Mia berjalan pelan saat keluar dari restaurant. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh halaman parkiran dan menemukan keberadaan Rey yang menyandar pada pintu mobil. Anne yang sejak tadi mengikuti dari belakang pun ikut berhenti.
Keduanya melihat ke arah Rey yang diam menunggu dengan pandangan tertuju ke arah keduanya.
“Apa itu suamimu?” tanya Ruella yang menyusul sampai ke pintu.
Kini, ada tiga pasang mata yang menatap Rey di waktu bersamaan.
“Bukan,” jawab Mia sembari berjalan jauh ke depan. “Dia adalah teman dari suamiku.”
“Wah, tadinya kupikir suamimu menyusul ke sini.”
Perkataan Ruella tersebut membuat langkah Mia nyaris terhenti. Namun, dia menutupinya dan berjalan normal kembali.
Setelah dihitung-hitung, ini sudah lewat tiga hari.
Meski pun dia tidak ingin Jaxon menyusul ke sana, tetapi bukan berarti jauh di dalam lubuk hati dia tidak mengharapkan kehadirannya. Bukankah, deng
Jaxon menatap ke luar jendela. Dia sudah melakukan itu sejak beberapa jam yang lalu, membuat beberapa temannya yang berada di sekitar menjadi khawatir, namun mereka memilih untuk membiarkannya tenggelam dalam pikiran sendiri.“Tidak apa-apakah bila dia terus seperti itu?” tanya Gavin yang duduk di sofa dengan kartu remi di tangan.Nicko hanya mengangkat kepalanya sebentar, sebelum akhirnya memusatkan perhatian kembali pada permainan di atas meja.“Mmm … mmm …,” gumamnya pelan.Gideon yang tidak ikut dalam permainan juga melakukan hal yang sama, sehingga Gavin pun mencoba untuk tidak terlalu memikirkan keadaan sahabatnya itu.“Aku tidak pernah melihat dia seperti ini,” ucap Danny tiba-tiba yang membuat Gavin kembali menatap ke arah Jaxon.Kini, sahabatnya itu berjalan menuju rak buku dengan jemari menyentuh setiap judul yang bersusun di depan mata. Pembawannya mungkin tampak tenang, tapi lima
Restauran Deli tampak sepi siang itu, sehingga Anne memilih untuk mengambil waktu istirahat selama setengah jam. Dia baru saja selesai membereskan konter saat tiba-tiba Mia masuk ke dalam dengan tatapan gelisah.Mendapati itu, Anne pun melambai rendah yang membuat Mia senyum seketika. Untuk sesaat wajahnya menjadi lebih rileks.“Hay,” sapa Mia sembari melangkah ke dalam dan mendekati konter di mana Anne berdiri di baliknya.“Apa kau ingin makan siang?” tanya Anne dengan nada antusias. Entah mengapa, dia sangat senang melihat Mia di sekitar.Sejak kedatangan Mia ke Blueberry, dia sering membantu Anne yang kesulitan ekonomi. Bahkan, pekerjaannya sebagai pelayan di Deli adalah menggantikan posisi Mia yang pergi ke Denver. Rasanya, wanita itu sudah cukup banyak membantu.Mia yang mendengar pertanyaan Anne hanya menggeleng pelan.“Aku ingin duduk di sini saja,” ucap Mia sembari menunjuk salah satu meja.
Sehari Sebelumnya.“Apa kau sudah memikirkan langkah yang akan kau lakukan?” tanya Nicko di tengah-tengah meja makan.Seketika semua orang berhenti mengunyah, dan mereka melihat ke arahnya secara serentak.“Hey, kau bertanya pada siapa?” tanya Gavin dengan wajah kebingungan.Nicko menyeka mulutnya menggunakan serbet, sebelum akhirnya dia menatap ke arah Jaxon yang melanjutkan suapan. Sama sekali tidak peduli dengan interupsi barusan. Bahkan, pria itu makan dua kali lebih banyak dari biasa. Membuat beberapa teman-temannya was-was, karena itu artinya Jaxon sedang mengumpulkan tenaga untuk memukul mereka satu per satu.Kejadian kemarin saja sudah cukup membuat Danny, Connor, dan Gavin nyaris dilarikan ke rumah sakit. Itu sebabnya masing-masing wajah rupawan anggota Red Cage itu dipenuhi perban.Hampir saja Danny memakai kruk andai saja Jaxon tidak dihentikan oleh Nicko. Begitu pula Connor yang kesulitan
Saat Ini.Jantung Mia berdetak keras begitu bunga mawar yang berada tepat di hadapannya bergeser dan memunculkan sosok laki-laki yang menjungkir balikkan hidupnya beberapa hari ini.Penampilan pria itu sama seperti sebelum-sebelumnya. Jas hitam melekat di tubuh dengan dasi sama hitamnya, rambut seperti tinta dan manik mata segelap malam. Namun, yang berbeda hanyalah kantung mata yang terlihat menggelayut, tetapi tidak sedikit pun mengurangi wajah rupawannya yang mengesankan.Dan dengan tatapan lembut penuh perasaan yang hendak tumpah, Jaxon memandang Mia lekat-lekat.“Dolcezza,” bisik pria itu sembari mendekat bersama buket mawar dalam genggaman.Dia tampak gugup.Pemandangan yang sangat asing dari sosok kuat dan tegasnya selama ini, membuat Mia mengedipkan mata beberapa kali untuk memastikan bahwa pria yang berdiri di hadapan benar adalah suaminya, Jaxon Bradwood.“Apa yang …” Ucapan Mi
