Share

Bab 2 Bertukar Jiwa

Shanaz memegangi ponselnya dengan tangan yang gemetar. Bagaimana ini? Lalu, bagaimana dengan nasib Nabila? Jika sekarang dia ada di dalam tubuh wanita ini?

“Bila.” Ibunya memegang kedua bahu Nabila, merasa ada yang aneh dengan sikap anaknya barusan.

“Kamu masih sakit?”

Shanaz yang ada di dalam tubuh Nabila pun menggeleng. Wajahnya yang memucat tak dapat disembunyikan. Ia harus ke sana sekarang. Ke jembatan di mana dia tenggelam bersama dengan mobilnya waktu itu.

“Bu, sepertinya aku harus pergi. Aku harus memeriksa sesuatu.”

Kening ibunya mengerut. “Memeriksa apa? Seharusnya tubuh kamu yang diperiksa, kamu masih pucat Nabila!”

“Tidak. Sha ... ekhem, Nabila harus memastikan sesuatu.”

**

Bermodalkan uang yang ada di dalam dompet Nabila, Shanaz pergi ke jembatan di mana kecelakaan itu terjadi.

“Aku akan mengembalikan uangmu begitu kita sudah bertukar posisi,” ucap Shanaz dalam hati.

Perjalanan menuju jembatan itu memakan waktu sampai satu setengah jam. Pikiran Shanaz masih berkelana ke mana-mana. Bagaimana bisa hal ini terjadi padanya? Mengapa ia bisa bertukar tubuh?

Apakah ini jawaban yang ia terima setelah meminta permohonan konyol itu? Ia ingin balas dendam. Tapi kenapa harus dengan cara seperti ini?

Shanaz turun dari taksi setelah memberikan uang ongkosnya. Ia memandangi sekitarnya, masih tampak ada beberapa polisi dan relawan yang mencari tubuhnya.

Tubuh Shanaz belum bisa ditemukan! Padahal sudah satu hari lebih kecelakaan berlalu. Kalau sampai dirinya mati, maka Nabila akan mati.

Matanya kemudian menangkap sosok bayangan yang membuat hatinya bergejolak marah. Lita dan Fernando, mereka berdua sedang ada di sana, entah untuk merayakan kemenangan karena shanaz sudah tidak ada lagi. Atau memang hanya untuk pencitraan saja.

Dengan langkah ragu, Shanaz menghampiri mereka berdua. Ingin mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.

“Seharusnya kamu bahagia kan karena tidak perlu repot-repot mengurus surat perceraianmu dengan istrimu?” Lita mengusap punggung Fernando dengan lembut.

Shanaz yang berdiri di samping mereka, melirik tajam. Fernando dan Lita tidak curiga, karena yang ada di sebelah mereka adalah tubuh Nabila bukan Shanaz.

“Setidaknya harus menunggu tubuhnya ditemukan agar bisa dikatakan meninggal,” sahut Fernando. Tak ada tanda kesedihan dalam raut wajahnya.

“Jadi—kita akan menikah setelah Shanaz dinyatakan meninggal?”

Fernando mengangguk. “Jika dia ternyata tidak mati, aku tidak tahu harus bagaimana.”

Mata Shanaz membeliak. Seperti itukah Fernando yang sebenarnya? Di depannya selalu bersikap manis, tapi di belakangnya. Pria itu ternyata sangat menyebalkan.

“Kalau aku berharap dia mati, tidak apa-apa kan?” Lita terkekeh. Alih-alih marah, Fernando malah tersenyum dan memeluk pinggang wanita itu dengan mesra.

“Kita harus kembali, tak baik kamu terus ada di sini. Hawa di sini sangat negatif, tak baik untuk anak kita.”

Shanaz mengepalkan tangannya. Sebenarnya anak bukanlah alasan utama Shanaz untuk menceraikannya. Melainkan karena dia memang sudah tergoda oleh Lita.

Wanita itu masih muda dan cantik. Tidak seperti dirinya. Alasan karena Shanaz tidak bisa memiliki anak hanyalah akal-akalan Fernando untuk membenarkan perbuatannya dengan menikah siri dengan Lita.

Shanaz menatap langit yang sudah berwarna oranye. Ia harus pulang, tubuhnya belum ditemukan. Tapi—kalau ditemukan dia bisa berbuat apa?

Dengan langkah gontai, Shanaz berjalan tanpa arah. Hingga tanpa sadar menabrak seseorang yang menggunakan jaket bertudung hitam.

“Maaf,” kata Shanaz sambil menundukkan kepalanya.

