Mobil bergerak melewati rute menuju markas. Untuk sementara, perusahaan akan dilimpahkan pada anak buahnya. Aaron akan fokus pada klan mempersiapkan strategi untuk menyerang Rossmoss. "Semuanya sudah berkumpul." Ben memberitahu Aaron mengenai hasil panggilan yang baru saja dilakukan bersama Diego. "Bagus, lebih cepat lebih baik. Hubungi Nick, kita butuh informasi dari dia." "Sudah dalam perjalanan, Tuan." Pembicaraan berakhir dengan dering ponsel yang mengganggu. Kening Ben mengkerut. Ada masalah apa sampai Berta menghubungi dirinya. Tanpa berpikir ulang, Ben langsung menggeser layar ke kanan. "Katakan." Aaron melirik Ben sekilas. Ia melihat raut keterkejutan di wajah Ben sebelum panggilan diakhiri. "Ada apa, Ben?" Ben memandang atasannya. "Nona Rosene tidak sadarkan diri." Raut wajah Aaron berubah dalam sekejap. Ia memandang ke depan tempat sopir yang merangkap sebagai pengawal berada kemudian memberi perintah. "Putar balik arah."Sang sopir mengangguk. Kemudian menjalankan
Diego langsung menegang. Orang yang dibicarakan malah datang tiba-tiba. Aaron muncul dengan piyama dan jubah satin di tubuhnya. Sialnya, dia malah mendengar apa yang tadi dia ucapkan, ini gawat. "Tuan," sapa Ben. Aaron memandang dua orang yang duduk di sofa. "Aku tanya. Siapa yang akan kalian seret?" Aaron mengulang pertanyaannya. "Anu, Tuan ...." Diego langsung menutup mulut Jekco yang hendak berbicara. Akan gawat kalau si mulut besar itu bicara yang tidak-tidak pada Aaron. "Nick, Tuan. Dia akan segera tiba." Akhirnya Diego mengalihkan topik pembicaraan. Ben hanya bisa menahan tawa melihat tingkah kedua rekannya. "Bagus. Waktunya tepat 'kan." Diego terkekeh. "Iya, Tuan." Lalu ia menoleh pada Jekco dan memberikan pelototan tajam. Nick benar-benar datang setelah lima menit berlalu. Kini, anggota inti Dare Devil telah lengkap. Ini kenapa Dare Devil menjadi sekuat sekarang. Siapa lagi kalau bukan karena mereka. "Bagaimana perjalananmu, Nick?" "Aman, Tuan. Semua berjalan lancar."
Yang benar saja. Gaun merah tanpa lengan, berdada rendah yang memiliki tali kecil itu memang sangat indah. Tetapi, bukankah itu terlalu terbuka bila dipakai untuk siang hari. Terlebih di cuaca yang dingin seperti ini. Melanie harus menolak itu. Atau ia akan memilih gaun yang lain sebagai gantinya. Markus tidak akan marah 'kan? "Tuan, sepertinya itu agak ...." "Tidak apa-apa, Sayang. Gaun ini akan membuatmu semakin cantik." Nada bicara Markus memang terdengar lembut, tapi Melanie tahu. Kalau nada bicara itu tidak bisa dibantah. Dipastikan ia akan mendapat masalah kalau tidak patuh. Yang dikatakan Markus ada benarnya. Dirinya memang sangat cantik setelah mengenakan gaun merah itu. Perbedaanya sangat jauh sebelum dan setelah berganti pakaian. Masalahnya adalah, untuk apa Markus meminta dirinya berpakaian seperti ini? Apakah pria itu ingin mengajaknya berkencan? Kalau benar begitu, apa yang harus Melanie lakukan? "Ayo, Sayang." Markus mengulurkan tangan dan disambut oleh Melanie. W
Gadis itu yang dimaksud. Melanie? "Tolong sebutkan posisi Tuan." "Aku akan kirim lokasinya." "Baik." Panggilan ditutup. Jack kembali menemui Markus dan melaporkan apa yang telah terjadi. "Tuan, Melanie melarikan diri." "Apa? Sialan!" Markus mengumpat. Ia sampai meninju bangku kemudi di depannya saking kesalnya. "Segera lacak dia." "Baik, Tuan." Di sisi lain, Mathius merutuki diri. Gadis itu sangat licin bagai belut. Bodyguard yang berhasil menangkapnya sampai kualahan karena gadis itu terus memberontak, hingga akhirnya bisa kabur kembali. Ini salahnya yang menyuruh sopir untuk berhenti tiba-tiba karena ia melihat seorang wanita yang ia kenal, berkeliaran di jalanan. Apa yang akan ia katakan pada Markus nanti? Alasan yang membuat Melanie sampai kabur. Bila ia mengatakan yang sesungguhnya. Entah apa yang akan dilakukan putranya itu. "Apa benar tadi Samantha?" Mathius bergumam. Ia sampai lupa kalau harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan Melanie. Ia malah memikirkan wanita
