“Mohon tenang semuanya. . .”
Pembawa acara berusaha untuk menenangkan seluruh rakyat Hindinia yang hadir dalam ujian pertama pemilihan Ratu Hindinia. Namun usaha dari pembawa acara itu tidak begitu berhasil, karena rakyat Hindinia yang didominasi oleh kaum proletar terlalu terkejut mendengar apa yang baru saja disampaikan oleh Arsyanendra sebagai Raja Hindinia.
“Mohon tenang rakyatku,” ucap Arsyanendra berusaha untuk menenangkan seluruh rakyatnya yang terkejut. “Ucapanku masih belum selesai. Mohon tenang dan biarkan aku menyelesaikan dulu ucapanku.”
Ucapan Arsyanendra yang penuh dengan kewibawaan berhasil membuat rakyat Hindinia yang hadir dalam ujian tahap pertama pemilihan ratu kemudian tenang seperti semula.
“Untuk kandidat kedua, Nona Variza Widyanatha menggunakan dana miliknya sebesar satu juta lima ratus ruyah. Aliran dana ini berasal dari dana tabungan milik Nona Variza Widyanatha. Berikut buktinya. . .”
Ar
“Apa – apaan itu tadi?” teriak Arkatama Agastya dengan wajah penuh amarah. “Benar, aku benar – benar tidak menyangka Yang Mulia membuat pengumuman seperti itu,” tambah Ethan Bimasena yang juga dengan wajah penuh amarah. Brukkk. . . Ishwar Urvilla yang juga sama marahnya kemudian menendang salah satu kursi yang berada di hadapannya hingga menabrak tembok dan nyaris saja hancur. “Yang Mulia benar – benar keterlaluan. Mempermalukan Tuan Shankara Danapati di depan umum seperti itu. . .” ucap Ishwar yang kemudian duduk di samping Ethan Bimasena. “Siapa yang akan menyangka jika Yang Mulia yang selalu memasang wajah penuh dengan senyuman itu kini mulai menusuk kita satu persatu,” ucap Ganendra Narain yang kemudian duduk di hadapan Arkatama. “Kau beruntung Tuan Gyan Widyanatha, putrimu tidak meminta bantuan dana darimu dan justru menggunakan dana pribadinya. . .” ucap Jazziel Catra yang duduk di samping Arka
Berita mengenai perbuatan Tuan Shankara Danapati kemudian segera tersebar dalam waktu yang cukup singkat. Begitu pula dengan pengadilan terbuka yang diadakan oleh Arsyanendra selaku Raja Ketiga Hindinia. Berita mengenai pengadilan terbuka yang sudah lama tidak dilakukan sejak kepemimpinan Jahan Balakosa kemudian mendapatkan banyak perhatian dari Rakyat Hindinia baik kaum proletar maupun kaum aristokrat. Kaum proletar merasa jika pengadilan terbuka ini akan membuka kesempatan bagi mereka untuk lebih menyalurkan suara dan aspirasi mereka setelah selama kurang lebih sepuluh tahun hidup dalam sangkar yang dibuat oleh Jahan Balakosa. Sedangkan kaum aristokrat yang selama ini hidup nyaman karena ulah Jahan Balakosa, kini merasa takut karena kaum proletar mulai mendapatkan keberanian mereka yang telah lama direnggut oleh Jahan Balakosa. Sementara itu bagi Arsyanendra, kesalahan yang dibuat oleh Shankara Danapati ini layaknya pemberian Tuhan dan kesempatan pentin
Setelah menanyakan informasi untuk memastikan bahwa orang yang berada di hadapannya adalah benar – benar Shankara Danapati, Arsyanendra kemudian meminta Shankara Danapati untuk membaca sumpah agar berkata yang sejujur - jujurnya dan berkata yang sebenar – benarnya atas semua pertanyaan yang kelak akan diajukan oleh Arsyanendra kepada Shankara Danapati dalam pengadilan terbuka hari ini. “Saya, Shankara Danapati dengan ini bersumpah akan mengatakan yang sebenar – benarnya dan sejujur – jujurnya dalam pengadilan ini. Bila saya melanggar sumpah ini, saya akan bersedia dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku di Hindinia.” Setelah Shankara Danapati mengucapkan sumpahnya, Arsyanendra mulai membacakan dakwaan yang ada dalam berkas istana kepada Shankara Danapati dan kemudian mulai mengajukan pertanyaan kepada Shankara Danapati. “Apakah Tuan Shankara Danapati dapat menjelaskan ke mana perginya uang yang berada dalam pengawasan Departemen Perekonomia
