Pintu mobil mulai dibuka paksa, dan seketika cahaya bulan di malam itu masuk menerangi seisi interior mobil. Claudia kembali berusaha memutar tubuh, hatinya menggebu-gebu antusias tanpa pernah membayangkan jika nama itu akan membawa kelegaan tersendiri. Terutama ketika bayang-bayang akan sosok sang kakak yang sedang menunggu cemas di luar pintu memenuhi pikirannya.
Kali ini ia berhasil melawan rasa sakit. Namun sayangnya sosok Vania yang begitu diharapkan tidaklah tampak. Hanya ada Kirra Anggriawan yang berdiri seorang diri di ambang pintu.
“Sini aku bantu.” Kirra membantu mengeluarkan Claudia dari mobil, sementara mayat-mayat hidup telah berperilaku jinak layaknya ada sang Tuan di dekat mereka.
“Di mana kakak?” Claudia bertanya.
“Entahlah.
Udara berbau busuk ikut terbawa serta oleh embusan angin liar yang menerpa halaman tengah istana Kerajaan Ishlindisz. Eins Stewart spontan menurunkan Desperia, pecahan North Compass yang meminjam wujud sebagai senjata busur, sementara mata heterokromatik miliknya menatap jauh ke sumber tiupan angin.Petanda itu bukanlah sesuatu yang tidak diantisipasi olehnya. Sejak awal ia sudah menduga hari seperti ini akan datang. Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja!Eins bermaksud menyudahi latihan rutin tepat ketika hari menjelang malam. Udara yang semakin tak bersahabat sungguh mengusik niat dan kesenangannya itu. Namun, pada saat ia hendak meninggalkan halaman tengah, tiba-tiba saja matanya memicing menatap sebuah objek asing yang ada di puncak atap menara timur kerajaan. Objek tersebut berwarna putih bersih dan perbedaan warnanya sangat kontras jika diban
“Ti—Tidak mungkin...” Darah mengalir keluar melalui sudut bibir Eins Stewart. Desperia, senjata yang selama ini paling ia banggakan tampak terempas lepas dari genggaman tangan, sementara sepasang matanya menatap tak percaya pada transformasi sosok yang tengah mencekik erat lehernya.Claudia En Lacia Ishlindisz memenangkan pertarungan dengan Eins Stewart. Lapisan zirah putih bersih yang melindungi, membuat fisik anak perempuan itu tampak seperti sesosok makhluk asing menyerupai kerangka manusia namun dengan ukuran tulang yang lebih besar, lebih tinggi dan lebih tebal. Duri-duri tulang dengan berbagai macam ukuran terlihat mencuat keluar dari punggung serta sepanjang lengan, menciptakan kesan mengintimidasi yang teramat sangat.Tepat di samping mereka, tampak sebuah kawah raksasa yang terbuka akibat benturan dua energi yang begitu besar beberapa
“KIRRA!!!” pekik marah Vania menggelegar memenuhi setiap sudut istana.Kirra Anggriawan tak mampu menyembunyikan senyum gembira sewaktu menyambut tamu utama di puncak pestanya itu. Ia membungkuk rendah mengambil Desperia yang tergeletak di atas tanah. Sekejap saja senjata tersebut berubah wujud menjadi sebuah pedang kristal hitam. Kilap sebening kaca tampak di sepanjang mata pedang. Sedangkan warna hitam yang lebih pekat dan padat terlihat di gagang.Di sisi lain, Alvi Veenessa Endley telah siap dengan Vanishia. Senjata berwujud sabit besar itu tak kalah mengintimidasi. Bilahnya yang melengkung tajam siap merobek siapa pun yang menjadi lawannya.“Vania, kendalikan emosimu,” ujar Alvi dalam hati memperingatkan jiwa sang senjata.Vania tidak m
Vice menarik tubuh kecil Claudia ke dalam dekapannya. Dengan tangan kiri yang masih bergelantung pada sebuah rantai besi hitam, ia tampak begitu terampil di setiap pergerakan.Rangkulan lembut sekejap terasa melingkari erat di pinggang Claudia sekaligus memaksa anak perempuan itu untuk membalas dengan hal serupa. Claudia tidak punya pilihan lain selain melingkarkan kedua tangan pada Vice.“Pegang yang erat.” Vice berkata sebelum dirinya melompat menjauhi dinding kawah.Tindakan ekstrem ini tidak pernah diduga Claudia. Anak perempuan itu refleks mengeratkan pelukan sampai-sampai meremas pakaian Vice. Terlebih saat ujung rantai yang satunya lagi melepaskan diri dari tancapan. Namun sebelum mereka sempat jatuh semakin jauh, ujung sang rantai telah bergerak luwes ke titik lain dan mendaratkan &ls
