"Oke, terserahlah. Lagipula belum tentu juga aku jatuh cinta dengan Adikmu. Hahaha," kekeh Sagara.
"Awas saja ya kalau Tuan jatuh cinta pada Adikku. Aku nggak akan merestuinya, hahaha," gelak Sekretaris Ken.
***
Di meja lain, Awan saat ini sedang dilendoti oleh Istrinya yang bernama Yunita.
"Sayang, tadi kamu kemana? Kok tiba-tiba mobil kamu memisahkan diri dari rombongan?"
"Tadi aku ada urusan mendadak, Sayang."
"Kamu nggak lagi bohong kan?"
"Kamu nggak percaya sama aku, hm?"
"Tentu saja aku percaya."
Bagus. Kamu memang wanita yang paling pengertian, Sayang." puji Awan kepada Yunita.
"Oh iya, nanti malam kamu jangan minum wine terlalu banyak ya! Aku ingin kita ...," bisik Yunita.
"Iya, Sayang. Aku tidak akan minum terlalu banyak. Tenang saja, nanti malam aku akan ...," balas Awan berbisik di kuping Istrinya.
"Hahaha, kamu bisa aja ah," ucap Yunita sambil menepuk ringan paha Awan.
"Aku tidak sabar menantikan malam segera datang." bisik Awan.
Pasangan suami-istri itu masih terus saling berbisik-bisik mesra satu sama lain. Sampai-sampai membuat iri para wanita yang berada di sekitar mereka.
"Eh, lihat deh Tuan Awan dan Nyonya Yunita," bisik mereka sambil menunjuk dengan dagunya ke arah pasangan pasutri itu.
"Ih, mesra banget." iri mereka. "Pengen deh aku jadi istrinya Tuan Awan juga. Udah ganteng, baik, pinter, romantis lagi."
"Iya, betul."
Sekretaris Diana yang masih bisa mendengar bisikan iri para wanita itu hanya tersenyum kecil.
'Aku juga beruntung karena akulah satu-satunya wanita yang dicintai oleh Tuan Awan.' batin Sekretaris Diana.
Saat ini Sekretaris Diana sedang duduk berhadap-hadapan dengan Awan dan Yunita di meja yang sama.
Wanita itu tersenyum melihat kemesraan yang ditampilkan oleh Awan dan Yunita.
Bukan senyum mengagumi, akan tetapi senyuman Sekretaris Diana adalah senyum mengejek Yunita yang mudah dibodohi oleh suaminya sendiri.
Di bawah meja, kaki Awan dan kakinya Sekretaris Diana sedang bermain saling senggol meski di permukaan mereka terlihat seolah acuh satu sama lain.
Awan dan Sekretarisnya kini mulai saling bertatapan dan mulai memberikan sinyal-sinyal kode satu sama lain.
Jika lelaki tampan itu sedang memberikan sebuah kode bahwa hanya Diana lah satu-satunya wanita yang dia cintai.
Sedangkan Sekretaris Diana sedang memberikan kode bahwa dia tidak apa-apa menyaksikan kemesraan sepasang suami istri itu.
***
Di tempat lain.
Viona saat ini sedang didandani oleh seorang make up artist. Namun sang make up artist itu dibuat jengkel oleh tingkahnya Viona yang selalu merebut alat make up dari tangannya.
"Non cantik, tolong diem dulu ya. Biar eke aja yang dandanin yey, Oceh."
"Maaf ya, Mas cantik. Vio tuh nggak cocok kalau didandani sama orang lain. Nanti wajah cantiknya Vio jadi jelek lagi."
"Ya amplop, Non. Tenang aja keles. Eke ini paling top markotop soal dunia per make up-an."
"Tapi bagi Vio, hasil rias Mas cantik ini nggak bagus. Nih harusnya pipi Vio dipakein banyak blush on kayak gini nih." tunjuk Viona yang saat ini tengah membubuhkan banyak blush on ke pipinya dengan media kuas.
