Amarah Restu tidak bisa ditahan lagi, meskipun Nadira sudah mengatakan untuk tidak membalas apa pun pada pria yang sudah menjebaknya. Pucuk dicinta ulampun tiba, Abian justru masuk ke kandang macan yang baru saja bangun dari tidurnya. Pria itu datang dengan membawa buah, tapi justru buah yang dibawanya dilempar oleh Restu."Masih berani kamu ya, ke rumah ini? Setelah apa yang kamu lakukan!" hardik Restu dengan wajah memerah."Ada apa, Om? Aku yang sudah menyelamatkan Nadira tadi malam, makanya aku datang untuk memastikan keadaan dia. Kalau Om gak percaya, tanya saja sama Nadira." Abian menjelaskan panjang lebar."Gak usah banyak bicara! Om tahu semuanya, bahkan Nadira juga tahu." Restu sudah tidak sabar membuat wajah Abian penuh lebam. Namun, kedatangan istrinya membuat pria setengah paruh baya itu mengurungkan niatnya."Sudah, Pa. Gak usah diperpanjang lagi, kalau dia nanti berani macam-macam kembali. Kita tinggal laporkan saja ke polisi." Hera mencegah terjadinya keributan."Lebih
"Mama!" teriak Nadira histeris. Mendengar sahabatnya berteriak, Ghea dan Denia pun melangkahkan kaki ke arah dapur untuk memastikan apa yang terjadi. Mereka berdua terkejut saat melihat Hera sudah tidak sadarkan diri di atas lantai."Kenapa bisa begini, Nad?" tanya Ghea bingung."Aku juga tidak tahu, tiba-tiba saja Mama pingsan." Nadira ikut bingung. Mereka pun menggotong Hera ke kamar tidurnya, lalu mengoleskan minyak kayu putih di beberapa bagian tubuh wanita setengah paruh baya itu."Ma, bangun." Nadira berusaha untuk membangunkan sang Mama. Akan tetapi, tidak ada respon apa pun. "Kamu sudah menghubungi papamu, Nad?" tanya Denia sembari memijit telapak kaki Hera. Nadira hampir saja lupa, beruntung diingatkan oleh sahabatnya. Dia pun segera menghubungi Restu agar segera pulang. Lima belas menit berlalu, Hera sudah membuka mata. Juga Restu datang di waktu itu juga, sedangkan kedua sahabat Nadira pamit pulang karena merasa tidak nyaman berada di sana terlalu lama."Mama lain kal
"Kalian jangan lupa datang ke pernikahanku, juga membawa kado yang bagus," ujar Cindy jumawa. Undangan yang diberikan memang ada tiga, otomatis wanita cantik itu tidak diundang seorang diri oleh wanita seksi itu."Kamu tenang saja, kita pasti datang kok." Ghea menjawab dengan lantang."Dan untukmu, Nadira. Jangan berkecil hati ya, jangan putus asa juga." Cindy terlihat menghina wanita cantik berlesung pipi itu.Nadira mengabaikan apa pun yang dikatakan oleh wanita yang sudah membuat pertunangannya batal. Setelah selesai menyombongkan diri, wanita seksi itu pun pergi dari hadapan Ghea, Denia dan Nadira."Ingin rasanya aku jitak saja sih kepala tuh orang!" cetus Denia kesal."Iya, aku juga gregetan sama dia. Kenapa sih, ada wanita macam sepertinya!" cetus Ghea gak kalah kesalnya."Kalian harus tenang dan sabar ya, jangan tersulut emosi." Nadira memberikan nasihat. Keduanya mulai protes pada sahabatnya yang bisa terlihat biasa berhadapan dengan wanita menyebalkan seperti Cindy. "Apa ka
Nadira sudah mencegah, tapi rupanya tidak dihiraukan oleh Hera. Dia tetap menghubungi Maya untuk memastikan semuanya."Jadi Tante Hera tidak tahu perihal Davin mau menikah dengan Cindy?" tanya Ghea dengan suara pelan."Aku kira sudah tahu," imbuh Denia menghela napas panjang. Jangankan mereka, Nadira saja mengira sang Mama tahu kalau Davin akan menikah.Mendengar penjelasan dari Maya, akhirnya Hera mengerti sesuatu. Jadi, dia berusaha untuk tetap tenang dan mendo'akan yang terbaik untuk putrinya. "Tante 'kan sudah memasrahkan kamu padaku, jadi bagaimana kalau kita jalan-jalan sekarang?" ajak Denia agar pikiran Nadira sedikit fresh."Aku setuju, lagi pula pikiranku sedang kacau." Ghea menyetujui. Nadira hendak menolak, tapi justru dipaksa oleh kedua sahabatnya. Mereka tidak ingin mendengarkan alasan apa pun dari sahabatnya yang masih terlihat galau itu. Kali ini mereka berangkat mengendarai mobil Ghea, saat mobil melaju tepat di jalan depan rumah Vera. Lajunya dihentikan oleh Denia
