"Gila kau Bima!!" Syam menarik lengan Abimana keluar dari kamar mereka.
Syam sudah selesai memeriksa keadaan Luna.
"Apanya?!" Abimana.
"Kau tidak lihat seluruh tubuhnya penuh luka seperti itu?! Gila Bima! Sebaiknya kau ke psikiater," Syam menggelengkan kepalanya, ia tak habis pikir dengan perilaku sepupunya ini.
"Aku tidak gila, Syam! Aku melakukannya atas ijin darinya."
"Kau memang tidak gila, tapi perilaku menyimpangmu itu harus disembuhkan Bima. Kau pasti paham maksudku," Syam berkacak pinggang menatap sepupunya yang terlihat bimbang.
"Luna tidak marah aku melakukan itu."
"Dia tentu tidak akan marah! Kau menguasainya! Paham maksudku?!" Syam tampak geram.
"Sialan Syam! Kenapa kau marah-marah!" Abimana baru sadar jika ia dimarahi oleh Syam.
"Aku tidak tega melihatnya. Dia masih terla
Sekitar pukul 21.00, Devi diantar pulang oleh Dimas. Seharian kegiatan mereka hanya menonton film dan mengobrol. Tadi sempat juga mereka makan malam bersama Abimana.Abimana hanya diam saja, Devi merasa canggung berhadapan dengan Abimana yang pendiam.Abimana sempat beberapa kali melihat Luna tertawa dengan celotehan Devi. Tampak tawa tersebut begitu lepas dan tanpa beban.Luna tidak pernah seperti itu selama bersamanya. Ya bagaimana mungkin mau tertawa lepas? Abimana type pria yang tak banyak bicara, ia hanya akan berbicara yang penting saja dan saat dibutuhkan.Abimana iri melihat Luna bisa selepas itu saat bersama Devi. Tawa itu terlihat begitu menakjubkan saat terlukis di wajah cantik Luna.Abimana yakin, sejak dulu pasti banyak yang mengincarnya. Hanya saja Luna tidak berminat dikarenakan kebutuhan ekonomi yang memaksanya tidak memiliki niat untuk menjalin suatu
"Luna kamu sudah sehat?" Raka menghampiri Luna yang sedang membuat pesanan kopi seorang pelanggan."Sudah Pak. Sekarang sudah lebih baik kok," Luna tersenyum menanggapi Raka.Raka hanya diam, ia memperhatikan setiap gerakan Luna."Baiklah, aku akan keluar dulu," Raka pamit.Ia langsung pergi keluar cafe. Banyak pertanyaan dipikirannya. Pikirannya selalu ke gadis itu, Luna sejak setahun lalu selalu memenuhi pikirannya.Raka sudah mengutarakan perasaannya pada Luna belum lama ini, namun entah mengapa Luna menolaknya. Padahal ia sangat yakin bahwa Luna pun memiliki perasaan yang sama padanya.Dia harus menanyakannya pada Luna dengan cepat, itu sangat mengganggunya.Hari ini Abimana akan menjemput Luna di cafe.Aneh! Tidak seperti biasanya, Abimana mengirim pesan padanya.Setelah se
Syam sudah selesai memeriksa Luna dan membalut luka ditangannya. Luna sudah mendapatkan perawatan terbaik yang bisa Syam berikan. Selang infus kembali terpasang ditangan mungil itu.Tubuh mungil itu terlihat rapuh tapi ternyata kuat menghadapi segala cobaan hidup ini. Bahkan dengan berani ia sudah melakukan dua kali tindakan nekat.Mencoba bunuh diri.Walaupun selalu gagal, ternyata Tuhan belum berencana mengambilnya secepat ini. Dua kali pula Luna harus menjalani kehidupannya. Ia harus menghadapinya.Tuhan berencana membuat gadis ini semakin kuat saja. Syam menggelengkan kepalanya. Ia tak habis pikir, gadis ini bisa-bisanya selamat, bahkan sampai dua kali.Syam keluar dari kamar Luna, ia menyuruh Maya mengganti baju Luna dengan piyama tidur saja, agar lebih memudahkannya."Dimana Abimana?" Tanya Syam pada Maya sesaat sebelum keluar dari ka
Semua perihal mengenai kepindahan Luna ke apartemen barunya sudah diurus oleh Vino. Abimana menyerahkan semuanya kepada Vino, asisten pribadinya.Sore ini Luna beserta Maya sudah sampai di apartemen mewahnya. Luna tidak menyangka, ia akan ditempati di apartemen mewah. Bermimpi pun ia tak berani akan menempati apartemen mewah seperti ini."Maya.....Ini bahkan terlalu besar untuk kita berdua tempati," netra cokelatnya berkeliling menyusuri setiap sudut apartemen mewah ini."Ini sesuai keinginan Tuan Abimana. Jadi Luna, nikmati saja," Maya masih sibuk dengan beberapa-- bahkan banyak koper yang ia bawa.Itu bukan hanya koper milik Maya, namun juga milik Luna. Sekarang ia harus memasukkan pakaian Luna dulu kedalam lemarinya."Kau pasti akan lebih terkejut dengan kamarmu!" Maya berteriak dari dalam kamar yang akan Luna tempati.Luna masih berkeli
