Share

Bab 4

"Temani aku mandi, Bang!" ucapnya mendayu, belum sempat aku berkata, tangannya yang dingin menarikku masuk.

Kedua netranya yang biasanya sayu kini berubah tajam, dia begitu agresif meraba wajah dan dadaku, aku seperti tak mengenalinya, entah ke mana perginya istriku yang pemalu, dia tak pernah memulai jika aku tak mengajak duluan.

"Ratna?" panggilku, dia membeliak, lalu kembali tersenyum lebih lebar.

"Aku menginginkanmu, pujaanku ...." ucapnya manja, aku terpancing dengan rayunya, tetapi kesadaran langsung memenuhi ruang waras pikiranku. Ratna sedang sakit, kami tidak mungkin melakukannya.

"Ratna, berhenti! Sadarlah!" seruku saat dia hampir menanggalkan seluruh pakaianku.

"Argh!" Dia memekik seakan begitu marah aku membentaknya, aku hendak maju membujuknya seperti biasa, aku ingin memberinya pengertian agar ia tak berpikir macam-macam, aku juga menginginkan ini tapi keadaan kami tak mendukung.

"Ratna ... Sayang—"

"Bang! Abang di dalam?" Suara bersamaan dengan ketukan pintu membuatku sontak menoleh, aku hafal itu suara Ratna, lalu ... siapa yang kini bersamaku? Netra ini membeliak, jangan-jangan ... perlahan aku memutar kepala.

"Astagfirullah!" seruku terkejut hingga tubuh ini mundur beberapa langkah, seekor ular persis seperti yang kulihat di farji Ratna menggelepar di lantai, sisiknya berwarna hitam mengkilap, desisnya sempat terdengar sebelum hewan melata itu masuk dan menghilang dalam saluran air.

"Bang! Abang nggak papa? Buka pintunya!" Aku tersentak mendengar teriakan Ratna, masih ling lung aku membuka pintu demi mendapati wajah panik istriku, dia tampak baru kembali, terlihat kresek sayur di tangannya.

"Abang mau mandi? Tadi aku dengar Abang kayak lagi bicara," ucapnya melongok ke dalam.

"Abang ngomong sama siapa tadi?" tanyanya menatapku keheranan.

"Oh, itu ... nggak kok sayang, perasaan kamu aja mungkin. Ya sudah, abang mandi dulu ya?" Ratna terlihat bingung tapi tak urung mengiyakan, istriku itu berbalik pergi ke luar kamar. 

Maafkan aku, Ratna, bukan maksudku berbohong, tapi semua kulakukan agar kamu tidak semakin ketakutan dan tertekan.

Gegas aku menutup pintu kembali, bersandar di dinding keramik sembari menatap pantulan diri di kaca, aku menyugar rambut frustrasi, netra fokus di lubang pembuangan air yang baru saja dimasuki ular misterius itu.

Ya Tuhan, apa itu yang dinamakan siluman? Iblis yang bisa berubah menyerupai siapa saja dan menipu umat manusia? Untung saja istriku cepat kembali, jika tidak ... aku tidak tahu akan berakhir di mana sekarang.

Tak mau berlama-lama aku segera mengguyur tubuh, berwudhu untuk melaksanakan shalat, melihat cuaca mendung di luar sana, kita tak akan menyangka jika hari sudah siang. Aku berusaha mengenyahkan bayangan mengerikan tadi dari pikiran.

☆☆☆

Selesai berpakaian aku bergegas keluar menuju ruang makan, Ratna tampak tersenyum tipis, aku mendekat sembari menarik kursi lantas mendudukinya.

"Makan dulu, Bang," ucapnya sembari menyendok nasi serta tumis udang dan tongkol sambal lado, aku mengucap terima kasih kemudian mulai menyantap hidangan istriku, dia memang sangat pandai memasak, semua hasil olahannya terasa lezat dimakan.

"Enak, Dek. Kamu nggak ikut makan?" tanyaku, Ratna menggeleng pelan.

"Nanti saja, Abang makanlah! Adek mandi dulu ya?" Sontak aku mengangkat wajah, tenggorokan terasa tercekat, aku menenggak separuh gelas air putih. Ratna akan mandi sendiri, bagaimana kalau iblis itu kembali dan mengganggunya?

"Tunggu, Dek!" seruku memanggilnya yang sudah di ambang pintu kamar, wanitaku berbalik menatapku.

"Ya?"

"Jangan mandi di sana!" ucapku spontan.

"Loh kenapa? tanyanya keheranan.

"Itu ... saluran airnya tersumbat, pakai kamar mandi kamar sebelah aja ya!" seruku beralasan, takut sekali jika Ratna akan mendapat gangguan lagi, kasihan, beban pikiran sebelumnya saja belum tuntas.

"Oh, ya sudah. Tapi kok bisa ya? Perasaan tadi pagi baik-baik saja," gumamnya sembari masuk kamar, netraku awas terus memperhatikan pintu kamar kami. Syukurlah, tak lama kemudian dia keluar dengan handuk di bahunya.

Hampir saja. Aku bernapas lega mendapati Ratna memasuk kamar tamu, kulanjutkan makan siang dengan perasaan lega, aku terus menyugesti diri bahwa semua ‘kan baik-baik saja. Ya! Kami bisa melewati ini, semua akan berlalu.

Kusuap lagi nasi yang masih tersisa separuh piring. Namun baru akan membuka mulut di suapan kedua, teriakan Ratna membuatku terperanjat, secepat kilat berlari ke kamar mandi, kudorong pintu yang masih tertutup rapat.

"Kenapa, Sayang?" tanyaku khawatir menatap dia yang tengah gementar ketakutan, tangan putihnya menunjuk ke arah bak mandi. Aku mendekat akan memeriksa, tetapi Ratna menangkap tanganku, dia menggeleng.

"Ja—ngan, Bang! U—ular! " pekiknya menarik tanganku, bermaksud membawa ke luar dari tempat itu.

"Di mana? Jangan panik, Sayang. Kamu tunggu di sini, abang periksa dulu," ucapku melepas genggaman tangannya di lenganku.

Perlahan aku melangkah semakin dekat, kulongokkan kepala dalam bak mandi yang tengah diisi air itu, dan ....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dessy Damayanti
cerita nya terputus - putus karena harus ada koin barulah bisa disambung lagi cerita nya jadi bikin GK seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status