Hallo! Terima kasih sudah membaca cerita Zoo. Untuk medukungannya bisa banget kasih kritik dan saran di kolom komentar agar cerita ini terus berkembang ke depannya. Zoo akan berusaha konsisten jika tidak ada halangan, setiap tanggal 7, 17, 27, update 2 bab di jam 07.00 WIB dan 18.00 WIB. Stay tune ya~
Di depan laptop tangan Tiara gemetar, ia tidak bisa menulis apapun yang ada dalam mimpinya. Tidak seperti sebelumnya, saat inspirasi muncul seharusnya Tiara akan menulis dengan lancar. “Bayu di mana, Ham?” Tiara pikir berdiskusi dengan Bayu bisa memperkuat ingatan pada mimpinya, karena hanya Bayu yang mengerti maksud ucapannya saat ini. “Ke supermarket, lo makan nasi goreng aja nggak apa-apa, kan?” Sesampaikan di kost Tiara, Ilham langsung mengambil alih dapur. Dari saat pingsan gadis itu belum makan apapun, sama sepertinya dan Bayu yang menunggu tidak sempat berpikir untuk makan. “Hm.” Tiara tidak ingn menangis, tapi isi kepalanya penuh dengan adegan Astro yang mendapat hukuman dari Dewa petinggi. Ia yang berada di dalam mimpi hanya menonton tanpa bisa ikut campur di dalamnya, detail fitnah itu membuatnya marah dan sedih. “Gue harus tolong Astro gimanapun caranya, please ... Kenapa gue nggak bisa nulis apapun dan hanya teringat adegan itu. Apa yang terjadi sebelum fitnah itu? Gima
Melihat sekitar, padang rumput dengan batu-batu setinggi lutut menancap di atasnya. Matahari yang terik ini tidak terasa menyengat seperti di bumi, hanya kehangatan yang membuat Tiara tidak merasa gerah. Tiara memilih berjalan ke arah kanan, kata orang apapun harus didahului dari kanan untuk memulai sesuatu hal yang baik. Sisanya Tiara hanya mengikuti kemanapun langkah kaki membawanya. Kalau diperhatikan tempat Tiara saat ini berbeda dengan dunia Suku Iblis, langit yang cerah menggambarkan jelas jika ia berada di dunia Suku Dewa. Di sini memiliki pemandangan yang sangat indah seperti di surga, tapi di mana pun Tiara berada paling tidak nyama dengan silau matahari. Namun terobati dengan udara yang bersih dan juga segar, jauh lebih damai dan tenang. Dari kejauhan Tiara melihat sebuah pemukiman, bangunan yang terbentuk dari batu-batu besar. Semakin dekat, ia melihat banyak orang berpakaian serba putih atau pastel dengan bergaya Yunani kuno. “Omo omo omo! Deabak! Wah ... benar-benar se
Dunia Suku Iblis yang terkesan bagi Tiara adalah kemajuan teknologi, peradaban yang maju dan membuatnya ingat dengan bumi. Rasanya seperti dalam perindustrian abad pertengahan, walau masih terasa purba bagi Tiara manusia modern. Karena citra Iblis yang kejam, Tiara tidak berekspetasi tinggi, penduduk yang padat pun keberadaanya seperti diabaikan. Berbeda dengan dunia Suku Dewa. Seingat Tiara, ia membentuk surga dengan kehidupan yang praktis karena adanya energi spiritual yang tinggi. Tidak ada yang tidak bisa, tidak ada yang tidak mungkin. Kekuatan suci sudah seperti napas bagi mereka, tapi peradabannya jauh lebih purba. Mereka hanya mementingkan kebutuhan makan terpenuhi dan hidup dengan damai. Namun cara pendang mereka dengan keberadan Tiara dipandang sebelah mata. Penampilan Tiara sudah tidak mencolok karena jubah pemberian Ovid, tapi masih ada tatapan tajam sepanjang perjalanan cukup membuat punggunya berlubang. Tiara bisa mendengar jika Dewa-Dewa itu mengatakan, “Makhluk Rendaha
Degup! Baru saja Ammon berdiri untuk kembali ke kamarnya, ia kembali terduduk sambil memegang dada sebelah kirinya. Sebuah penglihatan muncul di depan mata menampilkan kehadiran tamu yang tidak diundang keluar dari portal dimensi. “Yang Mulia, ada apa?” “Apa Anda baik-baik saja, Dewa Agung?” Para Dewa Petinggi begitu khawatir melihat langsung reaksi tiba-tiba Dewa Agung Ammon. “Tidak aku baik-baik saja.” Ammon dengan cepat kembali berdiri. “Apa kamu merasakan sesuatu Dewa Gefsi?” Dewa Gefsi yang ditanya kebingungan, ia tidak mengerti ditanya tiba-tiba begitu. “Mungkin saya belum merasakan hal yang dimaksud Yang Mulia. Apa ada sesuatu Yang Mulia Dewa Agung?” “Hm, tidak ada. Aku pikir kamu merasakan energi baru yang keluar dari tubuhku. Sepertinya aku merasakan efek samping setelah berlatih energi pengembangan.” Dengan wajah ramah itu Ammon berbohong. “Sepertinya bukan hal yang buruk, tapi jika ada sesuatu pada fisik Yang Mulia. Sebaiknya segera melakukan pemeriksaan, Dewa Golde