Kakak kelas bernama Hasby itu pun mengajak wanita cantik berlesung pipi naik dalam mobilnya."Ayo, masuk! Aku janji akan mengantarkanmu sampai rumah," ujar Hasby memberikan senyuman.Nadira mengingat-ingat, apakah dia mengenal pria itu? Namun, lamunannya langsung buyar saat Hasby berkata, "Kamu mungkin lupa sama aku, tapi aku masih mengingatmu." Wanita cantik itu masih berpikir keras, mengingat wajah pria yang benar-benar dilupakan dalam memori otaknya. "Yang jelas aku tidak akan berbuat jahat padamu, percayalah. Lagian kamu mau sampai kapan menunggu taksi lewat?" cetus pria manis yang memiliki rambut sedikit bergelombang itu."Aku akan memesan grab," kilah Nadira mencari alasan agar tidak diajak bersama."Sayang uangnya, mending bareng saja." Pria itu sedikit memaksa. Hal itu membuat Nadira merasa tidak nyaman serta risih, jadi dia pun tidak akan ikut mau bagaimanapun dibujuk. Pria manis itu memang peka, jadi dia segera meminta maaf dan berlalu pergi meninggalkan Nadira sendiri. "
Setelah selesai berbincang-bincang, Maya pun pamit pulang bersama suaminya."Sekali lagi maaf ya, Mbak." Hanya itu yang dikatakan Maya sebab masih merasa tidak enak karena sudah membatalkan perjodohan."Gapapa, yang terpenting silaturahmi kita jangan sampai putus," ujar Hera dengan memberikan senyuman."Iya, Mbak. Itu pasti," ucap Maya membalas senyuman."Hati-hati di jalan ya," kata Hera sebelum kedua teman yang seharusnya menjadi besan masuk ke dalam mobil."Iya, terima kasih banyak untuk hari ini." Maya mulai melangkahkan kaki menjauh. "Sama-sama." Hera kembali masuk ke dalam rumah, lalu menemui Nadira yang masih rebahan di kamarnya. Tidak banyak yang dikatakan wanita setengah paruh baya itu, selain meminta agar ikhlas dengan semua yang terjadi. "Kamu harus ingat, Nad. Semua ini pasti ada hikmahnya, jadi kamu tidak perlu risau." "Iya, Ma. Lagi pula Nadira mau fokus dengan kuliahku." Terlihat wajah Nadira masih terlihat biasa-biasa saja. Mungkin dia sudah benar-benar ikhlas dalam
"Denia, tunggu!" Ghea langsung menghentikan langkah kaki sahabatnya yang sedang menyeret koper. Sontak saja wanita tomboi itu menghentikan langkah kakinya."Ada apa lagi sih, Ghea? Bukankah semua barangmu sudah aku masukkan? Sekarang ayo kita pergi!" pekik Denia sedikit kesal."Bukan begitu, Denia. Ada misi yang harus kita selesaikan, jadi jangan pergi sekarang. Nanti saja kalau sudah selesai urusan kita," kata Ghea membujuk. "Misi apa? Kalau cuma gak penting, lebih baik kita pergi sekarang juga." Denia tetap tidak ingin membuang waktu hanya hal-hal yang menurutnya tidak jelas. Ghea mulai menjelaskan panjang lebar apa yang akan menjadi misi mereka, tapi Denia tetap pada pendiriannya untuk pergi. Lagian, dia sudah terlanjur janji sama teman-temannya. Gak enak juga jika langsung dibatalkan secara tiba-tiba."Aku akan tetap berangkat, terserah kamu mau berangkat apa tidak. Perihal Nadira, aku tidak mau ikut campur lagi." Denia melepaskan koper milik Ghea, lalu meninggalkan rumah sahaba
Semua yang ada di dalam mobil harus turun untuk melihat apa yang terjadi. Sedangkan Haris sibuk memperhatikan mesin mobil, meskipun sebenarnya dia tidak terlalu paham dengan mesin. "Apa kita akan terjebak di sini malam ini?" tanya Denia sedikit kesal. "Aku pastikan kita tidak akan menginap di tempat ini," sahut Haris penuh keyakinan."Pokoknya kalau ada apa-apa, kamu yang harus bertanggung jawab, Ris. Kita tidak ingin terjebak di jalan ini. Mana seram lagi!" cetus Farida bergidik ngeri karena jalanan begitu sepi."Kalian tenang saja, pasti akan aku perbaiki segera." Haris memang bertanggung jawab, tapi kali ini dia benar-benar bingung apa yang harus dilakukan. Akan tetapi, dia berusaha untuk tetap tenang agar tidak membuat teman-temannya ikut khawatir. Setengah jam berlalu, tapi Haris belum bisa membuat mobilnya hidup kembali."Bagaimana, Ris? Kenapa sampai detik ini belum selesai juga?" tanya Denia sedikit kesal."Kalian tenang saja dulu," sahut Haris tanpa memberikan penjelasan l