"Jangan menggaruk pipimu." Zein menahan tangan Zahra yang ingin menggaruk pipi. Mereka sudah di kamar dan Zein sudah memberi obat pada istrinya. "Gatal," cicit Zahra pelan, menyesal karena mengira Zein hanya mengada-ngata. Ternyata memang benar jika dia alergi bunga tulip. Zein mengambil sebuah salep kulit khusus lalu mengoles pada pipi istrinya yang memerah. "Apa masih gatal?" Zahra menggelengkan kepala. Tiba-tiba saja Zahra terdiam, sebuah ingatan muncul di kepala Zahra. Dua mengernyit kemudian memegang kepala. "Ada apa?" tanya Zein khawatir, menatap cemas pada Zahra yang terlihat menahan sakit. 'Bagaimana bisa Pak Zein memberiku hadiah kalung mahal, Tante. Sedangkan dia saja tidak peduli padaku. Membawa bunga tulip ke rumah padahal dia tahu aku alergi bunga tulip.' 'Bunga ini bukan untukmu.'"Sweetheart."Zahra reflek mendorong Zein, matanya melotot kaget karena sebuah ingatan tersebut. Napas Zahra memburu, kilasan itu terlalu menyedihkan. Zein membawa bunga untuk perempuan
"Keluar lah." Suara datar Zein mengalun, menjauh sedikit dari meja untuk menoleh ke bawah–mengamati istrinya yang sedang bersembunyi di bawah sana. Zahra menetap ke arah Zein, sempat menyengir lalu berakhir cengengesan. "A--aku sedang main petak umpet dengan anak-anak," jawab Zahra setelah dia keluar dari bawah meja, menggoyangkan tangan lalu menatap malu bercampur gugup pada Zein. "Ouh, ternyata Nyonya selingkuhan Tuan." Marcus terkekeh pelan, membungkuk hormat pada tuan dan nyonya-nya lalu segera beranjak dari sana. Zein menganggukkan kepala sejenak lalu memilih melanjutkan pekerjaan. "Kau ingin istirahat tetapi ditinggal mandi dan kau langsung menghilang." Zein menoleh pada Zahra, "kau sengaja untuk tidak mandi bersamaku bukan?"'Hah? Benar juga. Aku harusnya mandi bersamanya karena itu kebiasaanku dulu. Tapi karena aku meminta untuk istirahat, Suami tidak jadi mandi denganku. Wah, padahal tujuanku bahkan itu tapi kebetulan aku bebas dari mandi bersamanya.' batin Zahra, menaha
"Kau hebat, Sweetheart. Proyek negeri dongeng berhasil kau dapatkan," ucap Zein, berbisik lembut tepat di daun telinga Zahra. "Tapi aku tidak melakukan apa-apa." Zahra cukup kikuk, salah tingkah karena mendapat pujian dari suaminya. Dia malu bercampur senang secara bersamaan. "Kau berhasil meyakinkan mereka, membuat mereka percaya jika perusahaan kita bisa mengerjakan proyek tersebut." Zahra mendongak, tersenyum malu-malu pada Zein. 'Itu berkat Zahra Aurelia, ingatanku tiba-tiba muncul. Jika bukan karena itu, aku mana bisa. Hah, Zahra Aurelia terlalu hebat. Apakah aku bisa sepertinya yah? Kami orang yang sama tetapi entah kenapa aku iri padanya.' batin Zahra. Pada rapat tadi Zahra melakukan hal luar biasa. Suasana rapat membuat Zahra merasa dejavu, ada sebuah potongan memori yang membuat Zahra berani berbicara dan mengemukakan pendapat. Zahra cukup bangga pada dirinya sendiri, tetapi cukup sedih jua karena kenyataannya dia dibantu oleh potongan memori–bukan hasil belajar selama s
"Zahra Aurelia," ucap wanita paruhbaya tersebut, berdiri di ambang ruang pembatas antara dapur. Dagunya terangkat ke atas dan tatapan matanya menghunus ke arah Zahra. Dia begitu angkuh. Zahra menaikkan sebelah alis, dia sama sekali tak mengenali perempuan tersebut. Namun melihat perempuan tersebut begitu angkuh, Zahra menebak jika perempuan ini adalah orang yang membencinya. "Dia siapa?" bisik Zahra kemudian pada Alana. "Dia Anita, ibu dari Deana sekaligus Tante Tuan Zein. Mereka dari keluarga ibu Tuan Zein," jawab Alana dengan balas berbisik pada Zahra. "Dulu Anita tinggal di kota lain, karena ibu dari Tuan Zein melarang mereka memasuki kota. Namun, setelah ibu mertuamu meninggal, mereka kembali ke kota ini. Dua tahun setelah anda menghilang, Deana pulang dari luar negeri."'Pasti tujuan mereka mendekati Pak suami.' batin Zahra, meletakkan spatula lalu bersedekap dengan mengangkat dagu–tak ingin kalah arogan dari sikap Anita. "Maaf, tetapi apa sekarang tamu tidak memerlukan izin
