Share

8. Viona Dianggap Sebagai Jimat

Setelah hening beberapa saat, Sagara mulai membuka suaranya kembali.

"Ken, bagaimana keadaan Tante Amanda? Apakah dia baik-baik saja?"

"Bunda Amanda keadaannya masih sama seperti dulu. Masih sering menangis jika teringat dengan insiden hilangnya Arabella." sahut Sekretaris Ken sendu. "Mungkin jika Adikku bisa ditemukan kembali, Bundaku sepertinya bisa normal kembali kejiwaannya."

"Bagaimana perkembangan dari hasil penyelidikan Detektif yang kamu sewa? Apakah sudah menemukan titik terang?"

"Belum, Tuan. Keberadaan Adikku seolah-olah terhalangi oleh kabut hitam yang sangat pekat. Sampai-sampai secuil informasi tentangnya pun belum berhasil ditemukan oleh Detektif yang aku sewa."

"Semoga Adikmu segera ditemukan ya." harap Sagara.

"Aamiin, mudah-mudahan, Tuan." angguk Sekretaris Ken.

"Ngomong-ngomong, Adikmu tahun ini kira-kira sudah sebesar apa ya? Em, maksudku usianya."

"Harusnya dia sudah kuliah semester pertama."

"Woah, ternyata dia sudah besar juga ya."

"Iya, Tuan."

"Sepertinya Adikmu sama cantiknya dengan Tante Amanda."

"Sudah barang tentu, Tuan. Bunda selalu berkata kalau Adikku adalah anak yang sangat cantik sekali."

"Aku percaya ucapan Bundamu, Ken. Beliau saja cantiknya tidak terkira, apalagi anak perempuannya."

"Tapi Tuan jangan ngarep jadi Suami Adikku ya! Aku nggak mau punya Adik Ipar kayak kamu, Tuan."

"Why? Aku tampan, mapan, dan juga terkenal."

"Aku tidak mau kalau Adikku mendapatkan pasangan yang hanya tertarik dengan kecantikannya saja."

"Uhuk, uhuk," Sagara terbatuk.

"You know lah,"

"I see," angguk Sagara. "Aku memang lebih suka dengan wanita cantik. Apa salahnya coba?"

"Ya memang nggak salah. Tapi aku pengen punya Adik Ipar yang mencintai pasangannya bukan karena memandang rupa, Tuan."

"Oke, terserahlah. Lagipula belum tentu juga aku jatuh cinta dengan Adikmu. Hahaha," kekeh Sagara.

"Awas saja ya kalau Tuan jatuh cinta pada Adikku. Aku nggak akan merestuinya, hahaha," gelak Sekretaris Ken.

***

Di meja lain, Awan saat ini sedang dilendoti oleh Istrinya yang bernama Yunita.

"Sayang, tadi kamu kemana? Kok tiba-tiba mobil kamu memisahkan diri dari rombongan?"

"Tadi aku ada urusan mendadak, Sayang."

"Kamu nggak lagi bohong kan?"

"Kamu nggak percaya sama aku, hm?"

"Tentu saja aku percaya."

Bagus. Kamu memang wanita yang paling pengertian, Sayang." puji Awan kepada Yunita.

"Oh iya, nanti malam kamu jangan minum wine terlalu banyak ya! Aku ingin kita ...," bisik Yunita.

"Iya, Sayang. Aku tidak akan minum terlalu banyak. Tenang saja, nanti malam aku akan ...," balas Awan berbisik di kuping Istrinya.

"Hahaha, kamu bisa aja ah," ucap Yunita sambil menepuk ringan paha Awan.

"Aku tidak sabar menantikan malam segera datang." bisik Awan.

Pasangan suami-istri itu masih terus saling berbisik-bisik mesra satu sama lain. Sampai-sampai membuat iri para wanita yang berada di sekitar mereka.

"Eh, lihat deh Tuan Awan dan Nyonya Yunita," bisik mereka sambil menunjuk dengan dagunya ke arah pasangan pasutri itu.

"Ih, mesra banget." iri mereka. "Pengen deh aku jadi istrinya Tuan Awan juga. Udah ganteng, baik, pinter, romantis lagi."

"Iya, betul."

Sekretaris Diana yang masih bisa mendengar bisikan iri para wanita itu hanya tersenyum kecil.

'Aku juga beruntung karena akulah satu-satunya wanita yang dicintai oleh Tuan Awan.' batin Sekretaris Diana.

Saat ini Sekretaris Diana sedang duduk berhadap-hadapan dengan Awan dan Yunita di meja yang sama.

Wanita itu tersenyum melihat kemesraan yang ditampilkan oleh Awan dan Yunita.