"Tuan, semua sudah selesai. Nanti malam transaksi akan dilakukan tempat biasa," jelas Dimas, sekarang ia sudah berada di perusahaan milik Abimana.Abimana hanya mengangguk dan ia masih sibuk menandatangani beberapa berkas. Kacamata bacanya bertengger tepat di hidung mancungnya."Dan ini ada titipan dari Nona Luna," Dimas menaruh tote bag berwarna krem itu tepat diatas meja kerja Tuannya.Seketika Abimana langsung menghentikan kesibukannya, ia menatap Dimas dan melihat bawaan Dimas yang ada diatas meja kerjanya.Wajahnya terlihat sedikit kaget dan penuh tanda tanya. Namun ia hanya diam saja. Dimas langsung pamit keluar ruangan, ia tahu harus memberikan ruang untuk Abimana.Sejak Luna memutuskan pindah ke apartemen, Abimana belum pulang ke mansionnya. Ia menyibukkan diri dengan bekerja dan tidur di ruang kantornya.Entah apa yang Tuannya p
Abimana kembali ke kamarnya, seketika aroma harum tubuh Luna masih tercium saat ia membuka pintu kamarnya. Hampa.Sial!Selalu saja, tiap malam pasti ia akan teringat dengan Luna.Ia malas sebenarnya kembali ke mansion, namun malam ini karena keadaan mendesak ia harus kembali ke mansion.Ia rebahkan tubuhnya diatas ranjang besar itu, yang beberapa hari ini tidak ia tiduri. Rasa nyaman langsung melingkupi tubuhnya.Ia bangun kembali dan melepas semua pakaiannya dan menuju kamar mandi. Ia harus membersihkan dirinya, ia ingin cepat tidur. Itupun kalau bisa.Setelah selesai mandi, ia mengambil celana panjang training abunya dan kaos putih yang sangat pas mencetak tubuh kekarnya. Lalu ia menoleh ke lemari pakaian milik Luna.Ia melihat masih ada beberapa gaun yang tidak Luna bawa. Lalu aksesoris yang berada di laci juga tidak dibawa oleh Lu
"Hai Luna!" Sapa Stevan yang sudah berdiri tepat didepan meja kasir tempat Luna berdiri."Sebentar ya Kak, saya selesaikan pekerjaan dulu," Luna.Stevan berjalan menuju meja pelanggan dan ia duduk dekat jendela kaca. Cafe ini dikelilingi dengan kaca, jadi pelanggan bisa melihat pemandangan di luar dan orang yang berada di luar pun dapat melihat keadaan dalam cafe.Setelah beberapa menit lamanya menunggu, kini Luna sudah berdiri tepat disamping Stevan."Luna sudah selesai, kita mau bicara disini saja?" Tanya Luna."Tidak, kita ke tempat lain saja," Stevan pun segera berdiri dan berjalan menuju mobilnya di parkir.Stevan membukakan pintu mobil untuk Luna.Selama diperjalanan, mereka hanya saling menanyakan kabar masing-masing.Mobil pun berhenti diarea sebuah taman umum. Tidak ramai namun juga tidak terlalu sepi. Ada
"Brengsek!" Abimana masih saja mengumpat. Ia sedikit mengentakkan gelas minumannya ke meja dengan kasar. Kini ia berada disebuah club malam bersama Bram, David dan Gery.Malam ini mereka hanya minum saja, menemani Abimana yang sepertinya sedang dilanda masalah perasaan. Wajahnya seperti orang yang sedang merana, rambutnya acak-acakan, kemejanya sudah kusut dan berantakan. Ya, seperti orang frustasi."Stevan tidak salah kurasa. Ia cukup jujur untuk mengutarakan persaingan ini. Lagipula dia juga punya hak yang sama untuk mendekati Luna," Bram."Sialan! Jadi kau mendukungnya?!" Abimana meraih kerah baju Bram dengan kasar seraya menggeram kesal."Hey, santai bro. Kalian bukan sepasang kekasih kan?" Bram.Abimana melonggarkan cengkramannya. Benar! Mereka bukan pasangan kekasih. Abimana sudah mengatakan pada Luna, jika hubungan ranjang itu tidak akan melibat