Share

The Story of Askara
The Story of Askara
Penulis: Anan Dyaswati

1. Jam Kosong

"Serang!" komando Askara kepada teman-temannya untuk menyerang segerombolan cowok yang ada di hadapan mereka sekarang.

Alih-alih ikut menyerang, cowok bertubuh jangkung itu malah duduk di emperan jalan sembari memakan buah anggur yang ia bawa dari rumah. Askara terlihat begitu menikmati rasa dari buah kecil berbentuk bulat dan berwarna ungu itu, sampai ia tidak sadar bahwa teman-temannya kini sudah kewalahan melawan enam cowok yang menjadi rival mereka.

"Enak nggak, bro, anggurnya?" tanya cowok bermata sipit dengan suara serak basahnya. Dia Arshaka, musuh bebuyutan Askara.

Askara mengangguk, "enak. Lo mau?" tawarnya seakan tidak ada masalah di antara mereka.

Alih-alih mengambil anggur yang Askara sodorkan, cowok berambut sedikit gondrong itu malah mendorong tubuh rivalnya hingga terhuyung ke belakang. Akibat dari itu, semua anggur yang ada di pangkuan Askara pun jatuh berserakan di jalan.

"Anjir! Lo ngapain dorong gue?" sewot Askara sambil berusaha bangun.

"Rasain nih!" Arshaka meninju perut Askara, sehingga cowok itu meringia kesakitan.

Plukk!

Satu buah anggur berhasil keluar dari mulut Askara dan langsung mengenai wajah tampan Arshaka. Tidak hanya itu, ada sedikit air liur juga yang ikut menyemprot mata sipitnya.

"Sukurin lo!" ejek Askara dengan kekehan kecilnya.

"Sialan lo!" Arshaka hendak melayangkan pukulan, tapi dengan cepat Askara menangkisnya.

Dengan cepat Askara meninju perut, menjedotkan kepala, dan menampar pipi Arshaka beberapa kali, hingga membuat rivalnya itu kelimpungan. Terakhir, Askara mendorong dahinya dengan jari telunjuk hingga cowok itu jatuh telentang ke jalan.

"Cemen lo, segitu aja udah loyo!" cibir Askara menatap remeh Arshaka.

Sementara itu teman-teman Askara juga berhasil mengalahkan teman-teman Arshaka. Semua tergeletak lemas di jalanan sambil memegangi bagian tubuhnya masing-masing yang merasa sakit. Askara dan teman-temannya tertawa puas setelah berhasil mengalahkan enam cowok bertubuh kekar, tapi kekuatan seperti hello kitty itu.

"Yes! Kita menang!" seru Askara kegirangan.

"Uhuuyyy!"

"Askara kok dilawan."

"Wuuuuuu!"

Namun, tiba-tiba Askara gelagapan saat ada seseorang yang tiba-tiba menyiramnya dengan air. Lantas cowok itu langsung bangun dan menatap ke sekililing dengan tatapan bingung. Ia diam sejenak, masih bingung dengan yang dialaminya barusan. Bukankah tadi mereka sedang berkelahi di jalanan? Tapi, mengapa sekarang ada di kelas?

"Lo nggak kesurupan kan, Ka?" tanya cowok berhidung mancung, beralis tebal dan memiliki tahi lalat di sebelah kiri bibirnya. Ganes. Cowok itu yang baru saja mengguyur Askara dengan air yang ada di botol minum.

Askara tersadar, ternyata apa yang barusan ia alami itu adalah mimpi. Cowok itu tidak menggubris pertanyaan Ganes dan malah pergi entah ke mana.

"Wah, jangan-jangan dia beneran kesurupan lagi, Han. Samperin yok!" ajak Ganes pada Zehan, cowok bermata sayu dan bibir bawah yang tebal.

"Males, lo aja sono! Gue mau tidur." Zehan menata kursi menjadi memanjang untuk dirinya tiduran.

Suasana kelas XI Teknik Audio Video (TAV) 1 sangat kacau karena guru killer yang seharusnya mengajar tidak masuk akibat sakit. Askara sebagai ketua kelas yang diberi tanggung jawab untuk mengondisikan kelas pun dibuat kewalahan. Semua temannya ribut. Cewek-cewek sibuk membuka salon dadakan dan mengghibah. Sedangkan cowok-cowok kompak bermain ular tangga dan kartu remi.

Karena lelah mengondisikan kelas yang sangat ricuh itu, Askara pun memilih untuk tidur sebentar. Sebelumnya, ia sudah mengisyaratkan teman-temannya untuk tetap bermain sesuka hati, asalkan tidak berisik. Namun, baru beberapa menit memejamkan mata, ada seseorang yang tega mengguyurnya dengan air. Alhasil, ia pun terbangun. Semua menertawakan Askara, terlebih lagi para murid perempuan yang suaranya jauh lebih banyak ketimbang murid laki-laki.

Bicara soal suara yang tak sebanding, memang jumlah murid di kelas ini tidak sama, yakni 27 murid perempuan dan 9 murid laki-laki. Jumlah yang tidak sebanding itu dikarenakan jurusan TAV lebih banyak diminati oleh murid perempuan dibanding murid laki-laki, tapi entah mengapa Askara, Ganes dan Zehan malah memilih jurusan itu? Padahal masih ada jurusan lain seperti Otomotif, Pemesinan dan Teknik Sepeda Motor yang jauh lebih banyak diminati oleh murid laki-laki.

