Shanaz tak sengaja menumpahkan secangkir kopi yang selesai ia buat untuk Fernando. Gelasnya pecah dan kopinya berhamburan membasahi lantai. Yang lebih parahnya lagi air panasnya tak luput mengenai kaki Shanaz hingga melepuh, karena Shanaz memasaknya hingga benar-benar mendidih.Wanita itu sangat terkejut mendengar pernyataan Lorenzo. Yang selama ini baru ia dengar. Sekaligus tak menyangka cinta Lorenzo yang sangat mendalam kepadanya. Perasaannya kini kini menjadi tak karuan, itulah sebabnya ia menjadi limbung dan memecahkan cangkir."Jadi selama ini, Lorenzo–" batin Shanaz dengan mata berkaca-kaca.Pertengkaran Lorenzo dan Fernando terhenti, secara kompak mereka menoleh ke arah Shanaz. Lorenzo langsung berlutut mengecek luka terbakar di kaki Shanaz. Beruntung Lorenzo tak menanyakan penyebab insiden yang terjadi padanya barusan. Atau jangan-jangan belum."Jangan tuan. Saya tidak apa-apa kok," cegah Shanaz. Namun Lorenzo yang berhati lembut tak henti mencemaskannya."Apanya yang tidak a
Shanaz berteriak hingga tak sadar dirinya saat ini keceplosan sebagai Shanaz, bukan Nabila. Sontak Lorenzo terkejut mendengar hal itu. Jantungnya bagai dihantam oleh batu. Lorenzo menginjak rem dalam-dalam sampai ia dan Shanaz hampir terjungkal. Beruntung dapat ditahan oleh seat belt yang mereka berdua pakai.Shanaz mengibas-ibaskan tangannya. Dia sudah putus asa dan merasa ini akan menjadi hari terakhirnya di dunia. Dia masih belum menyadari kalau kesalahannya.Lorenzo berbicara setelah berusaha menormalkan kembali napasnya yang memburu. "Apa kamu bilang tadi?"Mata Shanaz membulat. Ia baru sadar dengan apa yang dia ucapkan tadi kepada Lorenzo. Keringat dingin mengucur deras dari dahi sampai membasahi punggungnya. Ia bingung bagaimana harus menjawabnya."Memangnya tadi saya bilang apa, Tuan?" Shanaz pura-pura lupa."Aku sangat familiar dengan kalimat yang tadi kamu katakan. Kamu berkata 'Apa kamu berniat membunuhku' kamu bahkan memanggil aku dengan namaku saja," jelas Lorenzo."Benar
Fernando menepuk jidatnya sendiri, akan permintaan istrinya yang sudah di luar batas. "Mana bisa mengusir kakakku seperti itu. Rumah ini bukan milikku, dan masih rumah orang tuaku," tolak Fernando."Tapi dia selalu membuatku kesal," ujar Lita sambil mengibaskan tangannya dengan kasar. "Apa kamu tidak takut kalau aku stres bisa berakibat buruk dengan kondisi kehamilanku?" Lita tak segan mengatasnamakan bayi yang ia kandung, namun Fernando tetap tidak bisa berbuat apa-apa."Aku sudah bilang tidak bisa."Lita tidak menyerah begitu saja. Ia memeluk tubuh suaminya dari belakang. Dan mencoba bernegosiasi. "Kalau begitu kita beli rumah lagi saja," usul Lita sambil tersenyum. Seakan membeli rumah seperti membeli kacang saja."Kita lihat nanti saja. Aku belum bisa memutuskannya sekarang, karena ini bukan hanya masalah membeli rumah, tetapi menyangkut banyak hal termasuk orang tuaku," sahut Fernando. "Memangnya kenapa dengan orangtuamu? Kita ini sudah berumah tangga, seharusnya kita bisa hidup
Lorenzo bertanya penyebab Shanaz menangis tersedu-sedu. Lagi-lagi hatinya terkoyak oleh pernyataan Lorenzo. Ia menjadi menyesal karena tak peka terhadap lelaki yang dikira hanya menganggapnya sebatas sahabat saja.Shanaz mengusap air matanya dengan jemari tangannya yang lentik. "Saya hanya terharu mendengar cerita Anda Tuan," jawab Shanaz terpaksa berbohong. Ia akan mengungkapkan penyesalannya kepada Lorenzo, tetapi nanti. Setelah semua dendamnya kepada Fernando dan Lita tuntas, dan dia telah menemukan Nabila yang terperangkap pada tubuhnya yang entah di mana.Lorenzo tertawa hampa. "Kenapa? Seperti cerita novel bukan?" Shanaz hanya menanggapinya dengan senyuman tipis. Lorenzo kembali mengarahkan pandangannya lurus ke depan. Sementara Shanaz belum menghentikan aktifitasnya. Ia asyik memandangi wajah lelaki dengan rahang tegas dan terpahat dengan sempurna itu.Jika waktu dapat diputar kembali hanya satu yang diinginkan oleh Shanaz, yaitu memilih Lorenzo menjadi suaminya, bukan Fernand
"Memangnya kenapa tidak boleh?" tanya Lita dengan raut wajah penuh penasaran."Pokoknya tidak boleh?" jawab Fernando tak jelas.Lita yang sedang emosi merasa tidak ingin dikekang saat ini. Meskipun oleh suaminya sendiri. Ia kemudian memberontak."Berarti, aku juga tidak punya alasan untuk mematuhi perintahmu yang konyol itu," ujar Lita dengan nada mengejek."Kamu–" Fernando menunjuk Lita dengan jari telunjuknya. Tetapi wanita itu makin bertindak kurang ajar kepadanya."Terima kasih," ucap Lita sambil membalikkan badan. Kemudian kembali ke kamarnya. Ia menghela napas sambil mengibaskan tangannya, seakan tak memedulikan lagi reaksi dari suaminya.Rahang Fernando mengeras. Ia sudah tidak mampu lagi menahan emosinya. Ia mengejar istrinya lalu mencengkeram erat lengannya. Membuat wanita itu memekik kesakitan."Aarrggghhh. Sakit!" Lita mengibaskan tangannya. Dan dia berhasil melepaskan cengkraman tangan Fernando. Dengan raut wajah menahan kesakitan ia mengelus lengannya yang terasa panas."