"Ya amplop, eke pusiang kalo caranya kayak begindang." ucap sang make up artist itu sambil memegangi kepalanya.
"Cantik kan kan kan?" tanya Viona yang saat ini tengah memperlihatkan hasil make up ciptaannya yang begitu cetar membahana dan fenomenal sejagat dunia per make up-an."
"Tak cantik pun. No, no, no, no, ya. Hasilnya jadi jelek buingits."
"Huaaaa!" Viona langsung menangis kejer saat dibilang hasil make up-nya jelek oleh sang make up artist.
"Aduh, ya amplop, jangan nangis dong Non cantik!" bujuk make up artist itu. "Cip, cip, cip, cip, eh, cup, cup, cup, cup. Jangan nangis Non! Cup, cup, cup,"
"Huaaaa!" Viona masih terus menangis.
"Haduh, eke pusiang kalau begindang terus. Ya sutralah eke manut aja apa kata yey. Make up Non Vio udah bagus kok. Non Vio cantik pakai b, g, t." puji sang make up artist sambil memberikan dua jempolnya.
"Beneran?" tanya Viona yang kini mulai reda tangisnya.
"Yes,"
"Cihuy!" sorak gadis itu riang.
Saat ini Viona mulai menghapus air matanya dan mulai memperbaiki hasil make up-nya kembali yang jadi berantakan karena tangisnya.
"Bedaknya harus ditambahin lagi nih. Blush on-nya juga. Eye shadow-nya juga. Em bagusnya warna hijau terang kayak gini aja apa ya?"
Sang make up artist hanya bisa pasrah melihat kelakuan Viona yang kini dandanannya makin tidak karuan.
Tidak lama kemudian masuklah Tuan Sofyan dan Nyonya Nadira ke ruang tunggu ini.
"Mas C, Viona sudah selesai belum didandaninnya?"
"Sudah, Jeng." jawabnya lesu.
"Taraaaa! Lihat, Ma! Vio jadi makin cantik kan?" tanya Viona dengan kedua kelopak matanya yang mengedip-ngedip genit berkali-kali.
"Wow, anak Mama cantik banget." puji Nyonya Nadira natural. Padahal dalam hatinya dia merutuki tingkah polah anak bungsunya itu yang dandanannya selalu aneh.
"Woh iya, anak Papa kok jadi cantik banget ya." puji Tuan Sofyan yang tidak mau kalah dalam memuji anak bungsunya.
Sedari kecil Viona memang selalu diperlakukan dengan sangat istimewa karena gadis itu disebut-sebut oleh Cenayang langganan Tuan Sofyan dan Nyonya Nadira sebagai jimat pembawa keberuntungan dan bisa menangkal semua hal-hal negatif.
Kadang sikap berlebihan Tuan Sofyan dan Nyonya Nadira kepada Viona membuat iri anak pertamanya yaitu Viola, yang selalu cemburu saat melihat Viona lebih diistimewakan daripada dirinya sendiri.
