"Maaf, Nad. Saya paham kamu sedang bersedih tapi tolong jangan begini. Tolong kendalikan diri kamu."Di luar dugaan, Mas Aksa melepaskan pelan pelukan Nadia lalu melirikku yang berdiri syok di sampingnya.Namun, tak lama perhatian Mas Aksa dengan cepat kembali kepada Nadia. Tanpa sadar aku menghela napas pelan. Aku tahu saat ini Mas Aksa lebih tertarik pada Nadia dibanding kepadaku, meski mulutnya menolak untuk dipeluk tapi kekhawatiran jelas terlihat di matanya. "Tapi Sa, aku gak tahu ke siapa lagi minta tolong. Kamu mau ngantar aku pulang kan? Setidaknya tolong beri aku tumpangan ke bandara," pinta Nadia, masih dengan uraian air mata.Sebagai kaum wanita, aku tahu betul kebiasaan para pelakor seperti ini. Dia sengaja menunjukan sisi lemahnya agar lelaki iba dan lalu mengikuti semua keinginannya.Dasar rubah licik! Kenapa coba harus Mas Aksa yang dia ganggu? Ya Allah, dosakah aku jika marah pada Nadia? Dosakah aku jika ingin menarik rambutnya padahal dia sedang berduka?Mas Aksa meng
Jangan disangka aku akan tega meninggalkan Jingga sendirian di kamar hotel. Meski pun aku merasa menjadi suami yang cukup buruk tapi tetap saja aku masih punya hati nurani untuk tak menjadikan Jingga kesepian. Makanya, setelah Nadia akhirnya sadar dan saudara Nadia yang kuhubungi datang tanpa buang waktu aku langsung kembali ke hotel dengan secepat kilat. Saat itu tak kuperdulikan lagi raungan Nadia ketika berusaha menahanku untuk pergi karena otakku hanya diliputi satu nama yaitu Jingga.Nahas, begitu langkah kaki ini hampir sampai ke depan kamar hotel, mataku tetiba disuguhi pemandangan yang memedihkan mata.Dahiku reflek mengernyit ketika menemukan Jingga sedang dipegang tangannya oleh Joan, mereka tampak mengobrol di depan kamar hotel. Perasaanku yang semula khawatir kontan berubah, dadaku bergemuruh panas seakan tak ikhlas Jingga terlihat dekat dengan Joan.Sejujurnya, beberapa kali aku sudah curiga pada Joan karena memergokinya sering mencuri pandang ke arah Jingga. Bahkan Joan
Aku terbangun dari lena, menggeliat dan mengganti posisi menghadap ke samping. Namun, ada yang aneh sepertinya bau yang kucium kali ini berbeda dengan bantalku yang biasanya. Kali ini wanginya lebih maskulin dan menenangkan. Lalu, uniknya ketika kuraba rasanya agak empuk-empuk enak gitu.Ini apa sih? Kok bantalnya berubah?Penasaran, perlahan aku membuka mata dan seketika pupil mataku melebar tatkala menangkap lengan Mas Aksa yang berotot dan gelayut-able itu sedang kucium. "Astaghfirullah! Mas, Aksa?" tanyaku terperanjat seraya melepaskan tangan Mas Aksa. Bak ketemu hantu, aku langsung menutup setengah muka dengan perasaan malu.Bagaimana bisa aku menjadikan lengan Mas Aksa ini bantal? Duh, ketahuan sekali kalau aku sedang terbawa mimpi. Jujur, sebelum bangun tadi aku sempat bermimpi yang iya-iya, masa aku melihat Mas Aksa menciumku? Ya Allah! Otakku ini kayaknya butuh diruqyah! Gak nyangka efek demam bisa segininya. Mas Aksa tersenyum lembut sambil menatapku. "Hai Jingga, gimana
Aku melongo ketika turun dari mobil Mas Aksa. Melihat pesta pernikahan sepupu Mas Rangga, rasanya seperti mimpi bisa berada di sini.Coba bayangkan saja, baru saja mau masuk pesta pernikahan kami sudah disuguhi pemandangan dekorasi gedung yang luar biasa indah. Dari mulai stand penerima tamu sampai ke buffet makanan semua terasa sangat mewah juga cukup memanjakan mata.Pantas, Bu Zela ingin kami bulan madu di sini. Ternyata oh ternyata begitu banyak kebetulan yang terjadi selama kami di Bali, dari mulai bertemu dengan Nadia, Joan dan termasuk kami harus menghadiri acara pernikahan se-sepektakuler ini.Ya ampun, ada apa sih sebenarnya dengan Bali? Kejadiannya super super tak bisa dimengerti hati.Menilai kondisi pesta yang tak biasa, tak ayal aku langsung memperhatikan penampilanku yang menurutku memalukan.Di saat semua orang pada cantik. Kenapa aku merasa bagaikan Upik Abu yang kesasar ke istana? Sekali pun Mas Aksa sudah mendadaniku sedemikian rupa tetap saja aku merasa ada yang kur