Setelah mengatakan itu Lita menaikan satu sudut bibirnya. Ia merasa sudah habis kesabarannya, hingga dia hari ini melewati batas kesopanannya dengan menyindir kepala pelayan dan kakak iparnya itu. Dia benar-benar sudah muak. "Lalu apa masalahmu?" tantang Lorenzo dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.Tadi awalnya Lita yang sedang menunggu Yuni berkemas. Namun kini malah disuguhi pemandangan yang membuat hatinya sakit. Bagaimana tidak, kakak iparnya jauh menghargai pelayannya ketimbang dirinya yang sudah menjadi adik iparnya.Lita menatap Lorenzo dengan kilatan amarah di matanya. "Kakak yang ada masalah apa denganku. Selalu saja mencari masalah denganku," jawab Lita.Lorenzo melirik ke arah koper Lita, yang baru saja dimasukkan oleh supir ke dalam bagasi mobil. Tetapi Lorenzo tersenyum mengejek. Ia juga menggenggam tangan Shanaz lalu mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah."Ayo kita masuk," ajak Lorenzo tanpa melihat ke arah Shanaz. Ia justru menatap tajam ke arah Lita. S
Setelah bertengkar dengan istrinya. Fernando keluar untuk pergi ke bar. Ketika pulang, ia sudah dalam keadaan sangat mabuk. Badannya sempoyongan saat masuk ke dalam rumah.Fernando hampir jatuh tersungkur, saat Shanaz yang kebetulan sedang melintas di depannya. Wanita itu berusaha berlari menahan kakinya yang sedang sakit. Namun gadis itu harus mengalami kemalangan, karena tertekan saat ia menahan berat badan Fernando ketika memapahnya."Astaga, Tuan Fernando. Anda mabuk?" tanya Shanaz menggelengkan kepalanya. Bau alkohol menyeruak ke dalam indera penciuman Shanaz. Ia sedikit mual karena Shanaz sendiri tidak pernah minum minuman keras. Shanaz meringis kesakitan. Bulir bening mulai menganak sungai membasahi kedua pipinya. Namun Fernando yang sedang mabuk tak mengetahuinya. Shanaz memapahnya sampai ke kamar Fernando, lalu membaringkannya di atas ranjang."Saya pergi dulu, Tuan Fernando," ucap Shanaz.Saat Shanaz akan melangkah pergi. Ia mendengar suara Fernando sedang meracau. Ia terus
"Tuan Fernando tadi pulang dalam keadaan mabuk, Tuan. Jadi saya membantunya masuk ke dalam kamar," jelas Shanaz. Lorenzo menghembuskan napasnya dengan kasar. "Dasar laki-laki payah. Masalah seperti itu saja sampai mabuk," umpat Lorenzo pada adik kandungnya.Seharusnya kamu biarkan saja dia tidur di sembarang tempat. Biar dia belajar dari kesalahannya," lanjut Lorenzo.Shanaz merespon ucapan dari Fernando dengan senyuman. "Iya, Tuan." Ia berharap jawaban itu cukup membuat Lorenzo merasa puas."Tuan membutuhkan sesuatu?" tanya Shanaz. Karena seingat Shanaz laki-laki itu telah tidur, sebab menyiapkan diri untuk perjalanan bisnisnya besok.Lorenzo mengangguk. Ia lalu mengelus lehernya sendiri. "Tenggorokanku terasa kering. Jadi aku mau ke dapur untuk minum," jawab Lorenzo.Shanaz baru saja melangkahkan kakinya, namun Lorenzo menghentikannya. "Sudah malam, lebih baik kamu segera istirahat saja. Aku bisa mengambil air putih sendiri," lanjut Lorenzo. "Ini hanya sebuah pekerjaan kecil, Tua