Dia mengumpulkan semuanya dan membawa keluar. Dan di sana dia menemukan seorang wanita tua dari rumah sebelah, yang baru saja membuka pintu dan menyambutnya dengan sapaan hangat.
“Apakah kamu baik-baik saja, Victor?” dia bertanya.
“Ah, maaf, Bu Greta. Aku pasti mengganggu tidurmu selarut ini,” jawab Victor.
“Tidak apa-apa. Terkadang di situlah enaknya hidup bertetangga. Apakah semua baik-baik saja?”
“Itu, si Emma! Kami sedang mengadakan pesta ulang tahun pernikahan, dan dia mabuk karena terlalu banyak minum anggur. Tidak ada yang serius sama sekali.”
Wanita tua itu hanya mengangguk lembut dan tersenyum. Sebenarnya, dia telah mendengar segalanya dan tahu bahwa Victor hanya berusaha menyembunyikannya.
Setelah membuang semuanya ke tempat sampah, Victor kembali menyapa wanita tua itu dan mengucapkan selamat malam. Tapi wanita itu menghentikannya sejenak.
“Victor!”
“Iya, Bu?”
“Wajar jika sebuah keluarga bertengkar sesekali. Tidak ada keluarga tanpa pertengkaran. Kamu hanya perlu mundur satu langkah saat bertengkar dengan seorang wanita. Hanya dengan cara itulah kamu bisa memenangkannya,” kata wanita tua itu.
Victor tersenyum, menerima kata-kata wanita tua itu ke dalam hatinya. Dia tahu bahwa wanita tua sepertinya pasti tahu banyak tentang wanita dan memiliki pengetahuan soal membina keluarga yang jauh lebih baik dari dirinya.
Dia kembali ke rumah dan tidur di sofa, mundur selangkah seperti yang dikatakan wanita tua itu, berharap semuanya akan baik-baik saja keesokan paginya.
Tapi di pagi hari, dia terbangun dengan Emma melempar tas padanya. Victor masih belum tahu jam berapa sekarang. Dia tidak peduli untuk bangun pagi karena dia tidak perlu lagi kembali ke toko pizza itu.
“Apa ini? Apakah kamu masih mabuk?” dia bertanya.
“Pikiranku jernih dan segar, dan aku sudah muak hidup dengan pria menyedihkan sepertimu. Itu adalah dokumen yang perlu kau tandatangani. Aku ingin cerai.”
Wajah Victor terlihat begitu putus asa. Dia mengira Emma hanya mabuk kemarin dan semuanya akan baik-baik saja. Namun kini di tangannya ada surat cerai yang sepertinya sudah dipersiapkan Emma sebelumnya.
Victor menyadari Emma telah mempersiapkan segalanya yang berarti bahwa ini bukanlah keputusan yang diambil berdasarkan luapan emosi sesaat.
“Kamu serius tentang ini?”
“Ya, aku sangat serius. Aku tak perlu meminjam otak Einstein untuk mengambil keputusan seperti ini. Tidak mungkin aku bisa bertahan lebih lama lagi hidup bersama pecundang menyedihkan sepertimu,” kata Emma.
Ia terlihat begitu tegas dengan menyilangkan kedua tangannya di dada. Salah satu kakinya menghentak-hentak lantai dengan gerakan kaku, tampak tak sabar menunggu Victor mengambil keputusan atas tuntutannya.
“Kenapa?” Victor bergumam pelan pada dirinya sendiri.
“Hah?”
“Kenapa?”
“Heh, kau masih belum mengerti? Seberapa rendahnya kau masih saja tidak menyadari situasimu saat ini?”
Namun Victor masih belum bisa memahami semuanya. Berbicara tentang menjalani kehidupan sederhana, dia telah hidup sebagai orang sederhana sejak kehidupan kuliahnya. Dan Emma tidak pernah mengeluh soal itu.
Itu pula yang menjadi alasan Victor tidak pernah merasa perlu menjelaskan segala hal tentang statusnya sebagai anak dari keluarga kaya kepadanya.
“Mengapa kamu dulu menerimaku? Kupikir kau mencintaiku apa adanya?” gumam Victor dengan suara pelan dan wajah putus asa.
Emma terkekeh mendengar kata-kata seperti itu datang darinya.
“Apa adanya, katamu? Halooo? Kau sedang tinggal di dunia apa, hah? Ini bukan Disney. Aku menerimamu karena kau adalah siswa cerdas dengan masa depan cerah menantimu. Meskipun aku tahu kau bekerja sebagai pengantar pizza selama kuliah, aku pikir kau akan menjadi orang sukses berdasarkan prestasimu di perguruan tinggi. Tapi tidak! Kau malah menyia-nyiakan ijazahmu dan memilih tetap bekerja untuk si pria Italia gendut itu!” Emma menutup dengan wajah berkerut jijik.
Bahkan setelah dipermalukan seperti itu, Victor masih berusaha berunding dengannya, berusaha melindungi pernikahan yang baru berusia dua tahun itu.
“Kalau itu alasannya, aku sudah mengundurkan diri dari toko itu kemarin. Aku masih bisa melakukan banyak hal untuk kita berdua. Percayalah, aku bisa memberimu…”
“Cukup sudah dengan semua omong kosong ini. Apa kau belum juga menyadarinya? Aku telah selingkuh. Kenyataan aku meminta cerai karena aku telah menemukan seseorang yang dapat memenuhi keinginanku. Tidak ada yang namanya cinta tanpa syarat di dunia ini. Jika kau masih belum mengerti, itu semua soal uang. Itulah alasanku menerimamu sebelumnya, karena mengira kau akan menjadi orang kaya. Dan itulah alasanku meninggalkanmu sekarang, karena aku telah menemukan seseorang yang jauh lebih baik darimu.”