Namun, kembali lagi, bagi mereka bertiga itu yang penting sekolah, terserah jurusan apa, mau lebih banyak murid perempuan atau laki-laki itu tidak menjadi masalah. Toh, orang tua mereka tidak pernah memaksakan mereka mau sekolah di mana dan mengambil jurusan apa. Mereka diberi kebebasan dan sama sekali tidak ditekan.

"Heran gue, punya teman hobinya tidur semua," ucap Ganes sambil memegang dadu.

Zehan tidak menggubris perkataan Ganes, ia lebih memilih untuk tidur saja. Karena di jam kosong seperti ini, baginya sangat bagus untuk tidur.

Tidak lama kemudian, Askara kembali dengan wajah yang lebih segar dari sebelumnya. Cowok itu berjalan sambil mengibas-ibaskan rambutnya yang basah akibat cuci muka tadi.

"Ka! Tolong mundur lagi dong!" perintah salah satu siswi berambut lurus sebahu dengan bando pink yang bertengger di kepalanya.

Askara yang baru saja masuk pun menurut, ia mundur satu langkah dari tempatnya semula.

"Kenapa emangnya?" tanya Askara kebingungan.

"Ganteng lo kelewatan," puji siswi bernama Sinta itu, lalu tertawa.

"Adududu, meledak."

"Aska yang dipuji, gue yang meleyot, chuakks."

"Aaa kasihan aaa."

"Teh kasihan teh."

"Makasih pujiannya, Sin."

"Bukan muji lo, Samsudin!"

"Aseekkkk, orang ganteng mah banyak yang muji, ya."

"Bercyandyakkk! Bercyandyakk!"

"Jangan bapwerr."

Askara terkekeh saat para cowok mengomentari pujian Sinta terhadapnya itu. Ia kembali berjalan menuju bangkunya.

"Bisa aja lo, Marpu'ah," katanya.

Cowok itu sudah terbiasa mendengar pujian-pujian dan gombalan dari para cewek di kelasnya maupun kelas lain. Askara mengakui bahwa dirinya memang ganteng, tapi ia tidak mau sombong. Karena ia tahu bahwa semua yang ada di dunia ini hanyalah titipan dari Tuhan Yang Maha Esa yang kapan saja bisa diambil, termasuk ketampanan yang dimilikinya sekarang.

"Ati-ati lo, Sin, kena marah bininya Askara tau rasa lo," peringat Ganes sambil cengengesan.

"Halah, sama-sama makan nasi kok. Gue nggak takut!" ucap Sinta tanpa menoleh sedikit pun ke arah Ganes, karena ia masih sibuk memoles bibirnya dengan lip blam.

Setelah melempar dadu, Ganes menatap Askara sekilas, "Lo tadi kenapa, Ka, teriak-teriak kayak orang gila?"

"Gue mimpi tawuran sama Astor renyah, terus kita menang, njir," sahut Askara.

Ganes menoleh, "lo mimpiin Shaka? Jangan-jangan ini pertanda lo mau baikan sama dia, lagi?"

"Baikan matamu! Gue nggak akan pernah baikan sama dia," tukas Askara lalu tiduran di atas tubuh Zehan.

"Shit! Ngapain lo di atas gue?" kesal Zehan, merasa tidurnya terganggu.

Askara tidak menggubris, ia malah mengusel ke samping Zehan untuk mencari posisi yang nyaman.

Cowok-cowok langsung menoleh ke arah Askara dan Zehan, "astaghfirullah, tobat-tobat!" seru mereka serentak.

***

Di depan kelas empat Sekolah Dasar terdapat tiga murid perempuan yang masih asik mengobrol. Entah apa yang sedang dibahas, yang pasti obrolan mereka terlihat sangat seru. Namun, keseruan itu hilang saat dua murid laki-laki yang baru saja keluar dari kelas tiba-tiba bergabung dengan mereka. Bukan bergabung untuk ikut mengobrol, melainkan menggoda salah satu murid perempuan yang memakai pita kecil berwarna kuning di rambut kirinya.

"Bia kok cantik sih, makannya apa?" tanya Althaf, murid laki-laki berwajah imut dan tinggi sekitar 130 cm.

"Bia laper nggak? Elgan punya roti nih. Bia mau?" tanya Elgan, murid laki-laki berbulu mata lentik dan tinggi sekitar 135 cm.

Gadis kecil yang dipanggil Bia itu menatap Elgan dan Althaf secara bergantian. "Ih, Elgan, Althaf! Bia kan lagi ngobrol sama Selin dan Bunga, kok diganggu sih?"

"Aku nggak ganggu kok, cuma mau nawarin roti aja. Siapa tahu Bia mau," sahut Elgan.

Bia menoleh ke Althaf. "Kalau kamu?"

"Kalau aku, cuma mau nanya aja Bia makannya apa kok bisa cantik banget?"

"Bia lagi nggak mau roti dan Bia makannya itu nasi, sama seperti kalian."

"Udah ah, ayo pergi aja," ajak Bia kepada Selin dan Bunga. Mereka lalu masuk kelas.

"Bia jangan tinggalin Althaf, Althaf nggak bisa hidup tanpa Bia," gombal Althaf saat tiga gadis kecil itu mulai menjauh dari hadapan keduanya.

"Sini rotinya buat aku aja." Althaf merebut roti dari tangan Elgan lalu berlari masuk ke kelas.

"Althaf! Itu roti buat Bia tau, bukan buat kamu!" seru Elgan menyusul Althaf.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status