Pas sekali, Aaron tidak memakai baju dan hanya bertelanjang dada. Jadi Rosene dapat melihat bentuk otot perut yang sudah mirip seperti roti sobek itu. Aroma tubuh Aaron menyentuh indera penciuman Rosene. Kejadiannya begitu cepat. Sampai-sampai Rosene tidak bisa menghalau serangan itu. "Apa yang kau lakukan?" tanya suara berat itu. "A-aku, emm sa-saya sedang membangunkan Tuan.""Membangunkan apa? Kau tahu, yang kau lakukan itu bukan hanya membangunkan diriku, tetapi juga membangun adikku." "Adik?" Rosene terdiam sesaat. Berta menggigit lidah agar tawanya tidak meledak. Lima menit, Rosene baru paham tentang adik yang dimaksud Aaron. Secepatnya ia beranjak dari posisinya. Aaron pun sama halnya, karena sudah bangun. Maka ia akan turun. Rosene memalingkan wajah. Sialan Aaron ini, bisa-bisanya dia tidur hanya dengan mengenakan celana dalam saja. "Saya akan siapkan air hangat," kata Berta. Rosene diam saja. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Aaron meraih gelas berisi air putih yang mema
Seketika suasana menjadi gaduh. Ben berdiri dari duduknya. Senjata api ditarik. Kemudian mengacungkan ke arah Rosene. Semua yang ada di ruangan tersentak. "Apa yang kau lakukan pada Tuan?" "Hentikan!" Aaron berteriak. "Ben turunkan senjata atau aku yang akan menembakmu!" Ben jelas kaget dengan sikap Aaron yang malah membela Rosene yang jelas-jelas ingin mencelakainya. Rosene langsung mundur ke belakang, bersembunyi di belakang tubuh Berta. Ia harus melindungi diri. "Tapi, Tuan. Anda tersiram air panas." "Hanya air hangat. Aku tidak selemah itu." Aaron menoleh. Ia memandang Rosene. "Seret wanita itu, bawa dia ke kamarku." Mendengar perintah itu, pengawal berbadan besar yang siap siaga di sana langsung bergerak. Rosene diseret menuju ke kamar yang tadi sempat ia singgahi. Tubuhnya dilempar di lantai. Setelah itu, pengawal pergi meninggalkan Aaron bersama dirinya. Pintu ditutup, dan dikunci. Tawa pria itu berderai. Aaron mendekat kemudian berjongkok. Ia harus membuat dirinya seja
"Apa yang kau lakukan, Nona." Ben langsung menangkap tangan itu. Sejak dulu, Ben tidak suka Lucia. Kenapa wanita itu berpikir ingin menggoda dirinya. "Menjijikkan!" Lucia tersentak mendengarnya. Matanya melotot. Lekas ia menarik diri menjauh dari Ben. Rupanya, usaha merayu Ben gagal. Ben tidak seperti yang ia kira. "Berani menyentuhku, kupatahkan tanganmu!" Ben melenggang pergi setelah mengatakan itu. Lucia mendecak, serta menghentakkan kakinya di tanah sebanyak dua kali. "Sial!" Lucia mengumpat. Dua orang dalam sehari ini yang ingin mematahkan tangannya. Tetapi, Lucia tidak akan takut hanya dengan gertakan sekecil itu. Berta tidak akan melakukan itu, demikian pula dengan Ben. Aaron tidak akan membiarkan dua orang itu menyakiti dirinya. Karena sampai sekarang, dirinya masih berstatus sebagai wanita kesayangan Aaron. Sementara itu. Rosene betul-betul melakukan perintah Aaron. Untuk kesekian kalinya, ia melakukan hal yang belum pernah ia lakukan. Memandikan seorang pria yang berus
Aaron jelas kaget, Rosene mendorongnya kuat sampai ia termundur ke belakang dan punggung yang membentur pinggiran kolam. Rosene memperbaiki kancing kemejanya. "Sudah cukup, saya akan panggilkan pelayan lain." Rosene berdiri dari posisinya. Kemudian keluar dari air. Anehnya, Aaron tidak bisa mencegah itu. Ia membiarkan Rosene berlalu begitu saja dari hadapannya. Saat wanita itu menghilang, barulah Aaron mengumpat. "Shit!" Bogem mentah ia layangkan pada genangan air. Ia menyibak rambutnya yang basah. Padahal sedikit lagi, tetapi malah gagal. Rosene keluar dalam kondisi basah kuyup dan itu membuat Berta mempertanyakan hal itu. "Apa yang terjadi?" Pertanyaan Berta itu membuat Rosene memandangnya. "Tuan butuh pelayan." Rosene berekspresi datar. "Anda tidak apa-apa?" Berta memperhatikan Rosene. "Apa Tuan menghukum Anda?" "Iya, sekarang pergilah. Tinggalkan aku sendiri." Rosene menutup akses masuk ke dalam kamarnya untuk Berta. Ia harus berganti pakaian. Dan memenangkan diri sebentar