Bukan senyum mengagumi, akan tetapi senyuman Sekretaris Diana adalah senyum mengejek Yunita yang mudah dibodohi oleh suaminya sendiri.

Di bawah meja, kaki Awan dan kakinya Sekretaris Diana sedang bermain saling senggol meski di permukaan mereka terlihat seolah acuh satu sama lain.

Awan dan Sekretarisnya kini mulai saling bertatapan dan mulai memberikan sinyal-sinyal kode satu sama lain.

Jika lelaki tampan itu sedang memberikan sebuah kode bahwa hanya Diana lah satu-satunya wanita yang dia cintai.

Sedangkan Sekretaris Diana sedang memberikan kode bahwa dia tidak apa-apa menyaksikan kemesraan sepasang suami istri itu.

***

Di tempat lain.

Viona saat ini sedang didandani oleh seorang make up artist. Namun sang make up artist itu dibuat jengkel oleh tingkahnya Viona yang selalu merebut alat make up dari tangannya.

"Non cantik, tolong diem dulu ya. Biar eke aja yang dandanin yey, Oceh."

"Maaf ya, Mas cantik. Vio tuh nggak cocok kalau didandani sama orang lain. Nanti wajah cantiknya Vio jadi jelek lagi."

"Ya amplop, Non. Tenang aja keles. Eke ini paling top markotop soal dunia per make up-an."

"Tapi bagi Vio, hasil rias Mas cantik ini nggak bagus. Nih harusnya pipi Vio dipakein banyak blush on kayak gini nih." tunjuk Viona yang saat ini tengah membubuhkan banyak blush on ke pipinya dengan media kuas.

"Ya amplop, eke pusiang kalo caranya kayak begindang." ucap sang make up artist itu sambil memegangi kepalanya.

"Cantik kan kan kan?" tanya Viona yang saat ini tengah memperlihatkan hasil make up ciptaannya yang begitu cetar membahana dan fenomenal sejagat dunia per make up-an."

"Tak cantik pun. No, no, no, no, ya. Hasilnya jadi jelek buingits."

"Huaaaa!" Viona langsung menangis kejer saat dibilang hasil make up-nya jelek oleh sang make up artist.

"Aduh, ya amplop, jangan nangis dong Non cantik!" bujuk make up artist itu. "Cip, cip, cip, cip, eh, cup, cup, cup, cup. Jangan nangis Non! Cup, cup, cup,"

"Huaaaa!" Viona masih terus menangis.

"Haduh, eke pusiang kalau begindang terus. Ya sutralah eke manut aja apa kata yey. Make up Non Vio udah bagus kok. Non Vio cantik pakai b, g, t." puji sang make up artist sambil memberikan dua jempolnya.

"Beneran?" tanya Viona yang kini mulai reda tangisnya.

"Yes,"

"Cihuy!" sorak gadis itu riang.

Saat ini Viona mulai menghapus air matanya dan mulai memperbaiki hasil make up-nya kembali yang jadi berantakan karena tangisnya.

"Bedaknya harus ditambahin lagi nih. Blush on-nya juga. Eye shadow-nya juga. Em bagusnya warna hijau terang kayak gini aja apa ya?" 

Sang make up artist hanya bisa pasrah melihat kelakuan Viona yang kini dandanannya makin tidak karuan.

Tidak lama kemudian masuklah Tuan Sofyan dan Nyonya Nadira ke ruang tunggu ini.

"Mas C, Viona sudah selesai belum didandaninnya?"

"Sudah, Jeng." jawabnya lesu.

"Taraaaa! Lihat, Ma! Vio jadi makin cantik kan?" tanya Viona dengan kedua kelopak matanya yang mengedip-ngedip genit berkali-kali.

"Wow, anak Mama cantik banget." puji Nyonya Nadira natural. Padahal dalam hatinya dia merutuki tingkah polah anak bungsunya itu yang dandanannya selalu aneh.

"Woh iya, anak Papa kok jadi cantik banget ya." puji Tuan Sofyan yang tidak mau kalah dalam memuji anak bungsunya.

Sedari kecil Viona memang selalu diperlakukan dengan sangat istimewa karena gadis itu disebut-sebut oleh Cenayang langganan Tuan Sofyan dan Nyonya Nadira sebagai jimat pembawa keberuntungan dan bisa menangkal semua hal-hal negatif.

Kadang sikap berlebihan Tuan Sofyan dan Nyonya Nadira kepada Viona membuat iri anak pertamanya yaitu Viola, yang selalu cemburu saat melihat Viona lebih diistimewakan daripada dirinya sendiri.

***


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status