Share

4. Pacar Kesayangan vs Cewek Obsesif

Pagi ini terasa begitu dingin, karena semalam hujan turun dengan begitu derasnya. Hingga kini rintiknya pun masih berjatuhan dengan bebas. Askara yang hendak berangkat sekolah sampai harus memakai jaket yang cukup tebal supaya rasa dingin itu tidak terlalu menusuk ke tulang. Tak hanya Askara, cowok yang menjabat sebagai abangnya itu juga mengenakan jaket yang tebal juga.

"Masukin lagi motor lo!" perintah Arazka saat melihat Nawfa hendak mengeluarkan motor dari garasi.

Gadis itu menoleh sekilas, "loh kenapa? Kan gue mau berangkat sekolah."

Arazka menghela napas pelan, tangannya sedari tadi sibuk bermain kunci motor. "Berangkat bareng gue."

Setelah berhasil mengeluarkan motornya, Nawfa pun langsung menatap abang tertuanya itu, "nggak! Nggak! Nggak! Gue nggak mau ya diserbu sama cewek-cewek lagi, gara-gara berangkat bareng abang! Lagian biasanya juga gue berangkat sendiri kali."

Arazka menatap malas Nawfa, "semalam hujan, jadi jalannya licin."

Nawfa mengernyit, "ya, terus?"

"Lo nggak ingat, minggu lalu lo nyusruk ke got gara-gara naik motor abis ujan?" tanya Arazka dengan maksud memberi tahu alasan dirinya mengajak Nawfa untuk berangkat bersama.

Memang, minggu lalu saat hendak berangkat sekolah dengan mengendarai motornya sendiri, tiba-tiba saja di jalan Nawfa tergelincir dan jatuh ke got bersama motornya karena jalanan yang licin akibat hujan semalaman dan Arazka tidak mau kejadian itu sampai terulang kembali.

"Ya itu kan karena gue ngebut. Tapi, abang tenang aja hari ini gue nggak bakal ngebut lagi kok."

Pletak!

Arazka menyentil dahi adiknya itu dengan keras, sehingga membuat sang korban meringis kesakitan.

"Sakit, Bang!" aduh Nawfa sembari mengeluas dahinya.

"Makanya kalau dibilangin abang itu nurut, nggak usah ngebantah!"

Askara yang merasa dicuekin oleh abang dan adiknya pun bergegas menaiki motor sambil mengomel sendiri.

"Halah kelamaan lo pada! Gue cabut dulu, mau jemput pacar," ucapnya lalu pergi dengan motor ninja warna hitam kesayangannya. Sementara Arazka dan Nawfa hanya menatap heran.

Cowok pemilik lesung pipi itu melirik arloji di tangan kirinya. Melihat jam sudah menunjukkan pukul 06.50 WIB, ia pun menarik tangan Nawfa untuk segara naik ke boncengannya.

"Ih, bang Araz! Bisa halus dikit nggak sih sama adik sendiri? Lagian, ini tuh udah jam tujuh kurang sepuluh menit, kalau nganterin gue dulu, lo bisa telat nanti," ucap Nawfa.

"Lo nolak, jatah jajan dari gue, gue stop!" ancam Arazka membuat gadis berwajah tirus itu mau tidak mau harus menurutinya.

Nawfa memaksakan senyumnya, "baiklah abangku sayang."

Segera Nawfa memasukkan kembali motornya ke dalam garasi, lalu berangkat bersama Arazka. Daripada ia harus kehilangan uang jajan tambahannya itu, lebih baik ia menuruti ucapan sang abang.

***

Sementara di sisi lain, Askara menghentikan laju motornya setelah sampai di pekarangan sebuah rumah yang tampak sederhana dengan bercat putih dan sebuah kolam ikan kecil yang ada di samping rumah tersebut. Cowok beralis tebal nan rapi itu segera turun dari motor dan berjalan ke teras rumah tersebut.

Tok... tok... tok

Askara mengetuk pintu beberapa kali, tak lama kemudian keluarlah seorang gadis berpipi chubby dengan balutan seragam sekolah lengkap dengan kemeja.

"Selamat pagi kesayangan Aska," sapa Askara dengan senyum merekah saat pintu terbuka, tak lupa ia juga mengusap lembut puncak kepala gadis itu.

Gadis itu ikut tersenyum, "pagi juga kak."

"Om sama tante udah berangkat kerja?" tanya Askara pada perempuan yang notabene adalah kekasihnya itu.

"Udah, barusan."

Askara hanya manggut-manggut, "mau berangkat sekarang?" tanyanya.

Gadis yang kerap disapa Elin itu pun mengangguk, "bentar ya, aku ambil tas dulu."

Sementara Elin mengambil tas, kini Askara menunggu sembari bersender pada tembok dan bermain kunci motor. Tak lama kemudian gadis yang menjabat sebagai kekasih Askara sejak beberapa bulan lalu itu pun keluar.

"Yuk!" ajak Elin.

Askara menoleh lalu mengangguk. Mereka pun berjalan ke arah motor. Sebelum Elin naik, Askara terlebih dulu mengelap jog motornya yang basah menggunakan lengan jaket.

"Cepat naik! Sepuluh menit lagi bel, ntar kamu telat."

"Kan kalau aku telat, kakak juga ikutan telat?"

Askara menatap kekasih kecilnya itu, "kalau aku yang telat itu nggak masalah. Beda lagi kalau kamu, karena bisa jadi masalah besar," kekehnya pelan.

Mendengar itu Elin hanya tertawa kecil. Lalu keduanya segera berangkat ke sekolah sebelum telat.

