Athena dan Sidney berjalan dengan penuh perasaan was-was serta khawatir menuju ruang kepala sekolah. Sedikit merasa bingung mengapa mereka harus menemui kepala sekolah langsung tanpa perantara wali kelas mereka sendiri.
“Sid, menurut lo kenapa kita dipanggil?”
“Gue juga nggak tahu. Nggak mungkin karena gosip miring itu, kan?”
“Semoga aja nggak.”
Mereka tiba di depan ruang kepala sekolah. Athena dan Sidney saling tetap, kemudian mengangguk kompak—menguatkan diri masing-masing. Akhirnya mereka mengetuk pintu. Kemudian masuk setelah dipersilakan.
“Permisi, Pak.”
“Athena, Sidney.” sapa Pak Kepala Sekolah, “Silakan duduk.”
Baik Athena ataupun Sidney merasa canggung saat ini, namun mereka berusaha mengatur rasa gugupnya dan duduk di kursi samping sementara kepala sekolah di kursi tunggal ujung meja.
“Mohon maaf sebelumnya jika saya lancang menanyakan
Haii!!! Kangen banget sama kalian! walaupun kita nggak pernah berinteraksi secara langsung, tapi dengan kalian membaca cerita ini aja bikin aku merasa dekat, hehe. Terima kasih sudah setia menunggu cerita ini ya, sampai ketemu di bab selanjutnya!
Setelah bermodal nekat naik kereta ke Jakarta, Athena akhirnya sampai juga di sebuah kampus swasta tempat di mana sahabat Ares itu menempuh pendidikan. Sebetulnya Athena tidak yakin apakah orang yang namanya tertera pada sobekan kertas itu masih ada di kampus atau tidak. Namun firasatnya berkata bahwa ia patut mencoba.Athena membaca denah kampus untuk mencari letak Fakultas Ekonomi Bisnis. Setelah menemukan letaknya dan menghafal rute menuju ke sana, akhirnya Athena berani melangkah. Beberapa kendaraan melewatinya begitu saja, karena memang jalanan di dalam lingkungan kampus yang cukup lebar. Sebenarnya hanya Athena yang terlihat berjalan masuk, karena semua orang menggunakan motor, mobil, atau bahkan bus kampus untuk mengantar sampai ke depan gedung fakultas.“Kampus gede kayak gini, gimana cara gue nemuin orang ini?” Athena bermonolog.Namun, mengingat ia dalam kondisi yang sedang terburu-buru, lambat laun Athena mempercepat langkahnya. Hingga sam
Athena dan Fredi sudah tiba di depan pintu Apartemen milik Xavier. Athena menarik napas dalam, dan mengembuskannya perlahan. Entah mengapa dirinya merasa gugup sekali, ia juga bisa merasakan ada hawa dingin yang menyelimutinya.Fredi menekan tombol-tombol untuk membuka pintu Apartemen. Athena sengaja mengalihkan pandangannya sebagai bentuk kesopanan. Setelah pintu berbunyi, Fredi mempersilakannya untuk masuk ke dalam.“Nggak ada siapa-siapa. Tapi tenang aja, gue nggak bakal ngapa-ngapain.”Fredi berusaha menegaskan. Sebagai lelaki, ia bisa memahami keresahan yang mungkin sedang dirasakan Athena saat ini karena hanya berduaan—di dalam Apartemen elit kedap suara, bersama dengannya.“Iya.”Mereka melangkah lebih dalam. Athena bisa mencium aroma yang begitu candu. Seperti harum popcorn caramel yang biasa ia beli di bioskop. Ia juga bisa melihat furnitur yang lengkap juga terlihat mahal, sampai ia merasa takut untu
Athena sudah mengganti pakaiannya dengan kembali menggunakan seragam sekolah. Ares sepertinya sudah tertidur pulas di sofa. Fredi keluar Apartemen untuk menelepon seseorang. Athena yang ditinggal sendirian hanya bisa menatapi wajah polos Ares ketika tertidur. Beberapa kali Athena melihat jam di pergelangan tangan kirinya, waktu menunjukan pukul 5 sore. Ia menghela napas pelan, mempertimbangkan apakah harus menunggu Ares sampai bangun, atau kembali pulang ke rumahnya tanpa mendapat jawaban yang ia inginkan.Saat Athena sedang merenung, suara perutnya memecah keheningan. Fredi yang telah selesai menelepon, kembali ke ruang utama dan kebetulan mendengar suara perut Athena yang berteriak meminta makan.“Ah, maaf, Kak.” Athena memegangi perutnya.Fredi tertawa pelan, “Baru aja gue mau ngajak lo makan di luar.”“Eh, nggak usah. Sebetulnya saya berniat pulang.”“Jangan!” Fredi seketika mencegah, “Maksu