“Seharusnya kamu menggunakan kesempatan ini untuk membalasdendam. Bukankah ini yang kamu mau? Selesaikan dendammu maka semuanya akan kembali seperti semula.” Lelaki itu tidak menampakkan wajahnya. Hanya saja Shanaz dapat melihat seringaian menakutkan dari bibir itu.

Shanaz tersadar sedetik kemudian, lalu mengejar lelaki itu.

Karena banyak orang di sana. Shanaz kehilangan lelaki itu, yang membaur dengan sekelompok orang.

“Dia siapa? Kenapa dia tahu rencanaku?” gumam Shanaz.

Kalimat itu terus terngiang dalam kepala Shanaz. Dia memang harus membalaskan dendamnya pada Fernando dan juga Lita. Mereka harus merasakan apa yang dia rasakan saat ini. Betapa sakitnya dibuang dan dianggap tak lagi berharga.

Kedua tangan Shanaz terkepal di kedua sisi tubuhnya. Tekatnya sudah kuat, dia akan melakukannya. Demi Nabila yang entah di mana, dia akan mengembalikan tubuh itu pada sang pemiliknya nanti.

Jika lelaki tadi sudah mengatakan seperti itu, maka besar kemungkinan tubuhnya sudah berada di suatu tempat. Dan tidak mati.

**

Shanaz belum terbiasa dengan tubuhnya yang sekarang. Mungkin karena masih muda, tubuh Nabila terasa sangat ringan dan gesit. Bahkan ketika ibunya mengatakan bahwa Nabila sedang sakit, dia sama sekali tidak lemah.

“Kamu tidak perlu memikirkan masalah pekerjaan, menganggur sebentar juga tidak apa-apa.” Seakan mengerti apa yang dilamunkan Nabila, ibunya mengatakan seperti itu pada anaknya.

“Pekerjaan?”

Ibunya mengangguk. “Kamu stress setelah di-PHK. Kamu sakit karena merasa bertanggungjawab atas hidup ibu, jadi mulai sekarang kamu jangan khawatirkan masalah itu.”

Ternyata Nabila adalah anak yang berbakti.

“Ini ikan kesukaanmu.”

Kesukaan? Tapi Shanaz tidak menyukai ikan, karena menurutnya ikan itu baunya sangat amis.

Shanaz menutup mulutnya dan segera pergi ke wastafel lalu memuntahkan cairan bening di sana.

“Kamu kenapa?” tanya ibunya sambil memijat tengkuk leher Nabila.

“Bu, jangan ikan. Singkirkan ikan itu.” Mata Nabila basah, dia benar-benar tidak menyukai ikan.

Ibunya yang mengenal Nabila menjadi sedikit heran, memang kalau setelah sakit selera makan berubah ya? Namun karena tak mau banyak bertanya akhirnya ibunya menyingkirkan itu dan menggantinya dengan telur. Hanya telur.

“Kalau kamu menyukai telur, tahu begitu ibu akan memasak ini saja. Sederhana,” kekeh ibunya. Namun Nabila merasa tidak enak.

**

Shanaz mengamati sosial media milik Fernando. Tak ada apa-apa di sana, atau setidaknya sekadar ucapan belasungkawa.

Ingin sekali Shanaz mengutuk lelaki itu, tapi sayangnya tidak bisa.

Lelah menggulir, Shanaz menemukan sebuah lowongan pekerjaan yang ada di dalam rumah keluarga besar Fernando. Seorang pembantu rumah tangga yang masih muda dan energic.

Shanaz pikir jika dia masuk ke sana dengan tubuh Nabila, pasti dia akan diterima. Apalagi dia masih muda dan fresh.

“Ini adalah satu-satunya cara aku bisa ke sana. Aku harus lolos dan menjadi pembantu itu. Dengan begitu, aku bisa menghancurkan Lita dan Fernando,” gumam Shanaz.

Dia melompat dari ranjang kemudian mencari berkas-berkas untuk mengajukan lamaran.

Namun tangannya berhenti ketika dia membaca salah satu surat pengalaman kerja Nabila. Ternyata dia pernah menjadi sekretaris di sebuah perusahaan asing.

Sepertinya akan terlihat aneh kalau tiba-tiba dia muncul di sana dan melamar pekerjaan menjadi pembantu.

Kepala Shanaz tiba-tiba berat. “Tidak—tidak harus jadi pembantu, kan?”

“Sepertinya aku harus melamar di perusahaan Fernando. Dengan itu—aku bisa masuk ke dalam kehidupanya dengan sedikit usaha. Nabila cantik, jadi mana mungkin dia akan menolak Nabila.” Shanaz berkata penuh yakin, seakan apa yang ia rencanakan akan berjalan sesuai rencana.

Padahal, tidak …

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status