"Mas! Gimana ini? Aku beneran hamil, Mas!" Vina terisak.Aku menarik Vina untuk menuju ke dalam pelukanku. Kuekus perutnya yang masih terlihat datar.Sebuah harapan besar muncul di benak. Aku membayangkan bayi laki-laki lucu berada di antara kami. Seperti kata ibu, anak laki-laki adalah penerus keluarga. Oleh karena itu kehadiran anak laki-laki sangat didambakan oleh ibu.Kuharap Vina bisa memenuhi impian ibu. Memberi keturunan laki-laki untukku. Tidak seperti Vina yang hanya mampu melahirkan anak perempuan."Mas, ntar kehamilanku bakalan semakin gede. Bisa maku aku kalo gak keburu dinikahin." Ia meneteskan air mata.Bagaimana ini? Aku juga sangat bingung dibuatnya.Menuntut dinikahi adalah hal wajar untuk vina lakukan. Aku memang harus segera bertanggung jawab. Aku bukan pengecut yang akan melarikan diri dari masalah seperti ini.Tapi, jika aku menikahi Vina, bagaimana dengan Rika? Apa Rika mau menerima takdir? Nanti akan kucoba untuk menjelaskan padanya. "Sayang, sabar dulu. Kamu
[Mas, aku ini sedang hamil! Masa mas gak mau peduli sana aku? Diperut aku ini darah dagingmu, Mas! Apa susahnya kamu dateng ke rumahku] pesan dari wanita yang menjadi selingkuhan suamiku.Dia bilang hamil? Ya ampuun, cepat sekali sepak terjang mereka.[Iya, Sayang. Tapi ini udah malem. Mas lagi ngerjain kerjaan yang tertunda kemarin. Kamu tahu sendiri kan, gara-gara beberapa hari kita liburan, kerjaan Mas jadi numpuk. Jadi Mas harus nyelesein semuanya makan ini.]Oh, rupanya kemarin-kemarin mereka pergi healing. [Mas, aku sebenarnya capeek banget. Mas suruh Rika ke sini dong, ke rumah aku! Karena ngidamku parah banget, aku gak bisa apa-apa. Pakaian numpuk, rumah kotor, Claudia nggak keurus lagi. Tolong deh, Mas! Rugi kalo aku membayar orang lain.]Apa nggak salah baca nih aku? Jadi Vina benar-benar menganggap aku ini ART? Memintaku untuk mengurus rumahnya? No, Vina. Itu hanya ada dalam anganmu.[Vina sayang, mas akan pertimbangkan permintaan kamu. Ntar mas akan bicara sama Rika.][Ak
Bab 32"Tapi kamu nggak kunjung bisa kasih aku anak laki-laki, Rik. Dan Vina udah terlanjur hamil sekarang. Tugasmu sekarang cuma membantuku mengurus Vina, Rik"Aku tak tahu bagaimana sistem otak Valdi hingga bisa membuahkan pemikiran seperti itu."Dulu aku hamil tetap bisa urus diri sendiri, Mas. Lagi pula, kamu berdua yang bikin anak, kenapa harus aku yang kerepotan?" jawabku.Kulihat Mas Valdi diam, matanya menatap ke arah jendela yang masih kubuka, sengaja agar udara yang lebih sejuk mengalir."Rika, kamu kayaknya harus ngaji lagi. Vina itu janda, ia punya anak, menolongnya akan membuahkan pahala besar. Banyak dalil yang menyuruh laki-laki buat nolongin anak yatim. Kamu masih punya rasa kasihan kan? Sesama perempuan harusnya kamu ngerti, Rik. Jangan sampe kamu kufur dengan ngelarang aku buat nikahin Vina!""Siapa yang ngelarang, Mas! Aku persilakan kamu untuk berbuat apapun yang kamu suka, apa utu masih gak cukup?" Aku balik bertanya."Harusnya bukan cuma mempersilahkan tanpa nge
Aku mengirimkan file data diri lengkap ke akun resmi perusahaan. Berhubung Pak Rangga merupakan manajer baru, maka kami diminta untuk menjalankan perusahaan ini sesuai dengan kebijakan darinya.Hari ini tidak seperti biasanya, karena ada prosedur mendadak, waktu pulang jadi agak dimundurkan. Berkali-kali Pak rangga meminta maaf pada karyawannya atas hal ini.Berbeda dari manajer sebelumnya, Pak Rangga lebih teliti lagi, aturan lebih ketat, dan lebih disiplin. Semua harus selesai tepat pada waktunya. Jadi tidak ada istilah kerjaan menumpuk, tertunda atau belum siap.Hanya saja, aku tak suka cara bicaranya yang terlalu pedas.Setelah menyelesaikan semuanya, aku segera pamit pulang."Pak aku izin pulang, boleh?" Aku memberanikan diri."Apa? Pulang?" matanya menatapku tajam.Aduh, beberapa waktu belakangan ini, sifat Pak Rangga sangatlah tegas, tidak ada ramah-tamahnya sedikitpun."Apa kerjaan kamu sudah beres? Jangan pulang kalau belum selesai! Ingat itu!" Ia mendelik."Iya, Pak. Semua u