Aaron berhenti sebentar sebelum masuk. Ia memandang Rosene yang berdiri di dekat pintu seraya membungkuk memberi hormat. Kemudian ia menatap Ben dan itu merupakan sebuah kode. Pria itu mengangguk kemudian segera menyingkir dari sana. Disusul kemudian beberapa pengawal yang mengikutinya. Rosene segera menjalankan tugas. "Mari, Tuan." Rosene meraih mantel dari tangan Aaron. Kemudian mengikuti langkah Aaron menuju ke kamar. Sesuai kebiasaan. Setelah pulang bekerja, Aaron akan membersihkan diri kemudian bersantap malam. Tetapi, Rosene perlu juga menanyakan apakah Aaron sudah makan di luar. Sialnya Aaron belum makan dan Rosene harus menyiapkan itu semua, jelas ia melayani Aaron. Berta bilang, ia harus melayani Aaron seperti seorang suami. Yang benar saja, Aaron bukan suaminya. Tetapi, ia harus melakukannya. Tiba di kamar, Aaron berdiri menghadap Rosene. Gadis itu memandangnya sebentar. Kemudian ia berdehem. Ia nyaris lupa bila ia harus membantu membuka maupun memasang busana Aaron. Ro
Masalah sudah teratasi dan Berta bersedia menyimpan rahasia. Rosene menghela napas lega. Terlalu dini baginya untuk bersikap santai. Ini masih belum apa-apa. Ia sama sekali belum tahu apa-apa tentang Dare Devil. Ia harus bisa menggali informasi lebih jauh lagi. Tugas terakhir, ia harus memastikan Aaron telah beristirahat dengan tenang barulah ia bisa tidur. Ia akan kembali ke kamar Aaron. "Kau istirahat saja." Berta menegur. "Masih ada tugas terakhir." "Serahkan saja padaku." Rosene memandang Berta. Kalau bukan karena tujuan, jelas Rosene akan berkata iya. Ia harus memanfaatkan sedikit waktu yang ada. "Aku harus melakukannya." "Baiklah." Sepatu bertumit tinggi yang sempat ia lepas kembali dipakai. Sebenarnya ia pegal karena terus menyesuaikan kakinya dengan sepatu tinggi itu. Sepatu boot lebih nyaman. Tetapi, mau bagaimana lagi. Ternyata di dalam kamar Aaron ada Ben. Jelas ia tidak bisa masuk sembarangan. Kemudian seorang pria berpakaian serba hitam muncul. Rosene membungkuk
Ini pertama kalinya Rosene menginjakkan kaki di markas besar Dare Devil. Gugup itu jelas ia rasakan. Ia adalah seorang musuh yang tidak sepantasnya berada di sarang lawan. Tetapi, ini harus ia lakukan untuk menggali informasi mengenai Dare Devil. Dari luar, Bangunan ini memang nampak biasa. Malah terlihat seperti rumah kebanyakan penduduk lokal. Namun siapa sangka, begitu ia masuk, Rosene malah berada di lantai puncak. Di bagian sudut ruangan itu terdapat sebuah tangga. Rosene mengikuti langkah Aaron mendekati tangga yang menuju ke ruang bawah. Begitu Rosene sampai, semua mata tertuju pada dirinya. Aura permusuhan begitu kental memenuhi ruangan yang bernuansa gelap itu. Bola mata Rosene memindai seisi ruangan. Baik pria maupun wanita semua mengenakan pakaian serba hitam. Hampir tidak ada bedanya, yang pria kebanyakan memiliki sebuah seni di lengan sedang yang wanita di leher. Kepala jaguar bermata iblis sebagai simbol dari klan mereka. Rosene menelan ludah. Mendadak ia jadi ragu.
Ruangan seketika hening tanpa suara. Asap mengepul dari moncong senjata api yang dipegang Rosene. Ia terpaku di tempat disusul dengan hembusan napas yang tidak beraturan. Jantungnya berdegup kencang di detik-detik terakhir permainan. Rosene yang sempat pesimis kalah segera membalikkan keadaan sampai ia berhasil memenangkan pertandingan. Seluruh anggota Dare Devil jelas kaget. Mereka semua mematung di tempat, melihat salah satu anggota terbaik Dare Devil terkapar dengan luka tembak di dahi. Mereka tidak menyangka bila Luca akan kalah. Sang pemimpin tertinggi klan pun sama halnya. Pria itu tersenyum miring. Ia sudah menduga bila Rosene bukanlah wanita biasa. Dia memiliki kemampuan di atas rata-rata. Sebagai seorang wanita, dia terlalu tangguh dan kaku. Namun, di lain sisi, Rosene juga terlihat sadis dan cantik di saat yang bersamaan. Suara tepuk tangan terdengar memecah keheningan. Kemudian riuh terdengar dari para anggota. Itu karena Aaron yang memulai. Tubuh yang telah terkapar itu