"Tuh, baca pesan dari kakak terbaikmu!" Rika mencibir sambil menyodorkan sebuah screenshot dan membacanya keras-keras..tak lupa, agar lebih jelas, Rika mrngirimkan screenshot itu ke Valdi lewat pesan.Valdi memperhatikan pesan yang dikirimkan Mel pada Rika. Valdi terlihat malu setelah mengetahui isi screenshot pesan Mel. Tapi laki-laki itu berusaha untuk tak memperlihatkan ekspresi malu. Ia memasang wajah biasa."Kamu kenaoa sih kayak cari-cari kesalahan Kak Mel? Itu kan Kak Mel udah bilang kalo dia hanya salah kasih informasi ke aku. Kenapa lagi harus di salahin? Biasa aja ini. Kamu aja nggak selalu ngomong bener, kan? Namanya juga lupa." tanggapan santai Valdi setelah melihat screenshot itu.Rika diam saja mendengar tanggapan egois tersebut. Rika tahu, dari dulu Valdi memang selalu tak mau menyalahkan darah dagingnya. Bagaimana bisa Valdi menganggap itu biasa? Padahal fitnah Mel hampir saja membuat satu nyawa melayang.Meski ada sedikit rasa bersalah karena telah buru-buru membab
"Kamu kenapa bisa sampe separah ini, Val? Sampe kepala lecet parah begini?" Rangga prihatin melihat Rangga yang mulai merasa baikan di pembaringan."Biasa, Rangga. Jatuh dari plafond. Aku sih nekat memperbaiki plafond sendiri. Gini nih jadinya. Jadi nyesel, tapi kayaknya nggak ngerubah tampang macho aku." Senyum Valdi. Valdi sengaja untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Laki-laki itu merasa malu jika harus jujur. Masa ia bilang habis digebukin sama Rika. Baginya Tentu nggak lucu dong! Bisa-bisa harga dirinya jatuh bebas di hadapan semua orang."Tapi kok kayak bonyok gitu, Val? Kayak tertimpa sesuatu. Parah banget." Rangga memperhatikan sekitaran lutut Valdi."Namanya juga kebentur." "Tapi aku tetep ganteng ya, kan? Nggak serta merta langsung jadi burik." timpal Valdi "Ah enggaklah, kamu mah kemana ajah tetap cakeep!" sanjung Rangga."Bisa aja kamu."Keduanya bercanda cukup hangat."Oh iya, bentar lagi aku jadi nikah. Ntar aku kabarin tanggalnya. Jangan lupa ntar datang di perni
Bu Ratih sibuk membersihkan setiap sudut rumah baru mereka. Begitupun Dira juga sibuk membantu. Menyapu, mengepel, hingga membersihkan setiap pojok kamar mandi. Sudah tiga hari ini keluarga itu repot melakukan pindahan. Vina duduk di teras depan sambil sesekali memantau kinerja keduanya. Sebuah laptop berada di atas meja yang berada tepat depan mukanya. Dari tadi Vina nampak sibuk dengan benda tersebut."Maaf ya, Bu. Lagi hamil muda gini aku ngerasa lemah banget. Jadi gak bisa bantuin," ujarnya."Nggak apa-apa, Nak Vina. Namanya juga lagi hamil." Bu Ratih tersenyum.Vina mengelus perutnya sambil rebahan di sofa. Sesekali ia menguap. Kipas angin di depannya memberikan hawa sejuk di siang terik."Dira, boleh nggak aku minta tolong bikinin jus alpukat? Gerah banget nih." Vina menoleh ke arah Dira. Dira sebenarnya mau menolak, taoi lagi-lagi Bu Ratih mengisyaratkan agar mengalah dan memaklumi keadaan Vina yang tengah hamil muda."Tentu, Mbak. Aku bisa buatin, kok."Vina tersenyum lega m
"Bu Ratih, calon mantu ibu yang baru cantik sekali ya. Bening banget. Bikin iri aja tuh paras menawannya." Puji Bu Lastri memuji kecantikan rupa Vina.Bu Ratih merasa cukup bangga. "Iya, Bu. Vina emang cantik, sopan sana orang tua, punya karir bagus, pinter pula." "Nggak nyangka ya Valdi bakalan dapet istri kayak model aja." lanjut Bu Lastri melanjutkan sanjungan."Makasih, Bu Lastri. Emang banyak yang muji calon mantuku. Taoi nggak bisa nyalah sih, Vina emang pantes ngedapetin pujian." Bu Lastri merasa amat bersyukur Vakdi bisa mendapatkan istri yang menurutnya jauh lebih baik dari Rika yang ua benci."Udah dulu ya, Bu Lastri. Ini mau pulang, kadian calon mantuku menunggu lama." Bu Ratih pamit pulang, sore itu Bu Ratih baru saja pulang dari keliling kompleks, untuk menyapa tetangga baru katanya. Tapi nyatanya, ia hanya ingin menyampaikan kepada para tetangga baru kalau Vina sebentar lagi akan sah jadi menantunya.***Bu Ratih celingak celinguk memperhatikan sekeliling rumah baru me
"Bu, kan aku udah bilang, untuk masalah tempat tinggal, akan lebih baik ibu tinggal di rumah Kak Mel aja dulu atau di rumah kak Salma. Aku dan mas Valdi kan belum resmi nikah. Kalo kita tinggal serumah, ntar takutnya malah dibilangi kumpul kebo sama orang-orang." ujar Vina dengan nada sebijak mungkin."Tapi ini rumah ibuku, Mbak." sela Dira tak suka."Iya, ini emang rumah ibumu. Tapi kan nggak etis kalo kita tinggal serumah. Maksudku cuma buat sementara.""Kalo gitu lebih baik Mbak aja yang tinggal di tempat lain dulu." sela Dira kembali."Nggak bisa, Ra! ini kan rumah buat Mas Valdi dan aku." lanjut Vina."Tapi kok kami yang kayak di usir?""Bukan ngusir. Tapi ini hanya solusi. Mohon nggak usah marah-marah ya kalian!" Vina berkata tegas***"Mas, ibu sama adikmu kok jahat banget." Vina tersedu-sedu."Emang ibu sama adikku habis ngapain, Sayang? Mereka nyakitin kamu? Apa iya? Bilang sini sana Mas!" Valdi mengelus rambut kekasihnya."Dira bilang aku jahat, nggak ngehargain dan pelit.
