Share

Bab 5 Mayat Siapa

Hanya satu orang yang tidak menyukai keberadaan Lita di rumah itu. Dia adalah Lorenzo. Dia bahkan mengutuk perbuatan adiknya yang telah menduakan Shanaz selama ini.

Lita yang tahu jika Lorenzo susah didekati pun berusaha keras agar kakak iparnya itu mau menerima kehadirannya. Namun sayangnya sepertinya usahanya tidak membuahkan hasil.

“Kakak ipar sudah pulang?” Lita menyapa Lorenzo ketika melihat lelaki itu masuk ke rumah.

Lorenzo hanya melihat Lita sekilas kemudian berjalan melewatinya.

Lita yang mendapatkan balasan sikap Lorenzo yang dingin hanya mencebikkan bibirnya dan menatap punggung kakak iparnya dengan kesal.

“Padahal aku sudah menyapanya,” kata Lita sambil merengut.

“Ada apa?” tanya Fernando yang sudah ada di sebelah Lita. Dia mengusap bahu Lita dan membawanya ke kamarnya.

“Kakakmu kenapa dia seperti tidak menerimaku di sini?”

“Oh, dia.” Fernando menatap Lorenzo yang menghilang ke dalam kamarnya. “Biarkan saja dia, dia memang seperti itu.”

“Apa dia seperti itu juga pada Mira?” Lita bertanya karena penasaran.

“Mmm sebaiknya kita jangan membahasnya sekarang. Bagaimana dengan bayi kita? Ibu sudah tidak sabar ingin anak ini segera lahir.”

Kini giliran Lita yang bingung harus menjawab apa. Dia sebenarnya juga tidak sabar ingin melahirkan anak itu. Tetapi—jika anaknya nanti perempuan. Bukankah itu sama saja? Jika nasibnya akan berakhir seperti Shanaz.

“Baik, dokter mengatakan padaku untuk tidak terlalu stress dan banyak pikiran,” jawab Lita asal.

**

Lorenzo baru saja keluar dari kamar mandi. Selama seharian dia menunggu telepon dari suruhannya untuk mencari tubuh Shanaz yang entah ada di mana saat ini.

Pintu terdengar diketuk saat Lorenzo selesai mengenakan pakaian. Ia berjalan menuju pintu dan melihat Lita berdiri di ambang pintu dan membawa secangkir susu untuk Lorenzo.

“Aku ingin memberikan susu ini pada kakak ipar,” kata Lita sambil memberikan nampan itu pada Lorenzo.

Namun Lorenzo malah membeku dan menatap Lita dengan tatapan keheranan.

“Maaf, tapi aku bukan anak kecil yang meminum susu sebelum tidur.” Lorenzo langsung menutup pintunya dan menghela napasnya dengan berat.

Sementara itu Lita yang jelas-jelas ditolak keberadaannya oleh Lorenzo berdecak kesal karena sikap Lorenzo yang masih dingin terhadapnya.

“Padahal aku sudah mencoba untuk bersikap baik padanya, tapi kenapa dia seperti ini sih,” gerutu Lita.

Sementara itu Lorenzo mengambil ponselnya yang berbunyi di atas meja. Nomor pesuruhnya muncul, membuat Lorenzo tak sabar untuk mengangkatnya.

“Bagaimana? Apa kamu sudah menemukannya?” tanya Lorenzo tak sabar.

“Sepertinya ini akan menjadi kabar buruk untuk Anda, Pak,” kata pesuruh itu.

“Ada apa?” desak Lorenzo.

“Apa Anda bisa datang ke rumah sakit malam ini? Ada hal yang harus Anda lihat dan pastikan dengan mata kepala Anda sendiri.”

Lorenzo tahu apa maksud dari pesuruhnya itu. Ada dua kemungkinan. Bisa jadi Lorenzo sudah mati dan tinggal mayatnya yang ditemukan. Ataukah Shanaz yang hilang ingatan.

“Aku akan segera ke sana.” Lorenzo langsung menyambar jaketnya, lalu dia keluar pada saat itu juga.

Lita yang sejak tadi masih ada di sana mendengar percakapan antara Lorenzo dan seseorang di telepon.

“Jangan-jangan, mereka sudah menemukan Shanaz,” bisik Lita. “Tapi—tak mungkin kan dia masih hidup?”

**

Lorenzo menyusuri koridor rumah sakit. Dia langsung menuju kamar mayat di mana pesuruhnya sudah ada di sana duluan.

Ketika pintu dibuka, pesuruh itu sedang berbicara dengan seorang dokter ahli forensik.

“Pak, Anda harus memastikannya, apakah ini—”

Lorenzo langsung mendorong pesuruhnya. Ia melihat jasad yang sudah ditutupi oleh kain putih di atasnya.

Bau anyir dan busuk menyengat. Namun Lorenzo mengabaikannya.

“Di mana kamu menemukanya?” tanya Lorenzo dengan dingin.

“Seorang pemancing, tanpa sengaja kailnya menyangkut pada rambut jasad ini, Pak,” jawab pesuruh itu.

“Tapi—masih ada kemungkinan jika dia bukan Shanaz kan?”

“Tubuhnya sudah membusuk, sulit dipastikan jika Anda ingin melihat wajahnya.” Kali ini dokter yang bicara.

Perlahan Lorenzo membuka kain itu, degub jantungnya berdebar dengan kencang. Ia takut jika hal yang tak ia inginkan terjadi.

“Shanaz,” bisik Lorenzo dengan lemas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status