Askara dan Elin memang bersekolah di tempat yang sama. Keduanya baru menjalin hubungan enam bulan yang lalu. Semua berawal dari Elin yang tak sengaja terkena bola basket yang Askara lempar. Saat itu Askara berniat melempar bola ke arah temannya, tapi sayang bola itu meleset dan malah mengenai kepala Elin yang kebetulan sedang menonton di pinggir lapangan kala itu. Akibat lemparan yang terlalu kencang, membuat gadis itu jatuh pingsan.

Karena merasa bersalah, Askara pun segera menolong Elin sebagai rasa tanggung jawabnya. Sejak saat itulah benih-benih cinta mulai tumbuh pada keduanya dan mereka pun memutuskan untuk menjalin hubungan hingga saat ini.

***

Gapura bertuliskan SMK Andalusia terpampang jelas di depan mata. Askara segara memarkirkan motornya di parkiran khusus siswa-siswi Andalusia biasa memarkirkan kendaraan mereka masing-masing. Setelahnya ia mengantar Elin ke kelas sepuluh yang ada di lantai satu. Mereka menyusuri koridor sembari sesekali bercanda tawa. Askara dan Elin memang selisih satu tahun. Askara kelas sebelas, sementara Elin kelas sepuluh.

Saat ini keduanya telah sampai di kelas X TITL ( Teknik Instalasi Tenaga Listrik) 2 yang tak lain adalah kelas Elin. Sebelum menuju kelasnya, Askara berpamitan terlebih dulu pada gadis itu.

"Aku ke kelas dulu, ya?"

Elin mengangguk, "semangat ya belajarnya!"

Askara memberi hormat dengan penuh semangat, "siap, Sayang!"

Beberapa siswi yang berlalu lalang di depan kelas X TITL 2 pun menatap iri pada pasangan itu. Selain jahil dan humoris, Askara juga terkenal sangat bucin pada Elin, adik kelas yang berhasil membuatnya jatuh hati.

Tampak tiga siswi yang berdandan lumayan menor dan berseragam ketat sehingga memperlihatkan lekuk tubuh mereka berhenti tidak jauh dari Askara dan Elin berdiri. Salah satu dari ketiganya menatap sinis ke arah Elin, membuat sang empu langsung menatap ke arah lain.

"Selamat pagi Aska," sapa siswi yang menatap sini Elin tadi semanis mungkin pada Askara.

Askara menoleh, "tangganya di samping kelas sepuluh TKR satu, ngapain lo lewat sini? Nyasar?"

"Lo juga kelasnya di atas, ngapain ke sini?" Alih-alih menjawab, gadis bernama Ava itu malah bertanya balik.

Enggan menjawab pertanyaan yang menurutnya sangat tidak penting itu, lantas Askara menatap ke arah Elin.

"Masuk gih, bentar lagi bel. Aku ke kelas dulu, ya? Semangat juga belajarnya." Setelah mengatakan itu Askara buru-buru pergi menuju kelasnya. Sementara Elin masuk menuju tempat duduk.

Saat sampai di hadapan Ava dan teman-temannya, Askara tak lupa mengucapkan sesuatu.

"Balik ke habitat kalian, bentar lagi bel!" ucap Askara lalu melongos pergi. Sementara Ava dan kedua temannya tengah menahan kesal karena ucapan Askara barusan. Kenapa cowok itu menyebutnya habitat, bukan kelas? Memangnya mereka hewan apa?

"Aska tunggu!" cegah Ava, tapi tidak digubris oleh cowok itu.

"Ya udah, ke kelas aja yuk, Va!" ajak gadis yang badannya lebih berisi dari Ava, Agatha namanya.

Ava menatap kepergian Askara dengan wajah yang sulit diartikan, "lihat aja, lo bakal jadi milik gue Askara! Dan pacar kesayangan lo itu bakal gue hempas dari kehidupan lo dengan tangan gue sendiri!" batinnya, lalu tersenyum sinis.

Gadis satunya lagi mengangguk, "yuk! Bentar lagi bel nih, gue nggak mau ya telat lagi kayak kemarin cuma gara-gara nungguin lo caper sama Askara," sambungnya. Dia adalah Kalyna, gadis dengan mulut yang suka ceplas-ceplos.

***

"Stop! Stop!" seru Nawfa sembari menepuk-nepuk pundak Arazka agar segera menghentikan laju motornya.

Arazka langsung menghentikan motornya secara mendadak, mereka nyaris jatuh kalau saja cowok itu tidak sigap menahan motor yang mereka tumpangi.

"Kenapa?" tanyanya bingung. Karena sekarang mereka baru sampai di pertigaan jalan dekat SMA Bima Sakti.

Nawfa turun dari motor, lalu melepas helmnya. "Sampai sini aja. Gue nggak mau diserbu cewek-cewek."

Arazka terkekeh, "mereka nyerbu abang, bukan lo."

Nawfa memutar bola matanya malas, "ya pokoknya itu!"

"Udah ya, mending abang pergi sekarang sebelum mereka ngereog karena lihat abang di sini," ucap Nawfa terdengar mengusir.

Arazka mengangguk dan mulai melajukan kembali kuda besinya.

"Belajar yang bener!" perintahnya sebelum menjauh.

Nawfa hanya mengacungkan ibu jarinya sebagai respon.

"Karena gue udah nurut, abang harus tambahin uang jajan gue bulan ini, ya!" teriaknya, tapi masih bisa didengar oleh Arazka. Dari kejauhan cowok itu hanya mengacungkan ibu jarinya sebagai tanda setuju.

Seperti yang diketahui bahwa Arazka memiliki fisik yang nyaris sempurna serta wajah yang begitu tampan. Jadi, tidak heran jika Nawfa menyuruhnya untuk segera pergi sebelum siswi-siswi di sekolah itu melihat ketampanan yang abangnya miliki.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status