Melanie langsung menepuk tangan wanita itu sehingga makanan sisa yang hendak dimasukkan ke dalam mulutnya berhasil digagalkan."Nyonya, apa yang kau lakukan?" Wanita itu sedikit linglung. Ia meneliti area sekitar. Nampak asing, kemudian ia mendongak menatap Melanie. "Aku lapar." Suaranya terdengar lemah. "Tapi itu makanan sisa. Mungkin sudah basi. Itu juga kotor karena dari tong sampah." Seperti orang bingung, wanita itu memandang kembali makanan yang memang tadi ia ambil dari dalam tong sampah. "Tapi aku lapar." Mendengar itu, rasa iba datang. Sebenarnya bukan hanya wanita tua itu yang lapar, dirinya juga. Sayangnya, ia malah tidak membawa apa-apa. Terlebih uang sepeser pun. "Tunggu. Sepertinya aku punya sesuatu yang bisa dijual." Melanie meraba daun telinga bagian bawah. Ia teringat anting emas yang diberikan oleh Markus. Ya, itu adalah barang berharga. Ia bisa menukarnya dengan uang. "Nonya, bangunlah." Melanie membantu wanita itu berdiri. "Aku akan membelikanmu makanan na
Yang dikatakan Melanie benar. Namanya saja sebagus itu. Dia mungkin saja orang kaya. Hanya saja tengah tersesat. "Nyonya berasal dari mana? Oh iya, namaku Melanie Marino. kau bisa panggil aku Melanie saja." Wanita setengah baya itu mengangguk. Kemudian kembali fokus pada makanannya. Waktu bergerak cepat, matahari meninggi dan semakin menyengat. Sayang sekali Melanie harus keluar dari gedung. Dan sialnya wanita itu terus mengikutinya. Ingin meninggalkannya, Melanie tidak tega. Sementara Melanie harus bergerak cepat mencari tempat persembunyian yang aman. "Nyonya. Apa kau punya tempat tujuan? Aku akan mengantarmu." Melanie menawarkan. Mana mungkin ia membawanya serta dalam pelariannya. Itu hanya akan menghambat gerakannya saja. Wanita itu mengangguk. Ia ragu-ragu menjawab. "Aku ingin menemui suamiku." Kendaraan roda empat melesat cepat membelah jalanan ibukota Italia yang padat. Sehingga, dalam waktu singkat. Mobil yang dikendarai oleh sopir yang juga seorang anggota Dare Devil it
Waktu telah ditentukan. Esok hari, Dare Devil akan masuk ke wilayah Rossmoss untuk pertama kalinya. Aaron yang begitu percaya diri untuk menyerang, telah menyiapkan beberapa hal. Terutama mental. Sebab, ia datang bukan hanya untuk menyerang. Melainkan mencari keberadaan sang ibu yang sudah ditetapkan tempat dan lokasinya yang berada di wilayah Rossmoss. Kemungkinan lainnya, ia akan bertemu dengan pria itu. Pria yang berperan besar lahirnya Aaron ke dunia. Bohong kalau ia tidak ingin tahu rupa pria itu sekarang. Namun, sebelum itu, ia harus memastikan keadaan perusahaan dalam keadaan baik. Untungnya ia punya Ben yang dengan sigap melakukan apa yang seharusnya ia lakukan sebelum diperintah. Perlengkapan persenjataan dan penyerangan diserahkan pada Diego selaku pemimpin lapangan. Jekco pun juga tidak tinggal diam, ia meretas sistem CCTV jalanan ibukota. Dan terus mengawasi pergerakan Nyonya Samantha. Lalu Rosene, apa yang dilakukan wanita itu? Ia meminta izin pada Aaron pergi ke ger
"Wah, lihatlah ini." Janeth berdiri dengan tawa menyeringai. Melanie mengumpat dalam hati. Kenapa ia malah bertemu dengan wanita ini. "Hei, Jalang. Kau sungguh menyebalkan. Kau sama seperti kakakmu yang arogan itu, huh?" "Bicara apa kau?" Melanie tidak terima karena disebut jalang. "Tapi tunggu. Aku penasaran, siapa yang ada di belakangmu itu?" Melanie menoleh ke belakang sebentar. Lalu menggeser tubuhnya yang tak lebih kecil itu untuk menutupi Samantha. Wanita itu tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Jadi ia tidak akan biarkan wanita itu terluka sedikitpun. Ia tahu Janeth. Dia tidak akan segan melakukan hal buruk pada sesuatu yang dianggap mengganggu dirinya. "Kau jangan menyentuhnya. Atau kau akan mendapat masalah besar." "Wah, bagaimana ya. Aku sedang kesal dan aku ingin membunuh orang." "Kalau begitu bunuh saja dirimu sendiri yang tak berguna itu." Telak, ucapan Melanie menyulut emosi Janeth. Sudah kesal karena mendapatkan perintah yang tidak ia sukai. Sekarang malah di