Mendengar ucapan dari Arsyanendra yang begitu meyakinkan, satu per satu tangan dari kaum proletar kemudian terangkat ke atas. Sepuluh orang. Dua puluh orang. Lima puluh orang. . . . Dan kemudian sepanjang mata Arsyanendra memandang ke arah kaum proletar, rasanya yang terlihat di mata Arsyanendra hanyalah tangan kaum proletar yang mengacung ke atas dan berusaha untuk berbicara kepada Arsyanendra. Arsyanendra mengangkat tangannya lagi dan memberikan isyarat yang sama seperti sebelumnya. Isyarat itu berhasil memberikan membuat ratusan dan mungkin ribuan kaum proletar yang berdiri di hadapan Arsyanendra akhirnya berhenti untuk bicara kepada Arsyanendra dan kemudian menjadi tenang. “Wahai rakyatku,” panggil Arsyanendra sembari melemparkan senyumannya. “Aku punya banyak waktu untuk mendengarkan keluhan kalian semua.” Tanpa diberi perintah dan seolah mengerti apa yang ada di dalam pikiran Arsyanendra saat
“Ahh, aku terkejut. Ini pertama kalinya Tuan Yasawirya meninggikan nada suara Tuan sekaligus memperlihatkan raut wajah yang ketakutan di hadapanku.” “Maafkan sikapku yang lancang ini, Yang Mulia. Tapi saya benar – benar khawatir dengan perbuatan Yang Mulia ini. Yang Mulia baru naik takhta kurang dari setahun dan sekarang Yang Mulia sudah berani menantang kaum aristokrat bahkan sebelum kekuatan kaum proletar kembali. Ini tindakan yang gila dan berbahaya, Yang Mulia.” “Aku tahu hal itu dengan baik, Tuan Yasawirya. Tapi. . .” Arsyanendra yang tadinya duduk di hadapan Yasawirya Pramanaya kemudian bangkit dari duduknya dan kemudian berjalan mendekat ke Yasawirya Pramanaya. “Justru tindakan Tuan saat ini pun sama gilanya dengan tindakanku. Kenapa Tuan membahayakan posisi Tuan dan datang kemari? Tindakan Tuan saat ini mungkin bisa membuat Tuan berada dalam posisi yang sama bahayanya dengan posisiku.” “Janji, Yang Mulia. Sepuluh tahun yang lalu, aku
Virya terdiam mendengar ucapan Arsyanendra dengan senyuman di wajahnya. Virya tahu dengan baik bahwa tinggal di istana sangat menyiksa Arsyanendra karena istana ini pula adalah tempat di mana Davendra Balakosa yang merupakan ayah dari Arsyanendra meregang nyawanya. “Yang Mulia akan pergi ke mana?” tanya Virya dengan suara lembutnya. “Ke mana saja asal menjauh dari istana ini. Menjauh dari segala urusan berat yang membuatku bertambah tua sebelum waktunya.” Arsyanendra kemudian tersenyum lagi setelah mengatakan kata “bertambah tua sebelum waktunya” kepada Virya. Sementara Virya Balakosa yang mendengar ucapan Arsyanendra itu kemudian tertawa kecil dan berkata, “Yang Mulia tidak terlihat tua sebelum waktunya. Tidakkah Yang Mulia tahu bahwa Yang Mulia adalah satu dari beberapa orang dengan wajah yang sangat tampan di mata rakyat Hindinia?” “Aku tahu itu, Virya dan karena wajahku yang tampan ini, kelak aku akan kesulita
“Salam Tuanku, Tuan Arkatama. . .” Salah satu pengawal Arkatama Agastya datang menghadap kepada Arkatama Agastya yang sedang bersantai di depan kolam renangnya di kediaman miliknya. “Ya, Rando. Berita apa yang kamu dapatkan hingga mengganggu ketenanganku?” Rando menundukkan kepalanya sebagai bentuk permintaan maafnya karena sudah mengganggu ketenangan dari Tuannya. “Mohon maafkan kelancangan saya ini, Tuanku.” “Sudahlah, aku mengenalmu dengan baik, Rando. Kali ini, aku akan memaafkan kelancanganmu ini.” Arkatama Agastya kemudian membuka matanya dan menatap ke arah Rando yang berdiri menundukkan kepalanya tidak jauh dari tempatnya bersantai. “Jadi berita apa yang kamu bawa, Rando?” Rando kemudian mengeluarkan sebuah amplop dengan ukuran sedang dari balik jas hitamnya dan memberikannya kepada Arkatama Agastya. “Ini, Tuanku.” “Apa ini, Rando?” tanya Arkatama Agastya yang menerima p
Sorakan pujian untuk Arsyanendra kemudian terdengar menggema ke seluruh penjuru Jako Arta. Arsyanendra yang mendengar pujian itu kemudian tersenyum bahagia melihat kebahagiaan di mata rakyatnya saat ini. Arsyanendra kemudian berdiri dari duduknya dan mengangkat tangan kanannya sebagai isyarat kepada rakyatnya untuk berhenti berteriak dan tenang. Melihat tangan Arsyanendra yang naik, seluruh rakyat Hindinia yang hadir dalam pengadilan terbuka dalam sekejap berubah menjadi tenang. “Rakyatku. . .” kata Arsyanendra. “Ini semua terjadi berkat kalian semua. Pujian itu harusnya diberikan kepada kalian semua dan bukannya kepadaku. Berkat keberanian kalian yang berani berbicara kepada perwakilan – perwakilan yang aku pilih, maka hari ini saya bisa memberikan hukuman yang pantas, yang sesuai dengan perbuatan Tuan Shankara Danapati selama ini yang merugikan rakyat, yang merugikan Hindinia. Jadi. . . mulai hari ini, mulai detik ini, saya sebagai Raja Hindinia ingin m