"Salma! Ibu pinjem duit kamu satu juta dulu, boleh ya! Minggu depan tunggu Valdi gajian aku bayarin!" celetuk Bu Ratih sambil merogoh dompet Salma.Salma buru-buru merebut dompetnya kembali."Ini uang Mas Fahri, Bu! Mtar dia bisa marah!" ujar Salma cepat."Halaah, Sal! Ibu pinjem sebentar aja, kok!""Nggak bisa, Bu." Salma bicara tak enak.Di ambang pintu, seorang laki-laki melihat keduanya dengan alis bertaut kesal."Salma bener, Bu! Tuh uang mau kupake besok! Maaf ya, nggak bisa kasih ibu pinjem. Kan kemarin ibu udah ambil lima ratus ribu ke Salma!" tandas Fahri ketus.Bu Salma kurang senang dengan tingkah Fahri yang menurutnya tidak bisa menghormati orang tua.***"Bu, itung-itung ibu udah empat hari tinggal di rumahku. Aku jadi nggak enak sama Mas Fahri, Bu." celetuk Salma."Lho, ada apa sama suani kamu?" Bu Ratih bertanya heran."Enggak, Bu. Cuma kemarin dia mengeluh pendapatan dari toko lagi menurun. Pemasukan sedikit, tapi pengeluaran tambah banyak aja." ucap Salma tak enak. I
"Val, ini uang buat resepsi kalian. Ngfak terlalu banyak. Cuma dua puluh juta. Insyaallah cukup buat resepsi." ucap Bu Ratih di hadapan Valdi dan Vina."Gini aja, Bu," sela Vina."Biar ibu gak ribet, biar aku aja yang atur semuanya. Aku punya tenen MUA yang bagus. Terus punya temen-temen yang mudah-mudahan bisa memudahkan untuk acara kayak gini." usul Bu Ratih."Boleh juga, Nak," Bu Ratih setuju."Oke, Bu. Kalau begitu biar aku aja yang pegang uangnya, supaya ntar gak ribet. Ntar aku bisa catet setiap ada uang yang keluar," tambah Vina.Melihat anggunnya sikap Vina, Bu Ratih tak ragu. Memang selama ini Bu Ratih benar-benar menaruh kepercayaan yang tinggi pada Vina. Calon mabtu tersayang."Uangnya cuma ada segini, Nak. Apa cukup?""Bu, berapapun uangnya kalau kita pinter mengelola, insyaallah pasti cukup. Lagipula kita kan nggak pedta gede-gedean. Nggak perlu juga besar-besaran, Bu. Yang penting bisa halal dan di akui Tuhan. Itu aja!"Kembali Bu Ratih dan Valdi terkesima dengan ucapan
"Val, kakak iparmu selingkuh. Ibu denger sendiri kemarin Fahri ngomong sama selingkuhannya di telepon.""Mas Fahri selingkuh?" Mata Valdi melotot."Iya, Val. Sakit hati ibu ngeliat anak perempuan ibu di giniin."Valdi menggenggam jari-jarinya."Kalo bener, Fahri gak bisa di biarkan, Bu! Keterlaluan! Besok biar kujemput Kak Salma sama keponakan-keponakanku. Biar dia tinggal di sini aja. Gajiku masih sanggup buat ngenafkahin kakak perempuanku!" geram Valdi."Ibu juga kepikiran buat ngejemput kakakmu. Biar dia tinggal bareng kita aja.""Telpon kak Salma sekarang, Bu! Suruh dia siapin baju-bajunya! Biar besok pagi aku yang jemput!"***"Kak Mel! Ini ruang tamu berantakan banget! Emangnya Apa sih kerjaan kalian di rumah? Coba nih beresin!" Vina mendelik ke arah Mel yang baru saja datang tadi malam bersama dua anaknya.Terlihat bungkusan makanan berserakan di depan tv. Mainan berserakan dimana-mana."Eh, Vina. Maaf Vin. Ini tadi anak-anak habis main. Jadi berantakan gini." sela Mel."Makany