Demi apa Mas Aksa gendong aku? Haloo! Mungkin aku sedang bermimpi? Atau lagi kena jebakan Batman? Agh, enggak mungkin! Masa iya kalau aku bermimpi aku masih bisa melihat jakun Mas Aksa yang naik turun kayak timbaan di sumur rumah si Mbok? Terus kalau ini mimpi, gimana mungkin aku masih bisa mendengar degupan jantung si ganteng yang detakannya seperti petasan mercon pas imlek?Wah! Jangan-jangan Mas Aksa sama deg-degannya sama aku? Aduh, Adek jadi gemes-gemes gimana gitu Bang. Aku masih dalam mode terkejut tatkala tubuh besar Mas Aksa membawaku ke dalam kamar hotel dengan hati-hati. Beberapa waktu lalu, setelah aku terjatuh dengan sangat memalukan di pesta pernikahan, Mas Aksa dengan jantannya mengangkatku ke dalam pangkuannya sampai akhirnya kami tiba di sini. Tolong! Jangan ditanya bagaimana perasaanku sekarang karena jawabannya, aku happy-happy kiyowo. Apalagi sepanjang perjalanan menuju ke sini, banyak orang yang berseru iri melihat kami. Kapan lagi ya kan, lihat dokter muda i
Ciuman yang gagal. Sepertinya itulah judul yang pas bagi kisahku semalam di mana harapanku kandas dan khayalanku terjun bebas. Sumpah!Jika boleh jujur sekarang aku merasa sangat kesal, seakan merasa terhina karena seolah aku yang berpikiran kotor padahal wajah Mas Aksa yang ngadi-ngadi bikin aku berpikiran yang 'iya-iya'. Dasar sempak kolor ijo! Seharusnya otakku ini langsung di-ruqyah saja sama Pak Ustadz biar sedikit waras.Coba bayangkan saja, semalam bibirku yang sudah monyong ini hanya menyentuh udara tanpa bisa merasakan ciuman pertama.Oh Mas Aksa kapankah kau akan tahu kalau aku jatuh cinta? Tidakkah kau melihat perawan ini lebih baik dari pada Nadia?"Kenapa kamu manyun gitu? Gak suka kita pulang ke Bandung?"Sebuah suara tiba-tiba menyapaku yang sedang sibuk menerawang sambil memandang ke luar jendela pesawat. Pagi-pagi sekali sesuai rencana Mas Aksa kami harus pulang dari Bali ke Bandung dengan menggunakan pesawat kelas bisnis. Kata Mas Aksa, karena kakiku masih harus
Bibir.Bibir.Bibir.Tak kuduga, efek ciuman pertama itu akan sedahsyat ini akibatnya. Harus kuakui sehabis bibirku dibuat mendadak dangdut karena sengatan Mas Aksa yang memabukkan di lift, saat ini pikiranku jadi terngiang-ngiang terus kejadian tersebut.Coba bayangkan saja, gara-gara peristiwa mengejutkan itu, entah mengapa aku melihat semua hal yang kupandang tiba-tiba berubah menjadi bibir Mas Aksa.Dari mulai aku ke kamar mandi sampai ke mau ngelipat baju kayak sekarang tuh bibir belum pergi juga. Ibaratnya, semua barang yang kupegang mendadak jadi bibir suamiku sendiri.Astaghfirullah! Tobat! Ada apa denganku? Apa aku kerasukan setan bibir? Atau jangan-jangan apartemen Mas Aksa ini punya aura mistis yang membuat aku jadi wanita yang cukup mesum? Kalau begini akibatnya, aku jadi menyesal menantang Mas Aksa yang diam-diam bikin sawan perawan.Ting.Ketika aku sedang hanyut melamunkan masalah bibir sambil memasukan baju ke dalam lemari di kamar, tiba-tiba ponselku berdenting. Sebua
POV AksaDengan perasaan masih tak karuan, aku hanya mampu terduduk di balik kemudi. Setelah melewati satu operasi yang cukup panjang, akhirnya aku memiliki waktu untuk segera pulang menuju apartemen.Sejujurnya, semalam aku sudah berniat menolak permintaan Maura karena tak enak harus menggagalkan rencana makan malam dengan jingga tapi dikarenakan khawatir akan keselamatan pasien akhirnya aku menyerah. Untungnya operasi lancar berjalan hingga tak perlu lebih lama lagi terjebak di rumah sakit."Shit! Macet lagi!"Aku mendengus kesal ketika mobilku terhalang lampu merah padahal perasaanku sudah kangen berat. Sambil menunggu lampu hijau, aku merogoh ponsel yang ada di saku celana. Ada walpaper yang menunjukan wajah Jingga di sana. Baru saja kurang dari 10 jam gak ketemu anehnya aku sudah rindu.Heran. Ini orang narkoba apa manusia? Kenapa bisa membuatku resah begini? Di saat sedang sibuk memandangi foto Jingga, tetiba aku ingin sekali menghubunginya. Walau mobil sudah menuju ke arah pul