***
Pembawa acara pernikahan Sagara dan Viona di Gedung B ini mulai mengumumkan bahwa prosesi akad nikah antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan akan segera dimulai."Akhirnya acara akad nikahnya dimulai juga." seru pada tamu undangan yang bersorak senang karena setelah ini mereka bisa cepat-cepat pulang ke rumah masing-masing."Berarti Viola sudah ditemukan ya?" bisik mereka bertanya-tanya."Nggak tahu juga tuh. Tapi tadi aku sempet denger katanya Tuan Muda Saga mau dinikahkan dengan Viona.""What! Hahaha," kikik mereka semua yang merasa bahwa fenomena ini sangat lucu."Kalau Tuan Muda Saga yang lumpuh itu nikah sama Viona si gadis jelek dan bodoh itu, sungguh cocok sekali. Aku setuju sih kalau ini beneran terjadi." kikik mereka."Iya, Jeng. Aku juga setuju banget."***"Ma
"Ayo Vio antar!" Viona bersikeras."Ken, Ken!" Sagara segera memanggil Sekretaris-nya agar segera mendekat. "Aku sama Ken aja." tolak Sagara kepada Viona."Yah," ucap Viona kecewa."Sudah, kamu di sini aja temenin para tamu!" perintah Sagara kepada Viona. "Ayo, Ken!" ajak Sagara kepada Sekretaris-nya itu."Baik, Tuan." jawab Sekretaris Ken.Sekretaris Ken mulai memindahkan Sagara ke atas kursi rodanya dan segera mendorong kursi roda itu ke arah ruang kamar mandi di gedung ini."Permisi, Nona." pamit Sekretaris Ken kepada Viona.Viona hanya bisa mengangguk saja.***Di sepanjang perjalanan Sagara mual-mual parah. Dengan sekuat tenaga pemuda itu menahan dirinya agar mulutnya tetap tertutup rapat."Tahan, Tuan!" ucap Sekretaris Ken.Saat ini Sagara dan Sekretaris Ken sudah berada di dalam kamar mandi dan mereka mulai masuk ke dalam salah satu bilik yang lumayan luas.Sagara langsung bangkit dari duduknya dan la
Di gedung B, kedua orang tuanya Viola sedang panik setelah mendapatkan telepon dari penculik itu. Meski hati mereka merasa lega karena tahu keberadaan Viola, namun dengan keadaannya saat ini malah semakin membuat waswas kedua hati orang tua itu."Gimana ini, Pah?" tanya Nyonya Nadira panik."Tenang, Ma! Kita pasti bisa nyelametin anak kita, Ma.""Itu Viola sampai nangis-nangis gitu, Pah. Ayo cepetan kita selametin dia dan bawa uang seratus juta buat tebusannya." guncang Nyonya Nadira yang sudah tidak sabar untuk bertemu dengan putrinya lagi."Tidak bisa sekarang, Ma. Kita hanya bisa bertemu sesuai jadwal yang diatur oleh para penculik itu. Salah, salah, malah nanti Viola yang akan jadi korban karena kita dikira berniat memberontak."Sagara dan Sekretaris Ken yang baru saja kembali dari toilet mendengar percakapan antara Tuan Sofyan dan Nyonya Nadira yang tengah panik karena Viola diculik."Hah, diculik!" ucap Sagara yang volume suaranya bisa diden
Saat ini Sagara sudah duduk kembali di kursi pelaminan. Untuk sejenak pemuda tampan itu memang duduk di kursi itu. Dia baru bisa pergi meninggalkan kursi pelaminan saat Sekretaris Ken telah selesai mengurus pekerjaan yang tadi dia perintahkan."Suamiku," ucap Viona yang saat ini tengah memeluk lengan Sagara di kursi pelaminan.Sagara merasa risih saat dipeluk lengannya dan tubuhnya disenderi oleh Viona. Beberapa kali Sagara melepaskan pelukan lengan Viona dari tubuhnya yang dibarengi dengan senyum yang kaku, namun Viona selalu nemplok kembali bak kumbang yang hinggap di sebuah bunga yang harum nan menawan."Vio, tolong lepaskan pelukanmu itu! Aku sedang kegerahan." ucap Sagara."Wokeh, Suamiku. Kamu mau sekalian dikipasin nggak?" tanya Viona antusias."Nggak usah."Viona tidak menggubris penolakan dari Sagara, gadis itu tetap mengambil kipas dan mengipaskannya kuat-kuat ke arah Sagara sampai membuat bulu mata laki-laki itu melengkung-melengkung ka