Lama Mia memandangi buket mawar yang berada dalam pelukan. Dia bahkan tidak henti-hentinya membaui setiap kelopak mawar yang mekar. Bahkan, tangannya sesekali mengusap lembut setiap tangkai demi tangkai mawar yang sangat indah dengan warna merah menyala di bawah terpaan sinar mentari.Rey yang sejak tadi memerhatikan setiap kegiatan Mia dari luar restaurant akhirnya tidak tahan untuk berdiam saja. Dia pun mengabadikan momen-momen tersebut melalui kamera ponsel, lalu mengirimkannya ke grup.AllOfYouAreLiar: Misi berhasil, Brothers.Seketika, dia mendapat jawaban secara bertubi-tubi dari penghuni grup yang selalu tidak sabar mendapat berita terbaru.HusbandMaterial: *Emoticon Smirk* That’s My Wife.Melihat nama Jaxon yang telah berganti dari NotHusbandMaterial menjadi HusbandMaterial, Rey pun terkekeh pelan. Dia tidak mengira temannya itu akan dengan cepat mengganti nama aliasnya.Setelah puas mengganggu para penghuni grup, Rey pun memas
Pagi itu, Mia hanya memandangi buket bunga yang terletak di dalam kamarnya berlama-lama. Dia tampak enggan beranjak dan hanya duduk diam memperhatikan rangkaian mawar di meja.Kegiatan itu dia lakukan selama beberapa waktu, sampai pada akhirnya terdengar ketukan dari luar pintu yang Mia yakini pelakunya adalah Rey.Selama beberapa hari tinggal bersama pria itu, Mia dapat melihat kesedihan yang menyelimutinya, namun pria itu tutupi dengan rapi.Hal itu membuat mata Mia sedikit terbuka, bahwa pria paling ditakuti sekali pun tampaknya memiliki sesuatu yang disimpan sendiri. Mereka memiliki beban masing-masing, yang membuat Mia bertanya-tanya, mungkinkah Jaxon juga merasakan apa yang dirasakannya saat ini?Melihat kantung matanya yang bagai panda saat pertemuan kemarin, rasa bersalah perlahan memakan kesadaran Mia, membuatnya membenamkan kepala di antara paha sembari membayangkan masa depan mereka. Terutama, ada satu nyawa yang akan hadir dalam pernikahan ini
Jaxon tidak henti-hentinya tersenyum begitu melihat sonogram bayi mereka yang berupa gambar hitam putih. Dia bahkan berkali-kali menyentuh perut Mia dengan perasaan penuh kembagaan. Bahkan, beberapa kali Mia menepis tangan Jaxon yang seakan ingin menempel pada tubuhnya itu.“Berhenti menyentuhku terus, Jaxon!” geram Mia, karena tangan pria itu selalu saja kembali pada perutnya, seolah-olah tidak ada hal menarik lainnya yang bisa Jaxon lakukan selain menyentuh, mengelus dan berprilaku seperti seorang pria yang memenangkan suatu pertempuran.Tanpa mendengarkan protes Mia, Jaxon mendaratkan satu kecupan di bibir wanita itu sebanyak tiga kali.Mendapati hal tersebut, kemarahan Mia surut seketika, namun dia tetap melempar delikan yang sama sekali tidak Jaxon pedulikan.“Twins,” gumam Jaxon, seakan tidak percaya dengan ucapannya sendiri. “Kau dengar tadi, Dolcezza, kita akan mendapatkan bayi kembar!”Tentu saja Mia den
Rey melihat keluar jendela, pada pasangan sejoli yang tampak enggan berpisah namun masih malu-malu untuk tetap bersama, membuatnya menggelengkan kepala sembari berdo’a kedua insan itu mengakhiri drama.Ketika Jaxon hendak mencium Mia, segera Rey menutup tirai jendela. Cukup baginya untuk mengintip sesuatu yang dia sendiri tidak ingin saksikan.Sementara itu, Jaxon yang masih ingin menghabiskan waktu bersama Mia, tampak berat hati melepas tangan sang istri.“Aku ingin membawamu dinner besok malam,” ucap Jaxon dengan suara sedikit melunak. “Akan kujemput jam tujuh.”Mia tidak langsung menjawab, dia memilih untuk diam sejenak.Karena tiada jawaban juga, Jaxon pun terus mengutarakan apa yang dia inginkan.“Setelahnya, aku ingin membawamu ke suatu tempat. Karena ada seseorang yang ingin kupertemukan denganmu, Dolcezza.”Mendengar itu, Mia memberikan setengah perhatiannya, membuat Jaxon merasa itu a