Arlene cukup terkejut dengan apa yang dikatakan Liam tadi di kafetaria saat pria itu mengatakan bahwa dirinya bukan seorang teman di hadapan Shelley. Ya memang sebenarnya tidak, mereka tidak pernah berteman. Ia hanya sebatas sekretaris dan pemimpin perusahaan yang memiliki kontrak kerja selama beberapa bulan untuk menjaga Cassie, tidak lebih. Dan juga, mantan hubungan sebuah cinta dalam satu malam yang berakhir ia meninggalkannya tanpa mengatakan apapun setelah pria itu memintanya untuk tidak pergi sebelum berbicara. Setelah tiga kata yang Liam keluarkan dari mulutnya membuat pekerjaannya tak berjalan lancar seperti hari sebelumnya. Ada apa dengannya? Arlene terus bertanya-tanya kepada dirinya sendiri mengapa ia tidak menyukai hal itu? Dan mengapa ia tidak menyukai cara Shelley menatap mata Liam? Bahkan sejak siang tadi hingga pulang, ia memilih untuk naik bus tetapi Walt mengajaknya bersama dan beralasan harus pulang lebih dulu untuk pergi ke apartment Kaia karena memiliki urusan pen
“Aku tidak tahu, biar kulihat dulu—““Tidak perlu, Jazzy. Biar aku, kalian berangkat saja lebih dulu. Acara dimulai satu jam lagi bukan?”Jazzy terdiam sejenak kemudian mengangguk. “Ya, baiklah kita berangkat. Jangan sampai telat, Dad terus menelponku.”Jazzy, Mark dan juga Dave pun keluar dari mansion sementara Liam kembali masuk setelah mobil mereka melenggang pergi keluar dari pekarangan mansion, kakinya melangkah menaiki anak tangga menuju kamar setelah ia melirik alroji di lengan kiri menyadari Arlene sudah dua puluh menit tak kunjung keluar untuk menampakkan batang hidungnya. Entah kenapa ini seperti sudah menjadi kebiasaannya membuka pintu tanpa mengetuknya lebih dulu, lagipula Arlene tak masalah dengan hal itu, gadis itupun sama sepertinya, bukan, tetapi dirinya yang mengikuti kebiasaan buruk itu, kebiasaan buruk Arlene.Ketika pintu terbuka, hidung mancung Liam mencium aroma parfum miliknya dan juga—langkah kakinya memelan, aroma parfum yang tidak asing, ia yakin pernah menciu
Terlepas yang sudah Arlene lakukan selama ini tidaklah berguna. Ia merasa seperti—sikap apa yang harus Arlene tunjukkan pada semua orang saat ini? Ia melihat mereka semua sedang tertawa dan mengucapkan selamat juga memberikan banyak hadiah yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya. Sikap apa yang harus ia tunjukkan saat ini? Datang ke acara ulang tahun saudarinya sendiri yang artinya ia datang seakan mereka lupa bahwa mereka memiliki seseorang yang juga memiliki hari yang sama.Arlene tahu bahwa dirinya tak bisa berbohong ataupun menyembunyikan perubahan raut wajahnya, bahkan untuk saat ini saja ia mencoba untuk tetap bertahan, tetap menyibukkan diri, tetap berusaha untuk tidak peduli dengan sekitar. Tetapi tidak bisa. Manik birunya terus menghadap kedua wanita berbeda usia tersebut, ia terdiam, bertanya-tanya dalam hati, apakah mereka mengingat dirinya saat ini? Apakah Marcia sadar bahwa wanita itu masih memiliki putri bertubuh gemuk ketika kecil yang saat ini sudah bertumbuh dewasa, ber
Hari-hari telah berlalu, melewati hari demi hari tanpa berbicara dengan Liam sepatah atau dua patah kata jika bukan urusan pekerjaan. Bahkan untuk saat ini pun tidak ada yang memulai pembicaraan lebih dulu, baik Liam ataupun Arlene. Karena setiap kali ia keluar dari pintu kamar, Liam masuk begitujuga sebaliknya. Tiada hari tanpa bekerja, Liam selalu sibuk dengan pekerjaannya ketika di penthouse. Pria itu tak melupakan posisinya sebagai sosok ayah untuk Cassie, terkadang Liam memindahkan Arlene untuk tidur di kamarnya bersama Cassie dan pria itu berada di kamar lain. Kedua matanya terpejam sesaat lalu mendorong pintu ruangan Liam. Pria itu masih berada di tempatnya, terfokus pada laptop belum beralih ke arahnya. Ia membawa paperbag dan meletakkan beberapa makanan di atas meja sofa untuk Liam karena pria itu tak sempat untuk makan diluar karena jadwal yang padat. “Makan siangmu sudah aku siapkan, sir. Kau bisa memakannya dulu sebelum dingin, aku akan membawa dokumen ya
