“Bagaimana penampilanku tadi?” tanya Farah.
“Kau bagus,”
“Tidak terlihat gugup?”
“Sama sekali tidak. Kau seperti sudah memahami kondisinya pada saat itu namun yang membuatku terkejut adalah kehadiran Bu Rachel dan Pak Adelard,”
“Ya aku juga terkejut,”
“Kita mau pulang atau bagaimana?”
Farah berfikir, “Bagaimana kalau kita pulang? Karena menurutku ini hari pertama kau sidang cerai pastinya kau sangat berat.” katanya yang memberikan penjelasan singkat. Micko yang mendengarnya menggandeng tangan Farah dan tersenyum.
“Ayo. Bagaimana kau bisa mengetahuinya?”
Farah sedikit menelengkan kepalanya dan melihat ke arah Micko, “Entalah, mungkin terlihat dari wajahmu itu,”
“Bagaimana bisa?”
Farah tertawa kecil, ia seakan sudah tahu bahwa hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Ia naik ke dalam mobil dan mengg
Sore itu Farah terbangun dari tidurnya dan melihat dirinya ada di dalam kamar, siapa yang membawa aku ke kamar? Tanya Farah di dalam hatinya. Farah menguap secara lebar, ia turun dari tempat tidurnya dan mencari Micko sang calon suami. Farah yang turun ke lantai satu melihat Micko dan mamaku tengah mengobrol, “Kamu sudah bangun sayang?” tanya Micko.Dengan masih menguap lebar, “Kamu yang bawa aku ke kamar?”“Iya, sayang,”Aku menghampiri Micko, “Ada apa ini?”“Mama baru omongin pendidikan Hana, Nicko dan Villa,” kata mamaku sendiri.“Oh yang kamu bilang sama aku tadi siang?”“Iya, sayang, aku sih mau pindahin Hana sama Nicko ke sekolah baru jadi biar mereka juga bisa belajar lagi,”“Memang mau di pindahin kemana?”“Daerah sini juga ada yang bagus, sayang, mama sering lewat.”“Mama, sering lihat?&rdqu
Farah pulang dengan keadaan yang masih kesal, seumur-umur dalam hidupnya baru kali ini ia melakukan perbuatan keji terhadap orang lain. Ia bahkan tidak pandai dalam menutupi perasaannya. Ia ingin lari dari kenyataan tersebut dan dia berharap kenyataan tersebut hanya terjadi cukup hari ini saja.Farah yang kembali dengan muka masam, menjadi sasaran empuk bagi Hana, Hana yang melihat Farah lemah lesu bertanya-tanya, “Mama, kenapa?”“Hah! Nggak apa-apa, sayang,”“Yakin?”“Mama yakin. Kamu sudah makan apa belum?”“Sudah, ma,”“Sayang, mama mau ngomong sama kamu,”“Kenapa, ma?”“Mulai bulan depan kamu sama Nicko sekolah lagi. Mama baru tadi dari sekolah baru sudah lihat-lihat palingan besok kamu sama Nicko ada test masuk nggak masalah ‘kan?” katanya yang menjelaskan kepada Hana.“Oh iya sekolah,” katanya yang teri
Farah yang sudah mengetahui bahwa dirinya mengalami kontraksi berusaha untuk lebih hati-hati lagi. Ia tidak ingin merepotkan semua orang, ia mulai dengan gerakan yang halus yang sudah dia baca kemarin malam bersama dengan Micko hingga dirinya jatuh tertidur. Farah sudah bersiap akan mengantar Hana dan Nicko yang akan melakukan test masuk sekolah.Dia yang sudah menunggu anak-anaknya, “Hana, Nicko, kalian sudah siap?”“Sudah, ma,” kata Hana.“Ayo, jalan,” sahut Nicko.“Nggak ada yang ketinggalan?” tanya Farah.“Nggak, ma,” sahut mereka berdua secara bersamaan. Mereka semua keluar dari rumah dan menuju sekolah yang sudah di pilihkan oleh Farah. Hana duduk di samping Farah sedangkan Nicko duduk di belakang mobil, selama di perjalanan Hana dan Nicko mencoba mengulang apa saja yang sudah mereka pelajari selama ini.Farah akhirnya sampai di sekolah mereka yang baru, dia mengantarkan Hana
Farah kembali pulang dan memberitahukan kepada Vicka bahwa Hana mendapatkan beasiswa. Mereka yang mendengarnya cukup senang, bahkan mereka berencana untuk merayakannya dengan sebuah pesta kecil. Farah menghubungi Micko yang tengah di jalan entah menemui siapa, “Sayang, ada apa?” kata Micko.“Kamu kapan pulang?”“Mungkin rada malam karena aku perlu ke tempat lain dulu. Hanya sebentar saja,” katanya dengan tertawa.“Mau kemana?”“Ada yang perlu aku selesaikan dengan orang tersebut dan setelah itu pulang, memang kenapa sayang?”“Anak kamu Hana.”“Kenapa sama Hana?”“Dia dapat beasiswa,” katanya yang memberitahukan. Micko yang mendengarnya spontan membanting setir mobilnya dan mengerem dengan mendadak hingga menabrak mobil depan, ia mengigit bibir bawahnya.“Kamu serius?! Dia selama ini nggak pernah dapat beasiswa, Hunn,”