“Selamat datang, Penguasa Kematian.” Kirra menyambut kehadiran sosok baru di hadapannya.Wujud mengerikan setinggi dua setengah meter dengan tubuh yang hanya berlapis kulit kering busuk tanpa daging itu menggeram pelan. Sebuah tanduk yang hanya mencuat di sisi kiri dahi menambah kesan mematikan yang memang sudah secara alami terpancar di wajahnya.Alvi Veenessa Endley dalam kondisi sangat sadar saat perubahan itu terjadi. Darah Kaum Ifrit yang mengalir di tubuhnya menderu deras dan mengubah total seluruh tampilan fisiknya hingga tampak seperti iblis sungguhan. Tidak hanya itu, kekuatan korosif yang merupakan kekuatan murninya sekaligus menjadi satu dari dua kekuatan kematian yang ia miliki pun ikut meluap-luap keluar menyambut kemarahan wanita itu pada sosok Kirra Anggriawan.“Terimalah persembahan
Vice Kyle jatuh berlutut dengan napas tersengal-sengal. Sesuatu yang sepintas terjadi barusan hampir menguras habis seluruh tenaga dan kekuatannya. “Sial, mau sampai kapan kau keras kepala seperti ini?” gumamnya setengah kesal, setengah lega.Mayat hidup yang tersisa di kawah tinggal kurang dari tiga puluh. Seharusnya Vice bisa menyelesaikan dengan lebih cepat seandainya hal mendadak itu tidak terjadi.Satu gerakan melingkar secara horizontal dari senjata rantai panjang mengakhir pertarungan tak seimbang di dasar kawah ini. Senjata berwarna hitam keseluruhan itu menyusut menjadi lebih pendek dan tampak seolah-olah hidup karena bergerak luwes kembali pada Vice. Tingkahnya seperti anak kecil yang meminta pujian setelah melakukan tugasnya dengan sangat baik.Vice mengusap lembut puncak mata rantai yang berb
Sambut tak menyenangkan yang diberikan oleh naga-naga Waldermar disaksikan secara diam-diam oleh raja Kaum Naga itu sendiri. Laki-laki yang terlihat masih sangat muda itu menatap datar menyaksikan perlakuan Kaumnya pada para tamu asing. Bahu kirinya bersandar rileks pada sebatang pohon, sementara kedua tangannya terlipat di depan dada.“Aku akan menghentikan mereka.” Julius Aditya Kane tak kuasa menahan diri melihat perbuatan para Waldermar. Ia telah maju selangkah ketika tangan kanan Raka Gilbert Vaiskyler menghentikannya.“Tunggu sebentar,” pinta sang raja Kaum Naga tanpa melepas pandangan. Ada suatu hal yang ingin ia pastikan, dan momen ini adalah kesempatan satu-satunya.Dari jauh Alvi tampak bangkit dan melesat sangat cepat hingga Raka sendiri spontan mengernyit takjub. Laki-laki itu ham
Suara pertarungan. Jeritan frustrasi Alvi.Tawa Kirra Anggriawan.Semua itu bersahut tak karuan di dalam kepala Vania mengiringi sisa-sisa kesadaran yang ia miliki. Tubuhnya mati rasa. Luka fatal yang membelah dadanya tak lagi terasa sakit. Bahkan hangatnya genangan darah yang mengalir keluar sudah tidak dirasakan. Lalu, rasa dingin mulai menjalar. Suara langkah kaki terdengar mendekat lalu berhenti. Vania ingin bersuara, ingin menyampaikan kalau ia masih hidup. Namun ambang batas antara hidup dan kematian begitu dekat dengannya. Vania tak bisa berbuat apa-apa selain terus menatap cahaya kecil yang perlahan-lahan menjauh dan memudar. Ia sekuat tenaga mengangkat tangan, berusaha menjangkau cahaya redup yang menjadi satu-satunya alasan untuk bertahan.“Nyawa Alvi Veenessa Endley adalah segala-galanya. Kali ini aku tidak akan melepaskan tanganku lagi.” Rihan Daniel berkata bersamaan dengan tarikan pelan di ujung kaos lengan panjang yang ia kenakan.Laki-laki itu refleks berbalik dan se