Petugas Polisi yang sudah selesai memintai keterangan dari Viola segera pergi dari Rumah Sakit Citra Husada. Viola memandangi punggung Pak Polisi itu yang kini mulai menjauh dari tempatnya berdiri.Viola tersenyum sinis. 'Tidak akan aku biarkan penabrak mobil itu ditemukan. Jika pengemudi mobil itu ditemukan maka aku pasti akan terkena getahnya juga.'Viola sadar betul bahwa di setiap mobil kemungkinan ada dashboard camera yang terpasang di dalamnya, yang berfungsi untuk merekam kondisi jalanan yang mereka lalui. Tidak menutup kemungkinan di camera itu terekam saat Viola mendorong Viona ke tengah jalan. Untungnya di sekitar daerah itu tidak ada CCTV yang terpasang, sehingga Viola bisa bernapas lega.Perihal Viona, Viola yakin bahwa Adiknya itu pasti mengalami kerusakan yang parah pada bagian otaknya, mengingat banyak darah yang keluar dari bagian kepala Viona.Lagipula jika Viona masih ingat betul tentang peristiwa tadi siang, Viola akan dengan mudah me
Sagara yang tidak nyaman dengan perilaku Viona langsung menjauhkan tangan gadis itu dari dadanya dan menyentak kasar tubuh Viona dengan tangannya."Ma-maaf," ucap Sagara kepada Viona yang kini telah nyungsep ke ujung kursi pelaminan itu.Beberapa pasang mata memperhatikan kejadian itu, namun Sagara memilih untuk cuek saja."Suamiku, kok kamu seksi banget sih kalau sedang kasar kayak gitu." ucap Viona dengan kedua matanya yang berbinar.Viona segera mendekat lagi ke arah Sagara dan langsung nemplok ke tubuh laki-laki itu, mirip seperti uler keket yang nemplok ke sebuah dahan kecil di pepohonan."Huft," Sagara hanya bisa menghela napas lelahnya saat ditemploki lagi seperti ini oleh gadis jelek itu.'Ken kemana sih? Kenapa lama banget ngurus masalah itu.' batin Sagara.Sarmila yang ada di dekat mereka berdua juga hanya menghela napas panjangnya saat melihat tingkah Viona yang tidak merasa sakit hati sedikit pun dengan sikap kasar Sagara.
Di Aula utama gedung ini Sekretaris Ken mulai menjelaskan keadaan yang sebenarnya."Para hadirin tamu undangan semuanya yang sangat saya hormati, saya Kenzo selaku Sekretaris dari Tuan Muda Sagara Bhumi Saputra ingin menyampaikan bahwa calon pengantin Tuan Muda Sagara yang sebelumnya, yang bernama Viola bukan melarikan diri, melainkan diculik oleh orang-orang jahat. Berikut cuplikan video yang dikirimkan oleh para penculik untuk memeras kedua orang tua dari gadis yang tidak berdosa itu."Tangan Sekretaris Ken sudah menunjuk layar besar dengan lengannya namun layar itu tetap saja hitam dan belum ada tanda-tanda ada video yang terputar.Di ruangan khusus, tangan Sekretaris Diana sedang menahan tangan orang yang tadi dimintai tolong oleh Sekretaris Ken."Nona, kenapa Anda menahan tangan saya?" tanya orang itu."Apakah itu video tentang Viola yang diculik?" tanya Sekretaris Diana yang tidak mengindahkan pertanyaan dari laki-laki itu."Iya,"Deng
Semua orang langsung tegang saat mendapati layar besar di dalam gedung itu mulai mengerjap-ngerjap.Blub blub blub."Patrick, kenapa kau taruh semua bawang di dalam krapie pati?""Biar makin tambah enak, Spongebob.""Cepat taruh kembali bawang-bawang itu ke piring dan ganti dengan tomat dan selada, Patrick!""Tidak mau, Spongebob.""Hahaha!" suara ledakan tawa kembali memenuhi seisi ruangan gedung ini karena video yang ditampilkan di dalam layar besar adalah cuplikan video dari film kartun yang ternama bukan video tentang Viola yang diculik."Oh, jadi ini video tentang keadaan Viola yang diculik ya, Tuan Ken, hahaha!" celetuk seseorang.Sagara menggenggam erat tangannya karena sangat kesal dengan tingkah orang itu yang sedari tadi selalu mengolok-olok-nya. Sagara juga sangat kesal dengan tawa semua or