Bab106
Wiliam memasuki kamarnya, dan berjalan menuju kamar mandi. Lelaki tampan itu, melepaskan kemejanya yang sedikit kotor dan kusut.
Amira masuk ke dalam kamar Wiliam dengan emosi yang meluap-luap.
"Wiliam, apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa kalian berdua sebrutal itu?" tanya Amira, dengan deru napas memburu.
"Tanyakan sama anak kesayangan Ibu," sahut Wiliam, sembari mencoba menutup pintu kamar mandi.
Bergegas Amira mendekat, dan menahan daun pintu kamar mandi.
"Wiliam, mengapa sikap kamu semakin berubah? Seingat Ibu, kamu begitu penurut pada kami."
Wiliam menghela napas berat. Ia pun menoleh, ke arah Amira, yang masih berdiri di depan pintu kamar mandinya.
"Semut saja kalau terancam, akan mengigit. Apalagi, kalau diinjak."
"Kamu terancam?"
"Tentu saja! Semua yang hancur didalam itu!" tunjuk Wiliam ke arah keluar. "Perbuatan anak kesayangan Ibu," lanjutnya.
"Ya alasannya apa? Mengapa Jonas sampai semar
Bab107"Siapa yang menyuruhmu?" teriak Juana Zambora."Kamu yakin ingin tau?" tanya Maroko, sembari memainkan jemarinya, di daerah sensitif, milik Juana.Juana sekuat tenaga, menahan diri untuk tidak mendesah."Jawab!" teriak Juana, sembari menahan deru napasnya yang kian memburu, menandakan napsunya mulai bermain."Aku lihai dalam memberi kepuasan. Mari bermain-main dulu! Kujamin, kau tidak akan menyesal, Nona," bisik Maroko lagi.Cuiihhh .... Juana memberikan semburan ludah, ke wajah Maroko.Lelaki itu nyaris terpancing emosi. Namun dia berusaha tenang dan menyeka ludah, yang menempel di wajahnya.Lelaki itu sedikit kasar kali ini, dia langsung menciumi bibir mungil Juana, dan mengisap bibir itu dengan kuat.Hingga darah segar keluar dari mulut Juana. Lelaki itu terkekeh, dan melepaskan bibir Juana yang terluka."Karena mulut kamu yang nakal. Maka, aku menghukumnya."Ucapan Maroko memang nampak sang
Bab108"Menjauh dariku! Kau menjijikkan!" pekik Juana.Maroko pun berdiri, dengan perasaan sangat kesal. Ia pun membersihkan wajahnya, yang terkena muntahan Juana.______"Wiliam ...." Amira kembali menggedor, kamar Wiliam.Dengan sangat malas, Wiliam bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju daun pintu.Ketika pintu kamar telah terbuka lebar, Wiliam melihat wajah Amira yang nampak terlihat panik."Hhmm, ada apa, Bu?""Wil, itu!" Amira menunjuk ke arah luar. "Ada anak buahnya Welas," lanjutnya dengan gemetar.Wiliam tidak banyak bertanya. Ia melangkah menuju ruang tengah, diikuti Amira yang sedikit gelisah."Tuan ...." Kedua tamu itu pun, berdiri, dan memberi hormat pada Wiliam."Ada apa kalian kemari?" tanya Wiliam, sembari mempersilahkan mereka duduk.Mereka berempat duduk, berhadap-hadapan."Saya Alendra, kuasa hukum Tuan Welas.""Hhhmmm ....""Tuan, Anda diminta un
Bab109Beberapa orang terkapar, hanya karena tendangan Wiliam. Amira masih memeluk erat lengan anaknya, dengan tubuhnya yang kian gemetar."Bu! Duduklah," pinta Wiliam, sembari menyentuh lembut tangan Ibunya, yang memeluk erat tangan Wiliam.Amira menggelengkan kepalanya. "Enggak mau!" sahutnya."Bu, terlalu berbahaya. Wiliam takut, Ibu kena pukulan mereka."Ingin Amira bersikeras. Namun, melihat bahaya mengancam mereka, Amira terpaksa menuruti ucapan Putranya.Amira duduk, dengan rasa takut, yang masih meliputi hatinya.Meskipun pada kenyataanya, Wiliam telah berkali-kali, membuat mereka tumbang."Anda benar-benar mengibarkan bendera perang!" ucap Alendra, ketika melihat anak buahnya, terkapar semua di lantai.Hatinya panas, namun dia tahan sekuat tenaga."Aku tidak merasa melakukannya. Hati-hati, bisa jadi, kamu yang akan tertuduh!" seru Wiliam, sambil tersenyum mengejek.Alendra terkekeh, mendengar
Bab110Aluna terkejut, mendengar gumaman Ayahnya."Mengapa Ayah bersikap seperti ini? Apa karena Juana? Wanita sialan itu," teriak Aluna.Keterkejutan Welas, mendengar anaknya berteriak, membuat tatapan matanya membulat sempurna pada Aluna. Tidak dia sangka, Aluna akan berkata sekasar itu, tentang Juana.Sedangkan perasaan lelaki tua itu, kini diliputi kemarahan, atas menghilangnya Juana dan saham Juana yang berpindah ke Wiliam 50% nya.Welas merasa yakin, Wiliam menyembunyikan Juana kini, dan berniat memisahkan dia dan Juana.Bahkan, Wiliam yang kini menjabat sebagai CEO Giant Company Group pun, sudah menyebar di penjuru kota Monarki.Pelengseran Juana, pun sampai ketelinga keluarga besar Zambora. Namun mereka tidak ada yang lagi perduli.Sebab bagi mereka, itulah ganjaran, dari kejahatan Juana."Jangan pernah berkata kasar tentang Juana!" teriak Welas, pada Aluna yang mulai terisak."Ayah please, buka mata
Bab111Seminggu telah berlalu. Dan Wiliam tetap tidak menghubungi Aluna lagi. Bahkan, panggilan telepon dari Aluna, tidak kunjung mendapat jawaban.Pintu kamar Aluna diketuk."Ada apa lagi? Kurang lama kurungannya," pekik Aluna Welas dengan kesal."Ketua ingin bertemu. Beliau, sudah ada di ruangannya."Aku bangkit dari pembaringan empuknya, sembari terus berpikir."Ayah sudah pulang," gumamnya, sembari melangkah, menuju daun pintu kamar.Dengan tergesa, dia pun membuka pintu kamar, yang sudah dilepas gemboknya dari luar."Dasar brengsek kalian semua," maki Aluna, ketika pintu kamar telah terbuka. Kedua penjaga kamarnya, hanya menundukkan kepala, tanpa berani menatap mata tajam Aluna Welas.Aluna berjalan cepat, menuju ruangan Ayahnya.Di dalam ruangan, Welas menunggu kedatangan Putri kesayangannya."Ayah," gumam Aluna.Welas mengulas senyum, dan meminta Aluna Welas untuk duduk."Lanjutkan
Bab112Langkah Aluna Welas begitu berat, ketika dia menuju Bandara Negri Fantasy. Semua luka dan kecewa, dia tumpahkan dengan habis malam tadi di atas bantal.Welas sendiri, sudah berjanji, akan memberikan fasilitas terbaik untuk anak dan cucunya kelak, selama tinggal di Negri Awan.Welas memeluk Putri semata wayangnya itu."Baik-baik di sana. Ingat janji kamu, harus menyelesaikan pendidikan dengan baik.""Iya, Ayah."Welas mengurai pelukannya, sembari memukul lembut pipi anaknya. Hal yang memang biasa dia lakukan, tanda memberi semangat untuk Aluna Welas.Aluna tersenyum tipis, dan menarik kopernya, bersama dengan kedua orang utusan Welas, yang akan menjaga Aluna.Hati Welas diliputi kesedihan, melihat penderitaan putrinya, karena mencintai seorang Wiliam Welas."Siapkan anak buah. Kita, akan ke Monarki hari ini," titah Welas, ketika pesawat yang membawa Aluna, sudah terbang mengudara."Baik Tuan," sahut ke
Bab113"Sudahlah, ini urusan lelaki. Ibu, sebaiknya Ibu masuk kamar," titah Jonas."Dasar kurang ajar," teriak Amira, dan berniat menampar wajah Jonas lagi di depan semua orang.Namun, kali ini, Welas menahan tangan Amira."Hentikan, atau kamu akan menyesal," bentak Welas.Kemudian, anak buah Welas yang berada di depan pintu, memekik kesakitan. Dan hal itu, membuat mereka semua, menoleh ke arah pintu.Sosok gagah seorang Wiliam Welas, kini berdiri disamping lelaki yang memekik itu."Wow, Wiliam," seru Welas, sembari membanting kasar tangan Amira, dan membuat wanita paru baya itu tersungkur membentur meja."Ibu," seru Jonas. Sedangkan Wiliam, menatap tajam wajah Welas.Jonas berusaha membantu Ibunya berdiri. Namun, Amira menepis kasar tangan anak sulungnya itu."Wiliam Welas, CEO Giant Company Group yang baru. Wah banget, menjadi penyusup, dan kemudian mencuri harta dan jabatan kekasihku dengan cara yang koto
Bab114Arlanjo membawa beberapa anak buahnya, yang berada di dalam apartemen Wiliam, untuk keluar.Sedangkan Welas, masih tetap berdiri di tempatnya."Apa yang kamu inginkan?""Minta maaf pada Ibuku!" titah Wiliam.Welas menatap wajah Wiliam dengan lekat. Kemudian, menoleh ke arah Jonas Welas dan Amira.Amira memasang wajah datar, sedangkan Jonas nampak merasa tidak enak hati."Maafkan saya," ucap Welas, sembari membungkukkan badannya ke hadapan Amira."Jangan pernah mengganggu keluargaku lagi." Amira berkata dengan dingin."Bu," ucap Jonas, yang berniat ingin protes, dengan sikap Ibunya."Apa? Ibu paling tidak suka, jika anak-anak Ibu, terancam keselamatannya.""Wiliam, ini belum selesai," ucap Welas, sembari melewati Wiliam, yang berdiri dimuara pintu.Welas keluar apartemen, dengan perasaan yang teramat marah dan juga dendam.Terhadap Juana, Welas semakin merasa murka dan