“Aku belum pernah menikah ataupun memiliki kekasih dalam hiduku begitupun dalam hubungan seks. Jadi dapat disimpulkan aku belum pernah memiliki anak sebelumnya dan Cassie bukan putri kandungku.” Arlene masih tetap diam, belum memutuskan untuk mengeluarkan satu kalimat dari mulutnya sementara Liam mengeluarkan semua isi yang ada di brankas tersebut dan memintanya untuk datang dan duduk di kursi kerja itu sedangkan Liam, pria itu mulai memberikan beberapa lembar isi dari surat tersebut. “Ibunya membuang Cassie—menitipkan Cassie padaku...” To Mr. Addison. From me, Cassiopeia’s Mother. Pertama-tama, aku ingin menjelaskan kenapa aku harus melakukan ini. Aku tahu kau sulit memahami kondisiku, aku tak berniat melakukan ini, sungguh. Aku mencintai putriku melebihi diriku sendiri, dia adalah dunia baruku. Aku paham jika kau membenciku karena telah menelantarkan putriku sendiri di basement-mu tapi percayalah, saat ini aku s
Perlahan kedua mata biru Arlene terbuka ketika merasakan pukulan di wajahnya. Pandangan pertama setelah mata sudah sepenuhnya terbuka adalah Cassie, bayi itu tertawa saat Liam menggendongnya, pria itu tersenyum tipis dengan wajah khas bangun tidur. “Pagi…” Arlene mengangguk pelan. “Pagi…” gumamnya seraya tersenyum. “Apa kau bermimpi buruk?” Arlene menggeleng. “Pukul berapa ini? Sejak kapan kalian terbangun?” “5, 25 menit yang lalu.” Hening cukup lama, Liam menoleh ke arah balkon kamar, pagi ini cukup dingin karena semalaman hujan rintik. Ia menurunkan pandangannya pada Arlene, gadis itu hanya diam melamun seakan mendapatkan tempat ternyaman untuk bangun dari tidurnya. Ini bagian dari Arlene yang sangat ia suka yaitu wajah bangun tidur, terlihat sangat alami tanpa riasan. Wajahnya putih, bibirnya merah muda alami dan terlihat agak tebal. Pagi ini adalah bagian paling indah yang pernah ia dapatkan dari pagi sebelumnya. Kali ini a
Mobil Liam berhenti tepat di depan restoran, ia segera keluar diikuti Arlene—gadis itu tersenyum manis kemudian Liam menggenggam tangan itu dan masuk ke dalam. Malam ini Arlene terlihat sangat cantik dengan balutan dress sebatas paha berwarna hitam senada dengan setelan jas milik Liam. Pria itu terus menggenggam tangannya sepanjang jalan saat mereka menginjakkan kakinya di restoran ini hingga langkah kakinya terhenti dan senyumnya memudar selama beberapa detik tertahan ketika menatap Liam. Apa ini? Mengapa ada keluarga Court? “Kenapa kau membawaku ke tempat ini?” Arlene buru-buru menjauh saat Liam hendak membawanya masuk. Tatapannya penuh pertanyaan dan memperlihatkan emosi yang jarang ia perlihatkan pada Liam. “Kita bicarakan di dalam saja—” “Jawab aku. Ada apa ini? Mengapa mereka di dalam? Bukankah seharusnya kita makan malam berdua?” Liam menarik napas dalam dan menarik tangannya—dengan gerakan cepat, Arlene kembali menghempas pegangan itu, ia butu
Bulan sudah memasuki awal Oktober. Tepat pagi ini, sekitar pukul 6:10 AM Liam membuka matanya setelah 3 jam tertidur. Ia menoleh ke samping berharap Arlene masih terpejam menghadapnya sekarang tak ada sejak pertengkaran yang terjadi 6 jam yang lalu, gadis itu pergi membawa semua barangnya tanpa sisa, hanya pemberian darinya saja yang sengaja ditinggal.Liam menyingkap selimut dan mengambil posisi duduk menghadap walk in closet, ia menempatkan kedua siku di atas paha seraya menunduk lalu mengusap wajahnya dengan kasar sebelum akhirnya bangkit ke kamar mandi. Liam menghabiskan 15 menit di dalam kamar mandi untuk menenangkan pikirannya dan saat hendak keluar, manik birunya menangkap sebuah kalung bertuliskan nama ‘Railee’ di atas meja di walk in closet, itu milik Arlene yang tertinggal. Ia meraih kalung tersebut dan menyimpannya di balik saku jas. Pagi ini, ia memakai setelan jas yang pernah Arlene simpan selama satu tahun di dalam lemari.Tepat pukul 7: