“Ha ha ... kamu tahu aja, San, tapi tenang aja aku bawa kunci serep kok, jadi aman. Lagi pula sepertinya Mas Arman tidur di rumah sakit sama Bapak. Mungkin yang di rumah Reni sama Intan,” jawabku.Kulirik jam tanganku, ternyata sudah jam 10 malam. Pantas saja sudah lumayan sepi.Setelah belokan lapangan adalah rumahku. Aku dan Susanti memang tetanggaan, tapi tetangga jauh dan rumah Susanti sudah tidak masuk blok perumahan yang aku tempati.“Nah, kan, Mbak, itu rumah Mbak lampunya enggak dinyalain. Apa memang enggak ada orang?”“Sepertinya begitu, San. Pada minep di ruang sakit semua.”Kubuka pintu rumah, tapi di ruang tamu ada moto sports sepertinya aku kenal ini motor milik siapa.“Mbak, ini kan, motor bocah culun itu. Ternyata dia minep di sini, Mbak. Wah, enggak bener ini! Pasti mereka lagi main kuda-kudaan,” ujar Susanti lagi.Kami masuk ke ruang tengah yang gelap. Kubuka kamar Reni, ada dia sudah tidur pulas. Lalu pindah ke kamar Intan. Dikunci, tapi tidak ada suara apa pun. Aku
“Aku enggak tahu sumpah! Tapi, wajar aja lah, Fatki. Mereka kan, pacaran sudah gitu saling suka. Anak muda zaman sekarang udah biasa begitu. Banyak loh, di luar sana yang justru sewa hotel. Makanya gaul, biar tahu!” jawab Reni.Aku dan Susanti seperti dikomando menoyor kepala Reni berbarengan.“Otak, dipakai. Sudah sana Tan, ambil motor pacarmu di rumah Pak RT, ajak sekalian itu pacarmu enggak usah takut palingan juga dinikahin,” ucapku.“Enggak mau! Pokoknya Mbak Fatki yang ambil, titik!” teriak Intan dia panik dan ketakutan.“Ogah, ambil aja sendiri.”“Assalamu’alikum ....”“Nah, itu dia Pak RT datang!” pekik Susanti. Intan makin panik.Brug!Pacar Intan jatuh pingsan.“Ya elah ini cowok benar-benar enggak berbobot. Tidak berani menghadapi kenyataan. Baru ketemu Pak RT saja sudah pingsan apa lagi ketemu bulian orang sejagat raya. Untung aku sudah putus denganmu,” ucap Susanti.~K~U 🌸🌸🌸Intan akhirnya disusul oleh Citra dan abang-abangnya. Setelah sebelumnya kami susah sekali mem
Bantu follow akunku ya, Guys. Wajib like dan komentar biar aku semangat update 💕Happy reading ❤️🌸🌸🌸“Mbak, bangun, sudah jam 7!” teriak Susanti.Aku tersentak kaget langsung mengingat-ingat apakah tadi sudah salat subuh atau belum.“Mbak, sadar! Buruan ayok, turun!” ucap Susanti lagi.Otakku masih ngebleng kupejamkan mata. Alhamdulillah ... aku tadi sudah salat subuh dan ketiduran lagi saat membereskan bajuku ke dalam kardus dan koper.“Kamu juga baru bangun, San?” tanyaku.“Mbak pikir? Lihat saja aku masih awut-awutan gini ya, berarti aku belum mandi, dan berati aku juga baru bangun!” jawab Susanti sambil menyisir rambutnya yang panjang dan lurus.“Ya, sudah gegas sana kamu mandi aku bereskan kasur dulu,” titahku.“Enggak mau, ah, aku malu. Tadi aku buka pintu mereka semua sedang sarapan.” Tumben ini anak tahu malu. Biasanya juga malu-maluin.“Ayok, Mbak juga mau mandi!" ajakku.Kami ke luar kamar. Di meja makan sudah ada Mas Arman, Intan, dan juga Reni.Tunggu dulu, itu kenapa
“Arman, dengar kamu! Ibu tidak mau menunggu lama-lama. Hari ini Ibu mau kocokan arisan. Ibu harus datang kalau tidak nanti enggak dapat jika nama Ibu yang keluar!” Mas Arman kesal, dia langsung mematikan telepon.“Minta saja ke Bapak, kan, Ibu istrinya Bapak pasti diusahakan ada. Kalau tidak ada ya, harus ada. Orang untuk kawin lagi aja ada masa untuk nebus istri di rumah sakit enggak ada,” kataku lagi.“Enggak usah ngajarin aku!” bentak Mas Arman.“Enggak Bapak, enggak anak sama saja tukang kawin. Miskin, tapi belagu,” sindirku.Mas Arman dan Intan diam saja.Selesai sarapan aku gegas mandi dan Reni membereskan cucian piring, tapi hanya bekas kami saja. Aku yang menyuruhnya. Biar orang-orang di rumah ini tidak seenaknya sendiri dan tidak jorok.“Enggak mau, Mas! Aku sudah kasih uang ibumu setiap gajian kok, ini minta lagi. Ini perhiasan juga bukan dari kamu. Aku beli sendiri pakai uangku sendiri, jadi siapa pun tidak ada yang boleh ganggu gugat.”Itu Reni pasti sedang dirayu untuk j
Ada juga yang bilang gimana enggak bawa aura positif orang Susanti dekil gitu si Fino kali geli mau cium sama peluk Susanti. Parahnya yang ngomong itu adalah teman-teman perempuan Susanti. Di manalah hati mereka, sesama perempuan kok, menghujat.Anak ABG zaman sekarang mulut dulu yang digedein otak enggak dipake buat mikir. Pantas saja Susanti tanya seperti itu padaku.“Mereka itu enggak punya attitude yang baik, San. Jadi, enggak usah juga kamu ambil hati,” kataku menanggapi ocehan teman-teman Susanti di grup itu.“Tapi, Mbak, yang dibicarakan mereka bener, kan?” Susanti jadi murung. Kalau dia sudah murung gini kerjaan bisa gawat. Mood seseorang sangat memengaruhi kinerja otaknya.“Salah. Kalau kata Mbak salah.”“Mbak Fatki, bilang seperti itu pasti karena tidak enak padaku, pasti karena kasihan padaku.”“Salah, kamu salah. Memang kamu tidak bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang modus. Tatap mata Mbak, apa Mbak berbohong? San, kalau dunia ini menjadikan yang good looking seg
Assalamualaikum selamat pagi semua bantu follow akunku ya, wajib tinggalkan jejak like dan komentar. Happy reading 💕POV ARMAN.“Arman, kamu tahu gadis yang tjnggal di kos-kosan Haji Rusdi?”“I—ya tahu, Bu, ke—napa?” kataku balik tanya. Apa ibu tahu hubunganku dengan gadis itu. Bisa gawat kalau sampai ibu mengadukannya pada Fatki. Apalagi Fatki sedang hamil muda.“Sejak kapan kamu ada hubungan dengan dia?” cecar ibu. Kalu sudah begini mengelak pun tidak mungkin.“Ibu ngomong apa, sih? Aku tidak ada hubungan apa pun sama dia kok,” elaku.“Kamu itu sudah berani bohong sama ibumu? Ibu itu hampiroir tiap hari lihat kamu ngantar kerja itu cewek. Apa perlu bukti juga?” Tuh, kan, belum apa-apa ibu sudah marah padaku.“Cepat bilang sudah berapa lama?!” bentak ibu.“Bu, jangan kuat-kuat suaranya nanti kedengaran Fatki,” pintaku penuh harap.“Apa kamu tidak mikir, Man, siapa gadis itu? Kerjanya saja di tempat karaoke begitu nemenin om-om laki-laki hidung belang? Mau ditaruh mana muka ibumu ini
“Enggak, Dik, aku hanya sedang memikirkan masa depan kita saja. Kita sudah mau punya anak, tapi kerjaanku belum bener. Padahal aku sudah memasukkan lamaran kerja sana-sini, tapi belum ada yang keterima satu pun. Aku harap kamu bisa bersabar dengan kondisi kita yang sepeti ini dan aku berharap kita bisa terus sama-sama selamanya,” jawabku tulus. Kupeluk erat Fatki.Maafkan aku, Fatki. Aku tahu aku pecundang, tapi aku tidak bisa berpaling dari dia si pemandu lagu itu. “Arman jangan kupa besok!” teriak ibu dari ruang tamu saat aku menyalakan mesin motorku.“I—ya, Bu. Tenang saja, tapi ingat, ya?” jawabku seraya kukedipkan mata pada ibuku.“Tenang aja, Man. Ibu pastikan aman terkendali!” jawab ibu lagi.Aku sedikit lega. Dengan begitu ibu tidak akan memberitahukannya pada Fatki. Jadi, untuk sementara ini aman. Sekarang aku tinggal memikirkan bagaimana caranya agar bisa membujuk Reni dan dia mau mentraktir ibu untuk belaja sepuasnya.Sepanjang jalan aku bersiul bahagia aku membayangkan n
“ Iya, Ren, kamu harus percaya padaku bahwa aku akan menuruti semua kemauanmu termasuk untuk menikahimu asal kamu pun bisa meluluhkan hati Ibuku. Ingat ya, Ren, Ibuku itu suka belanja suka makan suka jalan- jalan.”“Kalau yang disukai ibunya Mas Arman hanya itu gampang aku bisa mengabulkannya. Kamu tahu kan, Mas, uangku itu banyak dari hasil aku kerja begini dan dari hasil kebunku di kampung?”“Syukurlah kalau kamu bisa memenuhi kemauan ibuku, aku yakin pasti Ibu akan menyetujui hubungan kita.”“Iya, Mas semoga saja Ibu mau menyetujui hubungan kita.”“Ya, sudah aku pulang dulu aku harus kerja ini sudah siang. Nanti kalau aku pulang tidak bawa uang Fatki akan curiga padaku dan itu akan semakin mempersulit hubungan kita.”“Iya, Mas, tapi kapan kita bisa ketemu lagi? Aku kan, selalu kangen sama kamu,” ucap Reni dengan gaya manjanya. Inilah salah satu yang aku sukai dari Reni dia manja padaku.“Besok kan, kita ketemu besok kita jalan bertiga sama Ibu.”“Kamu yakin Mas, kita bisa jalan be