Angin sejuk menerpa sosok yang mengubah penampilannya menjadi sederhana. Cahaya mengelilinginya di tengah lapang makam memberi kedamaian yang sakral. “Sepertinya tujuan kita sama, tapi kamu terlalu lama di tempat ini Ammon.” Sosok dengan hanfu hijau mint berada di balik pohon tengah hutan jauh dari lapang, namun suaranya terdengar tanpa berteriak. “Aku hanya ingin berkunjung sebentar, bukankah Kakak begitu?” Ammon dengan khiton putihnya, berdoa di depan makam besar. Sosok di balik pohon itu menatap sendu. Tangannya terkepal kuat, sebelum ia membalikkan badannya dan pergi. “Terserah, aku sibuk.” Terbangun dari doa Ammon menoleh ke belakang, memastikan kepergian sang Kakak. “Ibunda lihat? Kak Astro semakin mirip manusia semenjak dia menghilang saat itu. Setelah bertemu Dewi Tiran, aku semakin tidak memahami cara berpikirnya.” Pada makam tertulis nisan ‘Dewi Agung Amolia’, yang mana makam hanya simbolisme dengan menguburkan barang-barang peninggalan semasa hidup seorang Dewa. Tubuh d
“Kamu tahu, apa yang sedang kamu cari tahu?” “Be-benar Tuan.” Memberanikan diri pemuda itu melangkah sedikit demi sedikit mendekat, ia berbisik pada Astro. “Wanita manusia itu datang kemarin.” Cukup dengan satu kalimat itu mata Astro berubah menjadi merah. Aura gelapnya mengebul ke luar dari tubuh Astro sambil menatap tajam si pemuda. “Sa-saya akan jelaskan, tapi bisa Anda mengikuti saya?” Sosok besar di depannya ini bergeming, padahal ia sangat takut tapi harus meyakinkan Dewa-nya untuk mengindari pasang mata dan telinga yang berada di sekitar mereka. “Tidak akan lama Tuan, saya tidak berani menyita waktu Tuan yang berharga.” Walau ada energi yang membuat Astro tertarik dengan pemuda itu, tapi ia juga tiba-tiba mendapatkan penglihatan saat Tiara memasuki toko ini. Ya, penglihatan yang sama saat ia menyadari kedatangan Tiara ke dunia Suku Murni, hanya saja kali ini tidak memberikan efek sakit kepala seperti sebelumnya. Memasuki toko, Astro juga melihat barang-barang Suku Iblis dan
Sayap yang mengepak begitu lapang hingga menutupi langit. Ketinggian yang dicapai menyentuh lapisan langit terakhir agar tidak mengalangi cahaya alam. Sejauh itu, setinggi itu, sampai yang di bawah tidak menyadari keberadaanya, Ammon meneliti energi kuat yang begitu lipis untuk disadari bercampur dengan energi lain yang meluap-luap. Matanya langsung tertuju pada titik kumpulnya energi kuat itu lebih besar. Terbangnya menjadi merendah, namun ia hentikan saat mendapat energi gelap yang kuat di tempat dan alur yang sama. “Kakak sudah lebih dulu!” Saat sisa energi terkumpul pada satu titik, itu adalah tempat singgah yang cukup lama dari pemiliknya. Dari sana Ammon lebih mudah mencari tahu, apakah yang sedang dicarinya telah ditemukan atau tidak. Ia mengambil benang energi gelap itu yang rupanya tunggal dan masih berjalan menelusuri benang energi tipis yang dicarinya. Masih menganalisis seketika Ammon tersentak. Arah benang energi gelap yang dipegaangnya menuju dunia Suku Iblis melalu
Seperti bagian di dalamnya, Tiara bisa mencium aroma makanan yang sangat sedap, rasa yang menyenangkan dan tidak mengganggu sama sekali, suasana yang padat namun terasa damai. Bisa Tiara lihat orang-orang begitu ramah satu sama lain, menyambut dengan senyuman dan minim kejahatan, kecuali anak kecil yang jahil dan mencuri beberapa camilan di toko. Namun semua teratasi dengan baik oleh orang tua mereka yang akhirnya membayar, penjualnya pun berekspresi marah (bercanda) untuk anak-anak saja. Terasa hangat, kedekatan, dan toleransi yang kuat. Mengingatkan Tiara pada suasana kampung halaman, bangunan yang masih berbahan dasar kayu dan dihiasi kain warna-warni, aneka penerangan juga bagian dari karya yang kreatif. Saat matanya tanpa sadar berpapasan dengan yang lain, mereka akan tersenyum lebih dulu yang membuat Tiara sungkan dan menganggukkan kepalanya. Seperti berada di rumah. Orang-orang dengan kulit kecokelatannya berpenampilan manis dan sederhana. Tidak jarang banyak pendatang den