Beberapa karyawan yang diperintahkan untuk ikut ke lokasi survey telah siap untuk segera berangkat.Sebagai salah satu karyawan yang bekerja di kantor pertambangan batubara, sudah beberapa kali aku ikut andil terjun langsung ke lapangan. Tiga mobil akan menjadi kendaraan yang akan kami gunakan. Dua mobil perusahaan dan satu mobil milik Pak Rangga sendiri. Rangga, memang manajer baru itu suka terjun langsung ke lapangan.Sesuai permintaan Rangga kemarin, hari ini aku bersiap dengan segala tetek bengeknya. Kupastikan tidak ada yang tertinggal atau terlupakan.Semua bergegas menuju mobil yang sudah di tentukan. Begitu juga denganku."Rika!" Tiba-tiba saja Rangga memanggilku. "Ya, Pak." jawabku."Mau apa kamu di sana?""Mau berangkat, Pak.""Bantu aku terlebih dahulu!" perintahnya Aku menghampiri. Sebenarnya aku tidak enak dilihat oleh teman-teman lain. Selalu saja Rangga bersikap dingin dan suka marah-marah padaku. Apa dia menganggap kerjaanku tak becus ya?"Silakan dua mobil lain ber
Pov RanggaAku kembali mengingat dimana hati ketika aku memutuskan untuk mengantar Rika pulang. Kasihan anaknya kalau harus naik ojek dari pangkalan. Apa gunanya mobilku yang kosong jika harus membuat mereka kehujanan.Diam-diam aku menatap Rika. Sengaja hari itu aku membuatnya pulang sedikit terlambat. Rasanya ingin saja melihatnya lebih lama. Aku aku tindakan itu membuatnya kesal. Entah apa yang kurasakan ini, antara rasa kasihan, prihatin, atau semacamnya. Masih terbayang jelas bagaimana mesranya Valdi dan wanita selingkuhannya tempo hari. Terhitung sudah dua kali aku menyaksikan kebersamaan mereka. Dengan begitu percaya dirinya Valdi mengatakan jika wanita itu adalah istrinya, dan anak wanita itu sebagai anaknya. Semula aku percaya, namun lambat lain aku baru mengetahui ternyata wanita yang ia belai-balai itu bukanlah istrinya, melainkan pacarnya.Padahal, di sisi lain anak kandungnya ia biarkan begitu saja. Dan istrinya di abaikan sedemikian rupa.Setelah aku tahu bagaimana ke
Seorang laki-laki nampak sangat sumringah dengan wanita cantik berambut coklat dalam gandengannya.Namun wanita itu nampak cemberut."Aku nggak mau kamu deket-deket ke Rika lagi, Mas! Kamu tahu kan aku ini lagi hamil, kamu jagain perasaan aku dong! Jangan cuma mau menang banyak di kamu doang!" Vina mengomel.Valdi mulai mencari-cari kata yang tepat untuk menghibur hati wanita itu."Mana ada aku deket-deket sama Rika, Sayang. Kamu liat sendiri kan, udah berapa hari ini aku nggak ada pulang ke rumah. Aku biasa pulang ke rumah ibu." Valdi menerangkan."Jangan bilang kalo Mas diam-diam masih suka tidur sama Rika, ya!" Vina menatap tajam."Ya Tuhaan, mana ada aku tidur sana Rika. Aku kan udah punya kamu sekarang. Kamu nggak usah cemburu sama Rika, Sayang. Kan udah dibilangi kalo dia tuh nggak ada apa-apanya dibanding kamu.""Pokoknya aku mau Mas lekas cerein tuh Rika! Katanya udah gak guna, buat apa lagi dipertahanin. Kalo kalian belum cerai, udah pasti dia jadiin anak sebagai akasan buat
"Kurang ajar kamu, Maaas! Kamu malu-maluin aku di sana. Padahal setiap hari aku kerja lewat deoan tokonya!" Vina mendorong tubuh Valdi hingga pria itu hampir tersungkur."Maaf, Sayang. Maaaf,""Apanya yang maaf, maaf, kalo kamu gak ada uang harusnya kamu gak perlu ajak aku buat beli cincin segala! Asli bikin malu aku aja! Ngeselin!" Umlat perempuan itu lagi."Maaf, Sayang. Bukan maksud mas buat bikin kamu malu, mas juga malu, Sayang.""Diam kamu!" Vina mengamuk dan men*njok muka Valdi."Maaf, Vina. Mas beneran nggak tahu kenapa saldo mas tinggal segitu. Padahal kemarin masih ada saldo lima puluh juta. Nggak tahu kenapa tiba-tiba ilang.""Bohong! Mggak mungkin bisa ilang kalo nggak ada yang ambil!"Valdi berpikir, benar juga ucapan Vina. Tidak akan mungkin hilang kalau tidak ada yang ambil. Tapi siapa kira-kira?Eh, Sejenak Vakdi ingat,"Kemarin kan ATM aku kasih ke kamu, Sayang?""Apaaa? Jadi kamu menuduh aku yang ambil saldo kamu? Haaa? Kenarin yang aku belanjaan cuma lima juta. Jang