"Iya, Zein sayang. Tante datang ke sini dengan niat baik, untuk menemui Zahra yang sudah lama menghilang. Tetapi kedatangan Tante tidak disambut dengan baik." Anita ikut menjelek-jelekkan Zahra, mendukung permainan putrinya supaya Zahra semakin tersudutkan. Anita pernah menjodohkan Deana dengan Zein, akan tetapi kakak iparnya–ibu Zein, tidak setuju dengan alasan Deana terlalu muda untuk Zein. Anita bahkan mengiming-imingkan harta, menjodohkan keduanya supaya bisnis yang baru Zein pegang punya dukungan yang kuat dari perusahaan Anita. Namun, Yolanda tetap menolak–mengatakan Zein sudah memiliki kekasih dan akan menikah dengan kekasihnya. Selang dari rencana perjodohan itu, Yolanda menyuruh adiknya–suami Anita supaya pindah ke kota lain. Akhirnya Anita pindah kota dan perjodohan batal. Anita sangat menginginkan Zein karena tujuannya adalah sebuah status. Melviano merupakan keluarga terhormat, KristalRoyal'M adalah perusahaan ternama dan berkuasa. Jika Deana menikah dengan Zein tentu a
Zein menganggukkan kepala, menuruti ucapan Zahra untuk tak melakukan hal lebih buruk pada Anita dan Deana. "Suruh Marcus untuk mengusir mereka," titah Zein pada Alana, setelah itu menarik Zahra untuk ikut dengannya. Zein membawa Zahra ke kamar, mendudukkan istrinya di tepi ranjang. Zein menghela nafas sejenak, lalu beralih duduk di sebelah Zahra."Jangan terpengaruh oleh perkataan mereka." Zein berucap lembut, mengusap lembut pipi istrinya. Zein tentu khawatir, ucapan kedua wanita brengsek itu akan mempengaruhi istrinya. Zahra sedang amnesia, dan hal seperti tadi bisa merusak memori baik istrinya. Zahra bisa tertekan jika terus memikirkan ucapan Anita dan Deana, mungkin bisa berakhir fatal hingga menyerang kejiawan. Zahra tiba-tiba nyengir, membuat Zein cukup kaget. Lalu perempuan itu menggelengkan kepala secara antusias. "Tidak kok, Suami. Aku tidak terpengaruh dengan perkataan mereka. Sejak awal mereka sudah memperlihatkan karakter buruk di hadapanku jadi aku sama sekali tidak t
Zein menaikkan sebelah alis, tersenyum geli lalu berakhir menyentil kening Zahra. "Kabur?" Zein terkekeh, saking tak percaya secara gemas dengan ucapan istrinya. Hell! Tidak mungkin dia kabur, yang ada sebaliknya. Zein yang takut Zahra kabur! Oh, Tuhan. Istrinya memang sangat menggemaskan! Dia lucu! "Kenapa aku harus kabur?" Zein mendekatkan wajah ke arah Zahra, nadanya lebih rendah sehingga terkesan menggoda bagi Zahra. "Aku terus mengejar dan mengemis cintamu, aku sudah melewati karma terberat untuk bisa memilikimu kembali. Bahkan saking ingin mendapatkanmu, aku ingin mengejarmu--menyusulmu ke akhirat," ucap Zein, di mana suaranya semakin pelan di akhir kalimat. Zahra terdiam, mengerjap-erjap. Dia tertegun mendengar ucapan sang suami. "Karma terberatku adalah kehilangan dirimu, dan karma termanisku adalah hanya bisa mencintaimu," lanjut Zein. Cup'Dia mengecup bibir istrinya lembut, perlahan menyesap dan melumatnya. Zahra yang hanyut oleh sentuhan serta kata-kata manis suaminy
"Siapa Nolan dan apa hubungannya denganku?" Zein menaikkan sebelah alis, menatap istrinya cukup kaget. Jujur saja, Zein tak ingin memberitahu Zahra. Dia belum siap! Namun, Zein takut seseorang mencemari pikiran Zahra, sehingga perempuan ini kembali pergi darinya. "Nolan, dia saudara satu ibu denganku." Zein menjawab datar. Mengingat kejahatan Nolan, yang bukan hanya memisahkan dirinya dengan Zahra, tetapi juga melenyapkan ibu mereka sendiri, Zein rasanya marah. Meskipun Nolan telah tiada, kejahatan Nolan selalu berhasil membuat Zein mendidih. "Hubungannya denganku?" tanya Zahra penasaran. Benarkah Nolan selingkuhnya dan Zahra memilih kabur dengan pria itu? "Dia menyukaimu dan berusaha merebutmu dariku. Dia bekerja sama dengan Belle untuk memisahkan kita lalu terakhir kali dia menculikmu." Zahra mendongak, melototkan mata ke arah Zein. Dia menatap seperti tak mempercayai ucapan Zein tersebut. 'Hah! Nolan menculikku? Jangan-jangan kecelakaan yang menimpaku adalah ulah dia.' Zahra