Micko yang sudah terlanjur kesal, turun dari mobilnya, ia mencoba untuk menahan emosinya namun akhirnya ia melihat bahwa mobil tersebut sudah tidak mengikuti mereka lagi. Ia masuk kembali ke dalam mobilnya dan memutar arah menuju rumah sakit yang biasa mereka kunjungi, “Kamu tahu siapa?” tanya Vicka.“Aku nggak tahu, ma,”“Lho, bukannya kamu bilang tadi sama aku kalau kamu mau pergi ke suatu tempat katanya mau menyelesaikan apa gitu?” tanya Farah yang penasaran.“Awalnya iya tapi waktu kamu kabarin kalau Hana dapat beasiswa dan aku nabrak mobil orang, akhirnya aku batalin aku minta ketemuan besok,” jelasnya kepada mereka berdua.“Jadi, kamu nggak tahu donk siapa yang mengikuti kita tadi?” tanya Farah.“Jelas aku juga nggak tahu sama sekali,”Farah dan Vicka sama-sama menelan salivanya, mereka berdua juga bertanya-tanya siapa yang baru saja mengikuti mereka, “Kau ti
Micko berusaha untuk bisa tenang dan santai dalam menghadapi pertemuan yang tiba-tiba begitu saja ada di depannya matanya itu, kehadiran Felicia di rumah sakit tersebut membuat dirinya tidak berfokus. Handphonenya bergetar beberapa kali sehingga membuat dirinya tidak nyaman, “Kamu kenapa, Micko?” tanya Vicka yang sedari tadi mencium gelagat aneh darinya.“Nggak kenapa-kenapa, ma,” jawab Micko.“Kamu yakin sayang?” tanya Farah. Farah menggengam tangan Micko dan berusaha untuk membuat dirinya lebih yakin lagi.“Aku yakin,” katanya yang berbohong.Farah melirik ke arah Micko, dia melihat raut wajah Micko yang seperti menutupi sesuatu, “Ma, Micko nggak kenapa-kenapa.” jawab Farah yang tidak ingin mengetahui bahwa Micko sedang memikirkan masalah di rumah sakitnya sendiri.“Ya sudah lah.”Micko membawa mobilnya dengan deru yang aman sehingga tidak menyebabkan kecelakaan sepert
Setelah beberapa jam Micko menjalankan investigas tersebut, ia diperbolehkan pulang. Dia memiliki berbagai macam pertanyaan yang ada di kepalanya, ia keluar dengan memgang kepalanya, “Lama-lama aku botak,” katanya kepada dirinya sendiri.Tak berapa lama seseorang menghampiri dirinya, ia seorang wartawan, “Pak Micko, apa kita bisa melakukan wawancara sebentar saja?” katanya yang berusaha mengambil hatinya.Micko melihat ke arah lawan bicaranya itu. Dia mengenalnya, Adela seorang wartawan dari TVTwo, “Kenapa kau senang sekali menganggu keluargaku?”Adela menelan ludahnya, ia harus bisa mendapatkan berita eksklusif tersebut, “Pak Micko, tolong sekali ini saja,” katanya yang memohon kepada Micko.“Pergi saja kau,”Adela sudah kepalang basah berada di lokasi rumah sakit itu. Dia harus bisa membuat Micko bersuara jika tidak jabatannya akan di pertaruhkan, “Pak, tolong wawncara sebentar saj
Malam itu menjadi malam terakhir dirinya dengan Felicia, ia melempar segepok uang ke arah Felicia, “Pergunakan itu,” ucapnya dengan jengkel. “Itu uang terakhir dariku.”“Terima kasih.”“Dan, ingat, kalau kau berbohong sekali lagi dengan diriku aku tidak segan-segan Felis,” ancamnya.Felicia menelan salivanya, ia ingin angkat bicara namun ia merasa sudah tidak pantas lagi bagi dirinya untuk berbicara kepada Micko, “Boleh aku bicara?”“Katakan.”“Ini informasi rahasia antara aku dengan dirimu,” Kendra melihat ke sekelilingnya, berharap tak ada yang melihat ia dengan Micko, “Temui aku di sebuah cafetaria, pura-pura kau tak mengetahuinya, akan aku beritahu dimana itu.” tuturnya.Micko tidak menjawabnya, ia hanya menganggukan kepalanya tanda setuju. Ia pergi meninggalkan Felicia dia ruangan tersebut, ia mengirimkan pesan kepada Felicia.[Micko: