Micko akhirnya memutus telepon itu dan dia menghampiri Farah yang tengah tertidur. Ia membelai wajah cantik Farah. Ia kembali untuk melakukan pekerjaannya, namunya hatinya tak tenang. Ia merasakan ada yang mengganjal tentang Felicia. Ia keluar dari kamar rawat Farah dan menghubungi Felicia. Beberapa kali ia menelepon ke Felicia namun ia tak menjawab, “Felicia, kau dimana?.”katanya seorang diri. Ia beberapa kali mencoba menghubungi namun Felicia tidak memberikan responnya.
Di suatu tempat Felicia baru saja selesai bekerja dan hendak pulang, ia melihat teleponnya enam panggilan tak terjawab dari Micko. Ia tersenyum dan memanggil ulang, Micko melihat layar teleponnya, “Felis.”
“Kenapa?.”
“Apa terjadi sesuatu?.”
“Tak ada. Aku baru mau pulang ahh aku melihat Vicka di sini.”
“Kau melihat Vicka?.”katanya yang terkejut.
“Ya. Dia bersama dengan seorang pria, mereka mencari
Felicia akhirnya keluar dari gedung tersebut dan memperhatikan keadaan sekitarnya. Ia mengikuti arahan Jean. Ia pergi ke arah yang di beritahukan oleh Jean ia juga melihat ada salah seorang teman dari Bobby. Ia mengikutinya hingga menuju tempat yang sering mereka kunjungi.Pemuda tersebut mengetahui apa yang dilakukan oleh Felicia. Ia pergi ke arah yang salah, Felicia yang tak tahu bahwa ia sedang di jebak termakan oleh arah yang salah. Pemuda itu muncul di hadapan Felicia, “Apa yang kau lakukan?.”“Aku Felicia.”“Apa yang kau lakukan di sini?.”katanya dengan galak. Felicia tetap tidak menjawabnya, “Katakan.”“Aku sedang menyelidiki seseorang.”“Siapa?.”“Bobby.”katanya dengan kesal. “Kau kenal dengan teman-temannya?.”“Bobby!? Kau ada fotonya?.”katanya yang meminta petunjuk.Felicia memberikan foto Bobby kepada pem
Felicia mau tak mau menerima kenyataan bahwa ia sedang melihat pemandangan yang menurutnya seperti ‘magic’. Ia masih tergiang-giang akan pemandangan yang baru ia lihat. Ia tak menyangka bahwa hal itu bukan lah mimpi melainkan kenyataan. Saking tak fokusnya ia di tegur oleh pemilik klub tersebut, “Felicia.”katanya yang sembari menepuk pundak Felicia.“Ya.”katanya yang terkejut.“Apa yang kau pikirkan?”“Entahlah. Aku sedang ada pikiran yang tak tahu ke arah mana.”“Hahahaha. Aku dari tadi memperhatikan kau seperti habis kena sambaran petir.”“Really?”“Yeah.”Felicia berusaha untuk tidak menutupinya. Ia ingin sekali menceritakannya tapi mana ada orang yang percaya dengan ceritanya. Ia berharap bahwa dia salah melihatnya namun pemandangan tersebut tetap membuatnya teringat terus menerus.Ia yang awalnya tidak mau mengambil pusing akhir
Angela sudah mengatur waktunya supaya ia bisa bertemu dengan Felicia. Di akhir pekan mereka sudah akan bertemu di cafe yang biasanya mereka sering mengobrol. Felicia datang lebih awal di bandingkan dengan Angela. Ia memesan minuman favoritnya, tak berapa lama orang yang di tunggu tersebut datang, ia melihat Angela dari kejauhan dan melambaikan tangannya.“Kau sudah lama.”“Aku belum lama datang. Mau minum apa aku yang traktir.”“Okay.”Angela melihat menunya dan memesan minuman yang sama seperti Felicia. Mereka dua sahabat yang tidak pernah bisa terlepaskan di satu sisi, mereka juga saling menutupi pekerjaan mereka. Sehingga banyak orang yang tak tahu tentang hubungan mereka berdua.Felicia akhirnya mulai menceritakan apa yang terjad beberapa hari yang lalu kepada Angela di mulai dari penyelidikannya terhadap Bobby maupun kejadian aneh yang menimpa dirinya. Angela berusaha untuk memahami perasaan sahabatnya terse
Jarvis akhirnya keluar dari ruang rawat Farah, ia pergi meninggalkan mereka berdua yang tengah di mabuk cinta. Ia tahu bahwa Farah akan segera keluar dari rumah sakit, ia tak menyangka bahwa bosnya akan secepat itu untuk melupakan istri pertamanya. Jarvis pergi meninggalkan rumah sakit dan menuju ke rumah Micko. Di dalam perjalanan ia hanya bisa membayangkan apa yang terjadi jika ia membawa keluar Vilareal namun, ia harus melakukan yang terbaik.Sesampainya di pekarangan rumah Micko, ia memarkirkan mobilnya tak jauh dari gerbang utama. Ia bisa melihat Nafa yang melihat ke arah mobil dirinya, “Haduh, Bos, bisa-bisanya gua yang kena imbasnya.”Jarvis turun dari mobilnya, ia bergegas untuk menemui Villa, anak dari bosnya tersebut. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Villareal anaknya yang kecil keluar dari dalam rumah bersama dengan pembantunya. Ia sudah tak melihat lagi Nafa, ia merasa jika melihat Nafa dunianya seakan runtuh tak bergeming, “Villa!”teria
“Hana, apa yang terjadi?” tanya Micko terhadap anaknya. Hana yang mendengarnya memalingkan mukanya dan tak ingin melihat ke arah ayahnya sendiri. Micko tahu benar bahwa dia tak seperti biasanya, ia mendekati Hana dan membelai anaknya, “Sayang, cerita sama papa yuk, kenapa?”Hana masih diam, bibirnya tak mampu mengeluarkan kata, air matanya masih terus mengalir, Micko yang melihatnya memeluk putri kesayangannya tersebut, “Hana takut, pa,” katanya yang masih menangis.“Yuk kita ke kantin,” katanya yang sembari menenangkan anaknya yang paling tua. Sebelum itu Micko mendekati Farah, “Sayang, aku ngobrol sebentar ya sama Hana,”“Iya,” katanya sembari tersenyum. Micko membawa anaknya Hana keluar dari ruang perawatan dan turun ke bawah dalam diam. Hana takut-takut melirik ke ayahnya. Micko menggandeng Hana dan keluar dari dalam lift. Micko melihat beberapa makanan, “Papa, mau beli yang ini,&r
“Jadi, kalian hanya makan satu hari dua kali?” tanya Micko yang tak percaya mendengar cerita anaknya tersebut. “Iya, pa,” katanya yang masih sembari mengunyah, “Kadang-kadang sehari satu, aku sama adik-adik yang lain berbagi makanan,” jelasnya.Micko terkejut mendengar pengakuan Hana, ia berfikir dengan kepergia diirnya bahkan ia berharap Nafa berubah malah membuat masalah dengan anaknya sendiri, “Mamamu gila,”“Tapi, papa paham maksud yang aku omongin?”“Iya, sayang, papa paham. Setidaknya kalian sudah keluar dari rumah, papa lega lihat kalian,”katanya yang senyum yang di paksa.“Aku masih lapar, pa,” katanya mengakui.“Hahahaha, pilih papa sudah lama nggak bayarin kalian makan, pesen buat adik-adik kamu,”“Sekalian sama tante Farah ya,” pintanya kepada ayahnya.“Ya, kamu yang pilih,” Micko menghembusk
Pagi hari yang cerah membangunkan Farah, ia melihat di sisinya Villareal yang masih tertidur dengan pulas. Ia membelainya dengan kasih sayang, “Mama,” gumamnya di dalam tidur. Matanya yang kecil dan sipit terbuka, ia melihat di sisinya seorang wanita yang cantik dengan senyum merah memandangi dirinya. Villa yang tak percaya, mengerjapkan kedua matanya, “Ini nggak bohong, kan?” katanya polosFarah tertawa renyah membuat si kecil Villa tersenyum senang, “Tante Farah!” serunya kepada Farah dan memeluk Farah, “Villa kangen sama tante,” katanya yang ikut tersenyum dan memeluknya.Micko yang mendengar suara ribut terbangun dari tidurnya, “Ada apa pagi-pagi sudah ribut?” tanyanya yang mengusap matanya. Ia terkejut melihat pemandangan dua orang wanita yang ia cintai saling berpelukan, “Papa ikutan donk kepengen di peluk,” katanya yang iri melihat Villa dan Farah berpelukan.“Nggak boleh,&rdquo
Di toilet Micko menguap lebar sekali, ia merasa senang. Seumur hidupnya baru kali ini ia bisa merasakan kebersamaan dengan ketiga anaknya tanpa cek cok dan tangisan. Ia ingat betul bagaimana Nafa mengacaukan semuanya bahkan anak-anaknya menangis tak karuan. Farah melirik calon suaminya tersebut, ia melihat raut wajahnya yang berubah menjadi muram, “Kenapa?”Micko terkejut melihat Farah berada di sisinya,”Ah, sayang,”“Kamu kenapa? Kan baru kita senang-senang?” tanyanya curiga.“Aku cuman keinget masa lalu saja,”“Oh,” katanya pendek, “Sama kejadiannya apa gimana?” tanya Farah yang berusaha menyelidiki.“Beda,”“Ceritain donk,” Dengan manjanya Farah memeluk Micko dari belakang dan mengiringnya ke arah tempat tidur. Micko memberikan respon positifnya.“Biasa waktu sebelum sama kamu,” katanya yang terkenang, “Aku sudah ada re