Dalam perjalanan menuju Bogor, Athena dan Ares sama-sama bungkam. Ares yang awalnya mengajak Athena untuk segera pulang, kini sedang memijat pelipisnya yang mendadak pening. Athena tidak melihat gelagat Ares karena ia sibuk menatap ke luar jendela mobil, pemandangan petang di Ibukota terlalu memanjakan matanya.“Jangan salah paham. Gue terpaksa nganterin lo balik karena nggak mau ngerepotin Fredi, yang harus bolak balik Jakarta Bogor padahal besok dia masih ngampus.”“Iya.” jawab Athena singkat.Ares melirik ke arah Athena beberapa kali. Namun Athena masih setia melihat pemandangan di luar, di mana langit semakin menghitam menyambut gelapnya malam. Kemudian keheningan kembali tercipta.Dalam hati sebenarnya Ares merasa bingung dengan sikap Athena saat ini. Gadis itu lebih pendiam dari biasanya, ia juga tidak banyak bertanya lagi soal kasus itu. Meski Ares sadar dirinya lah yang menyuruh Athena untuk tidak mengajaknya berbicara, nam
“Ariel… Ariel meninggal karena lo, Ana.”Jiwa Athena meninggalkan raganya seketika. Suara-suara yang masuk ke dalam telinganya mendadak hilang, hanya menyisakan bunyi lengkingan nyaring yang membuat kepalanya ikut pening. Kakinya melangkah gontai menjauh dari mobil Ares. Ia berjalan lurus menyusuri tepi jalan tol. Ares mengikuti langkah Athena, mencegahnya untuk jalan semakin jauh. Lelaki itu berusaha menarik tangan Athena, namun ditepis olehnya.“Ana,”Athena menepis lagi tangan Ares yang berusaha memegang bahunya.“Athena!” Ares akhirnya menegaskan suaranya.Athena berhenti melangkah, pandangan kosong ia arahkan pada Ares yang sudah berdiri di hadapannya. Bekas air mata masih membahasi pipinya. Ia menatap lama pada mata coklat milik Ares. Kesempatan itu Ares gunakan untuk memegang bahu Athena, balas menatap mata hitam pekat miliknya dalam.“Dengerin gue.”Athena menggeleng, &ldq
Athena masuk ke dalam rumahnya dengan langkah sempoyongan. Ia sama sekali tidak bisa mencerna apa yang seharian ini terjadi. Ditambah, ketika Ares dengan mudahnya mengecup bibirnya lalu mengatakan akan menjemputnya besok pagi. Athena kehilangan setengah kesadarannya, seakan ia baru saja menghadapi badai disertai kilat petir yang menyambar, lalu setelahnya ia berada di sebuah kebun bunga berwarna-warni.Kebetulan Elva ada di ruang keluarga, dan melihat Athena yang berjalan dengan pandangan kosong. Wanita paruh baya itu melihat jam yang ada di dinding, kemudian bersedekap sambil menghampiri Athena.“Nana, kamu tahu ini jam berapa?”Athena tidak menjawab, ia berniat melangkahkan kakinya ke anak tangga pertama, namun dicegah oleh Elva.“Athena!”“Eh? Mama?”“Kenapa baru pulang? Ada kegiatan tambahan apa di sekolah? Sidney nggak ngejelasin secara detail, tapi dia bilang kamu sibuk sampai nggak bisa pegang
Pagi hari datang. Athena terbangun karena suara alarm di ponselnya. Ia memijat kepalanya yang terasa berat, dirinya kurang tidur semalem karena memikirkan semua masalah yang baru-baru ini ia hadapi.Athena beranjak dari kasur dan segera membersihkan tubuhnya untuk bersiap berangkat ke sekolah. Memikirkan sekolah, Athena teringat dengan Ares yang mengatakan akan menjemputnya pagi ini. Karena itu Athena mempercepat aktivitasnya.Beberapa menit kemudian, Athena sudah siap dengan seragamnya. Ia segera mengeringkan rambutnya dengan hair dryer dan melilit surai hitam itu dan mengikat cepol seperti biasa. Athena juga mengoleskan bedak tipis, dan menggunakan pelembab bibir tanpa warna. Setelah berkaca sekali lagi dan merapikan anak rambutnya, Athena segera turun ke bawah dengan tas sekolahnya.“Nana? Udah siap? Masih jam 6 pagi.” Elva melihat Athena menuruni tangga.“Iya, Ma. Aku mau bikin bekal dulu.”“Sarapan dulu,
Bel istirahat berbunyi. Banyak murid yang berhamburan keluar kelas dan cepat-cepat menuju kantin karena kalau tidak, akan mendapat antrean yang panjang dan padat. Sidney sudah hafal kalau Athena akan membawa bekal dan lebih memilih belajar sambil menyantap makan siang di kelas, mengingat ujian tryout sebentar lagi.“Na, gue kantin dulu. Lo mau nitip sesuatu?”Athena menggeleng. Kemudian Sidney mengangguk, dan segera menuju kantin agar bisa dengan cepat kembali ke kelas. Sahabat yang sudah menemani Athena 6 tahun itu mempunyai firasat kalau Ares akan mencari sensasi lagi di kantin atau di kelasnya.Dan benar saja, ketika Sidney pergi ke kantin, Ares masuk ke dalam kelas Athena dan mengejutkan gadis itu yang sedang fokus membaca modul pelajaran sambil mengunyah roti lapisnya.“Hai!”Athena sedikit terlonjak, ia menoleh ke samping dan mendapati Ares dengan senyuman yang menampilkan deretan gigi rapinya. Itu adalah pert