Dinda yang menuruni tangga sembari merapikan bukunya melihat sosok pria dengan tubuh tegap, rambut berjambul manja, dan raut muka yang biasa aja. Dinda tersenyum saat melihat Verdi yang tengah duduk di sana, segera Dinda mendekati ruang tamu lalu duduk di kursi sebelahnya.
"Tante tinggal dulu ya!" pamit Bu Sella yang kini beralih berdiri, dengan maksud untuk meninggalkan mereka berdua. Verdi dan Dinda mengangguk bersamaan.
Beberapa menit mereka hanyalah diam membisu. Entah kenapa, yang pasti mereka masih ragu karena baru saja bertemu.
"Lo udah lama nungguin gue ya?" tanya Dinda sambil membuka buku yang akan ia bahas dengannya. Matanya tak menatap Verdi, namun tetap berada dalam tulisan-tulisan itu.
"Gue baru." jawab Verdi yang kini juga asyik memainkan ponselnya.
Suasana kini menjadi hening, semuanya bagaikan terhenti begitu saja. Mereka bertatapan sejenak dan akhirnya memalingkan pandangan asal ke segala arah. Canggung.
"Lo udah makan?" tanya Din
Sekarang di SMA Putra Bangsa, Dinda dan temannya berada di sebuah taman, seperti biasa mereka mencari hawa sejuk dan semilirnya angin pagi. Mereka hanya akan ke sini jika ada waktu luang. Mengingat, taman ini jauh dari kelasnya, butuh beberapa puluh langkah untuk sampai di sini.Tempat ini memang cocok untuk sekadar mengisi waktu luang dengan melakukan beberapa aktivitas seperti membaca novel, buku pelajaran, mengerjakan tugas, berpacaran atau bahkan berfoto ria dengan spot khas SMA ini.Kini terlihat pria dengan perawakan tinggi dan dua lesung pipi yang ia tampakkan. Dinda mengernyit ketika melihat pria itu berjalan menuju tempat duduk mereka."Hai Din," sapanya ramah, "gue boleh gabung nggak?" tanyanya ketika sudah berada di depan Dinda dengan sedikit menundukkan kepalanya.Dia adalah Shandy Pradanta, masa lalu Dinda yang dulu sempat berpacaran kurang lebih dua tahun sejak kelas 10. Namun sekarang? Tidak. Namanya juga masa lalu kan?"Cuma sapa Di
Ponsel Verdi berbunyi nyaring, menandakan ia mendapatkan pesan dari seseorang. Ia segera membuka aplikasi chat itu lalu mendapati beberapa pesan dari seseorang. Yang pertama kali ia buka adalah...DindaOiiVerdian?DindaCek aja Ver, kirain ilangVerdianJangan kangen kalau kangen nanti kita pacaranDinda terkekeh setelah membaca jawaban dari Verdi, tanpa ingin membalasnya ia langsung menutup room chat dengannya.Berhari dan berminggu mereka mengenal, semakin akrab kedekatan mereka rupanya. Benang yang semula putus kini sudah terhubung kembali, daun yang berserakan kiri dapat ditampu oleh tempat yang sangat nyaman. Kebahagiaan perlahan kembali terbuka di kehidupan Verdi.Verdi segera meninggalkan kafe dan beranjak melajukan motornya untuk menjemput Vanya. Tak perlu memakan waktu sepuluh menit, ia sudah sampai di sana dengan Vanya yang menunggui di depan gerbang sekolah."Kenapa lama, Kak?" tanya Vanya ya
Dinda tak henti-hentinya membaca kalimat itu, hingga ia mengscreenshot pesan dari Verdi. Menurutnya itu sangat penting, menjadi sebuah kenangan saat mereka berpisah kelak. Untuk sekadar tak saling menyapa dalam waktu yang sangat lama.Dan tak lupa ia juga membalasnya dengan kalimat yang tak kalah panjang darinya.Ia sebenarnya bingung, harus menjawab apa. Butuh waktu lama untuk merangkai kata-kata meskipun tak ada unsur mengesankan. Semoga ia tak salah jalan!DindaMaaf tuan, anda berbicara tidak sopan dengan saya. Jangan pernah anda bilang rindu kepada saya karena itu melanggar peraturan diri saya, peraturan yang mana pesan anda sekarang dapat menghantui pikiran saya.Dinda kembali membaca pesan yang akan ia kirimkan, entah hal bodoh apa yang sedang mereka diskusikan. Setan apa yang merasuki pikiran Dinda kali ini, hingga ia merangkai kata bodoh seperti itu.Dan terima kasih tuan, anda sudah membuat saya terbang hari ini dengan kata-kat
