#95"Memangnya dia mengatakan apa saja sama kamu, Re?" tanya Mona lagi mengulang tanyanya untuk mendapatkan jawaban. Ia tampak penasaran dengan apa yang kakak Angga bicarakan dengan Rere. Meskipun, Mona belum mengenal dan bertemu dengan Angga, tapi tetap rasa penasaran tetap mengganggu pikirannya."Banyak hal yang dia katakan, Mona. Dan aku benar-benar merasa bersalah karena sudah membuat Tasya ikut melalui ini, aku lah yang mengenalkan Tasya sama Roy dan kawan-kawannya." Rere menundukkan kepalanya. Ia tampak merenungkan setiap kesalahannya pada Tasya."Dia nyalahin kamu ya?" tebak Mona menduga-duga. Sebab melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Rere sehingga membuatnya berpikir lebih.Rere menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak kok. Nggak ada satu pun dari kata-kata Bang Angga yang menyalahkanku atau kamu. Lebih baik kita pulang dulu ke kosan ya. Nanti aku ceritakan semuanya." Rere tak mau langsung menjawab pertanyaan Mona dengan gamblang mengenai apa saja yang dikatakan Angga tadi."B
#96Tasya tampak mengerjapkan kedua bola matanya. Ia mengingat kembali hal terakhir yang terjadi sebelum dia tak sadarkan diri. Bu Intan yang melihat putrinya sudah siuman itu pun, segera bangkit dari sofa dan menghampirinya."Bu," lirih Tasya memanggil Bu Intan hampir tak bersuara."Iya, Sya. Ibu di sini." Bu Intan menyahut dengan suara lembut. Emosinya sudah sirna saat ini. Sudah tak menggebu lagi seperti tadi.Mungkin Bu Intan sadar dan berpikir kalau emosinya hanya akan membuat keadaan menjadi semakin runyam. Ia pun berusaha agar tidak emosi lagi, dan menekan egonya.Tasya memang salah, tapi bukan berarti dirinya harus dihakimi terus-terusan. Itulah yang Bu Intan tanamkan dalam hatinya. Ia berusaha legowo untuk menerima semua musibah yang menimpa keluarganya itu. Apalagi sekarang ini Angga sedang berusaha menangkap pelaku kejahatan yang menyebabkan Tasya begini.Hal itu sudah cukup membuat Bu Intan merasa lega. Karena sebentar lagi pelaku kejahatan itu akan ditindak sesuai dengan
#97Bu Intan segera menggelengkan kepalanya. Ia mengusir pikiran liarnya yang menduga-duga kalau Arvin menyukai Tasya. Padahal itu belum tentu terjadi. Apalagi saat Arvin tau kalau Tasya sudah tidak suci lagi, bahkan terancam tidak dapat mempunyai anak. Mungkin kisahnya akan lain.'Ya ampun. Kenapa aku malah mikirin hal yang aneh-aneh,' gumamnya kemudian. Bu Intan segera menepis angan-angan anehnya itu. Ia tak habis pikir bisa-bisanya berpikir demikian, sedangkan kondisi Tasya begitu.Arvin tampak canggung di hadapan Tasya. Pun sama dengan Tasya, keduanya merasa canggung satu sama lain. Sehingga seolah kehilangan topik untuk dibicarakan.Bu Intan segera menyadari hal itu, dan menarik kesimpulan kalau kehadiran dirinya lah yang membuat mereka tak leluasa untuk mengobrol dengan bebas. 'Sepertinya, aku harus keluar dari sini. Biar mereka bebas untuk mengobrol,' kata Bu Intan kemudian. Lantas, ia pun segera melakukan aksinya.Bu Intan bangkit lalu mendekati ranjang Tasya."Ibu mau ke mana
#98Setelah menyelesaikan urusannya di kantor polisi. Angga pun memutuskan untuk pulang ke rumah dulu. Ia pun sempat mengirimkan pesan singkat pada Bu Intan untuk memberitahukan kalau dirinya tidak akan kembali ke rumah sakit, mungkin besok.Angga teringat kejadian sebelum dirinya pergi ke kantor polisi. Pengakuan mencengangkan dari Aluna membuatnya emosi."Aku hamil." Dua kata itu terus terngiang dalam benak Angga dan itu membuatnya frustrasi.Mengetahui jika dirinya mandul dan ternyata Jelita bukanlah darah dagingnya adalah pukulan terberat bagi hidup Angga. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa sekarang, Aluna kembali mengatakan kalau dirinya sedang hamil.'Aku telah salah mengenal Aluna selama ini. Kupikir aku telah mengenalnya dengan sangat baik, ternyata begitu banyak yang ia sembunyikan. Kali ini aku nggak akan biarkan dia membohongiku lagi.' Angga membatin dalam hatinya. Ia bertekad untuk segera menyelesaikan masalahnya dengan Aluna secepat mungkin.Angga terpikir untuk menalak