Kini Verdi, Otong, Risky, Alex, Galih dan Regal sudah berada di sebuah kafe. Tepat di kafe blacksweat mereka berkumpul, menikmati nuasa yang memberi kesan tenang dengan secangkir coffe hangat.Sayangnya kebersamaan mereka kini tidak lengkap. Rendra, Paul, dan Radit sedang ada acara mendadak di sekolahnya. Mengingat sekolah mereka juga berbeda, mereka di SMA Putra Bangsa jadi tidak begitu tahu agenda mendadak dari kebanyakan anggota mereka di SMA Padma Widjaya."Eh gue denger dari Rendra, katanya Dinda mewakili cerdas cermat dari SMA PB, sekolah kita siapa ya?" tanya Regal akan hal itu."Dinda siapa sih?" tanya Galih penasaran."Lo nggak tau? Kemana aja lo Gal selama ini." ucap Otong."Dia sibuk kerja woi, maklumin lah." bela Alex pada Galih."Kerja, kerja, nggak ngasih gaji ke kita sama saja." celetuk Regal tertawa."Apa sih Gal, duit gue nggak sebanyak duit kalian. Sibuk menata masa depan nih." celetuk Galih yang tak pernah ikutan ga
Verdi kini sedang belajar bersama Dinda setelah pulang sekolah. Mereka berdua kini berada di taman belakang rumah Verdi. Rumah ini terlalu sepi untuk mereka huni berdua. Papa, Mama, dan Vanya? Mereka masih sibuk dengan urusan mereka masing-masing.Dinda menanyakan beberapa masalah yang kian menyelinap di pikirannya. Masalah yang akan bisa dipecahkan jika mereka berpikir keras.Pelajaran yang dibahas kali ini bukanlah persoalan Matematika atau pun Biologi, namun Fisika yang aslinya mudah namun harus teliti jika mencari jawaban yang sesungguhnya."Bukannya jawaban 250 N ya, Ver? Kok lo jawabnya 280 N sih?" tanya Dinda bingung. Ia kembali menggaruk rambutnya yang tidak gatal dan memasang muka tak karuan. Sesekali ia menatap Verdi, begitupun sebaliknya."Apa iya?"Verdi langsung meneliti kembali soal yang mereka bingungkan dan ternyata benar, Verdi memang tidak salah ambil rumus. Benar kok.Verdi lalu mengambil buku milik Dinda dan menelitinya s
Dinda kini sudah berada di ruang makan bersiap untuk makan malam bersama keluarganya. Suasana yang terlukis sangatlah nyaman. Kehangatan ada pada keluarga kecil mereka."Katanya lo ikutan olympiade?" tanya Andre mengawali perbincangan. Ia baru saja duduk dan membuat mereka segera mengawali makan malam ini."Iya, emang." jawab Dinda santai sambil mengambil nasi ke piringnya."Lo udah fokus belajar, kan?" Andre semakin gencar mencari topik lainnya, padahal disela makan malam bersama keluarga. Tentu perkataan itu mendapat tatapan dari keluarganya.Adab yang baik saat makan sebenarnya tidak boleh berbicara, bisa membahayakan karena tersedak. Dan sudah berulang kali Pak Arif dan Bu Sella memberitahu keduanya, namun tetap saja mereka masih menghiraukan."Menurut lo?""Udah sih, dikit." jawab Andre santai namun mengerdikkan bahu."Nah itu tahu, tumben nanya
Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima belas menit yang lalu. Kini Verdi sudah berada di ruang guru. Tak heran ia mendapat beberapa tatapan dari guru yang sedang terduduk di ruangan ini."Verdi jadi ikut olymp?""Iya, Bu. Bu Mona yang nyuruh." senyum Verdi seketika."Semangat ya, Ibu tinggal dulu, Ver." kata Bu Nikma guru Natematika yang sudah hamil empat bulan.Bu Mona datang dengan lembaran-lembaran kertas putih di tangannya. Mungkin soal yang harus ia pelajari."Gimana Ver, apa ada yang belum kamu pahami?" tanya Bu Mona duduk sambil mengecek jawaban dari Verdi, Verdi yang semula duduk santai kembali menegakkan tubuhnya lagi."Insyaallah, udah semua." jawab Verdi enteng sambil menatap jawaban yang sedang diperiksanya itu.*Pengen deh punya otak encer kayak Verdi."Beneran kamu? Kalau memang iya, sekarang Ibu kasih kamu sep
"Kamu sakit? Kok dari tadi Mama perhatiin kamu kayak lagi ngalamun gitu, ada apa?" Bu Rere menanyakan ulang pertanyaannya tadi.Verdi masih bungkam dengan tatapan kosong menatap makanannya. Tak ada yang bisa ia lakukan dan tak mungkin dia hanyut dalam pemikirannya sendiri tanpa membicarakan sejujurnya pada mereka."Enggak, Verdi cuma kepikiran sama Dinda." ucap Verdi polos yang masih menatap kosong makanan di depannya.Verdi sudah berani terbuka dengan perasaannya, mengingat taruhan yang ia dan Papa lakukan beberapa hari kemarin. Hal itu pasti membuat orang tuanya semakin bangga dan berharap lebih pada Verdi."Emang Dinda kenapa, Ver?" Pak Rahmat yang sudah selesai makan pun langsung menanyakan hal itu kepada Verdi. "ada masalah sama kamu?"Ia menggeleng, "Dinda kecelakaan." lanjut Verdi dengan berat hati."Kok bisa? Dia dirawat dimana?" tanya Bu Rere dengan nada yan