#99Usai pergumulan mereka berakhir. Angga melenguh panjang saat puncak kenikmatan berhasil diraihnya. Rasa penat yang sejak tadi menderanya sedikit terobati. Keduanya masih berdiam di balik selimut dan larut dengan pikiran masing-masing.Syahna meneteskan air matanya dan terisak karena telah melakukan hal yang tidak pernah terbayangkan dalam hidupnya. Angga menyadari tangisan Syahna lantas menoleh ke arah si gadis, yang baru saja menyerahkan kesuciannya pada Angga. Sedikit merasa bersalah, tapi Angga juga menikmatinya sehingga ia harap tidak ada kekecewaan dalam diri Syahna."Kenapa kamu menangis, Syahna?" tanya Angga seraya mem**belai pucuk kepala Syahna dengan lembut dan mesra. Ia merasa tak tega telah membuat Syahna menangis dan sepintas rasa bersalah pun mengganggu benaknya.Syahna bergeming, tak mau membuka suara. Hanya air matanya lah yang berbicara saat ini. Dan Angga pun berusaha sebisanya untuk membuat Syahna mau meredakan tangisnya. Apa pun caranya, ia akan membuat perasaa
#100"A–apa ini, Mas?" tanya Aluna gugup. Ia merasa sekujur tubuhnya kaku saat menerima uluran kertas itu. Pikirannya sudah menduga kalau akan terjadi sebuah masalah yang besar. Wajah Angga terlihat begitu murka hingga Aluna pun tak kuasa untuk sekadar menatap matanya."Bacalah. Nanti kamu akan tahu apa isi surat itu," ucap Angga dingin. Suaranya begitu datar dan angkuh di saat yang bersamaan.Aluna masih terduduk di lantai. Saat Angga menghempaskan dua lembar kertas putih padanya. Surat keterangan dari dokter tentang kondisi kesuburannya, serta hasil tes DNA Jelita. Semua itu harus Aluna baca agar ia tahu apa alasan Angga terlihat begitu marah saat ini.Bola mata Aluna bergerak gelisah, ia berusaha membaca dan memahami semua yang tertulis di kertas-kertas itu. Ia tak percaya jika Angga akan mendapatkan semua bukti itu. Dan entah sejak kapan Angga memiliki surat-surat ini."Ini … pasti rekayasa, Mas! Mas jangan mengada-ada!" pekik Aluna begitu selesai memahami isi tulisan di kertas-ke
#101"Pergilah! Aku tak mau melihatmu lagi di sini."Angga berucap dengan nada sinis. Wajahnya tampak kaku dan mengeras. Bagi Angga, sudah tak ada belas kasihan lagi untuk Aluna.Dia tidak akan pernah bisa memaafkan kesalahan Aluna lagi hingga kata talak akhirnya terucap dari mulutnya. Aluna menangis pilu, masih bersimpuh di lantai mengharap belas kasihan dari Angga. Tetapi, sayangnya Angga sudah bulat dengan keputusannya.Ia mati rasa. Dan Angga tidak memedulikan Aluna lagi yang meratap, memohon maafnya."Maaf, Mas. Aku mohon sama kamu jangan begini. Aku tau aku salah, tapi aku pun berhak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki diriku. Bagaimana dengan Jelita, bagaimana kamu akan menjawabnya kalau dia menanyakanku." Aluna malah membawa nama Jelita, agar Angga jatuh iba dan merubah pikirannya."Jangan membawa-bawa Jelita. Kamu juga bahkan selalu pergi dan menitipkan Jelita pada orang lain, 'kan? Bukannya kamu nggak begitu peduli sama Jelita, kenapa sekarang kamu sok peduli pada anak
#102Keesokan paginya, Aluna keluar dari kamarnya. Ia menangis semalaman hingga tak sadar dirinya jatuh tertidur saat tengah mengemasi pakaiannya. Rasanya menyakitkan sekali dicampakkan oleh suami. Tapi, Aluna seolah masih enggan menerima kenyataan itu. Rasanya sulit menerima kenyataan kalau dirinya terusir dari rumah ini dengan keadaan yang sangat hina.Padahal, tak dapat dipungkiri jika semua itu adalah karena perbuatan bodohnya sendiri. Pagi itu, saat Aluna hendak pergi ke dapur dan menikmati sarapan seperti biasanya. Ia melihat Syahna dengan rambut basahnya sibuk berjibaku di depan kompor dengan berbagai macam bahan masakan. Gadis itu tak menyadari kehadiran Aluna dari arah belakang sebab, Aluna melangkah tanpa menimbulkan suara gaduh.Mata Aluna nyalang melihat rambut Syahna yang tampak basah. Kemarahannya yang belum usai kembali muncul lagi, dan memuncal. Ia pun kalap dan berlari cepat menghampiri Syahna yang masih belum sadar akan serangan yang akan menimpanya.. Ia ingin memaki