Wajah Victor menjadi sangat dingin. Rasa putus asa itu sudah tidak ada lagi. Tentu saja hatinya masih sakit. Namun dia sadar, tidak ada lagi alasan baginya untuk mempertahankan hubungan itu.
Selama ini ia rela memperjuangkan Emma karena ia merasa Emma adalah wanita yang mempunyai perasaan tulus padanya. Demi Emma yang seperti itu, dia rela melakukan apa saja.
Tapi sepertinya dia telah salah paham selama ini. Ternyata istrinya hanyalah seorang wanita mata duitan. Sekalipun sekarang dia menceritakan identitasnya sebagai anak dari keluarga kaya, tidak ada jaminan Emma akan selalu berada di sisinya jika suatu saat dia mendapat masalah.
“Sekarang aku sudah mempermudahmu. Kau hanya perlu menandatangani dokumen ini, lalu kau bisa kembali menemui pria Italia gendut yang sangat kau cintai itu,” kata Emma.
Victor membaca semua dokumen tersebut. Dia tidak lagi memiliki niat untuk mempertahankan pernikahan mereka. Namun, semakin jauh dia membaca dokumen tersebut, wajahnya semakin berkerut.
“Apa-apaan ini? Kau menuntut setengah dari kekayaanku termasuk rumah ini?” tanya Victor dengan ekspresi tidak percaya di wajahnya.
“Tentu saja. Kita telah hidup bersama sejauh ini. Jadi wajar kalau aku minta setengahnya. Kau harus menjual rumah ini dan membagi uangnya denganku,” kata Emma.
“Apa-apaan itu? Aku sudah membeli rumah ini bahkan sebelum aku menikahimu,” Victor membantah.
“Membeli pantatmu. Kau hanya mencicilnya, dan sebagian besar cicilan itu baru terlunasi saat kita tinggal bersama. Kita berdua bersusah payah hidup bersama sebelum rumah ini terlunasi. Jadi rumah ini tetap merupakan aset kita berdua untuk pernikahan ini. Dengan kita bercerai, kau harus membagi kekayaan dan uang dari penjualan rumah ini. 50 : 50, kau mengerti?!”
Victor menarik napas dalam-dalam. Lehernya terlihat membengkak menahan amarah dengan frustasi yang memuncak.“Tuntutanmu tidak masuk akal. Kamulah yang harus mengembalikan mahar yang kuberikan padamu sebelum kita menikah. Karena kamulah yang meminta cerai, kamu wajib mengembalikannya kepadaku. Tapi kamu malah tidak memasukkannya ke dalam dokumen-dokumen ini,” bantah Victor.“Kamu ingin bercerai dan berniat mengeruk hartaku? Oke saja! Aku akan segera membawa masalah ini ke pengadilan!”Victor langsung menuju kamarnya. Dia hanya mencuci muka, lalu menelepon untuk memesan taksi.Dia keluar dari kamar, masih dengan amarah memenuhi hatinya. Langkahnya begitu tegap dan kaku dengan kepalan tangan terkepal. Jika Emma laki-laki, dia pasti akan menghajar wajahnya. Tapi dia masih mampu menahan amarahnya dan masih bisa berbicara dengan tenang dengannya.“Aku sudah memesan taksi! Kita akan menyelesaikan masalah ini secepatnya.”Namun Emma masih berdiri di sana dengan tangan disilangkan di depan da
Victor segera mengakhiri telepon itu dengan dingin, seakan tak ingin mendengarkan ceramah wanita itu lebih lama lagi. Ketika dia tiba di tempat tujuannya, dia keluar dan tetap membayar sopir taksi itu dua kali lipat meskipun sopir taksi itu tidak berhenti mengoceh di perjalanan. “Semoga harimu menyenangkan,” kata pengemudi dengan ekspresi merendahkan di wajahnya. “Aku harap kau masih memiliki lebih banyak uang untuk menggunakan taksiku di kemudian hari.” Lucas yang kebetulan berdiri di samping Victor kini tertawa mendengar perkataan lelaki tua itu, seolah tahu maksud hinaan tersebut. Victor mengabaikannya dan segera berbalik menuju kantor firma hukum tersebut. Dia tidak tahu berapa lama waktu yang akan dibutuhkan untuk menyelesaikan semuanya. Namun, karena dia dan Emma sudah sepakat untuk bercerai, dia berpikir itu tidak akan terlalu lama. Namun, begitu mereka membawa masalah ini ke hadapan arbitrator, ternyata masalahnya tidak sesederhana yang dipikirkan Victor. Memang benar, ha
Emma tenggelam dalam pikirannya yang dalam, mencoba mencerna kata-kata Lucas. Harus dia akui tadi itu Victor terlihat begitu kelam, murung, dan begitu tak bersemangat saat wanita itu membawanya ke dalam limousine.Namun begitu, dia masih begitu sulit menerima kenyataan kalau Victor adalah seorang gigolo. Dia mungkin menilai Victor rendah, tapi tidak sampai menganggapnya serendah itu juga.Dan sekarang, Lucas malah tak bisa menahan tawanya melihat Emma yang masih kebingungan itu.“Coba pikirkan lagi, apakah ada kemungkinan lain yang masuk akal. Dilihat dari gayanya saja, jelas sekali wanita itu adalah wanita kelas atas yang angkuh dan suka merendahkan orang. Wanita-wanita yang seperti ini kebanyakan belum menikah. Mereka memandang laki-laki lebih sebagai mainan, karena mereka lebih mementingkan karir dan uang. Soal kehangatan di malam hari, mereka bisa membayar seorang gigolo tanpa harus hidup terikat.”Emma tertegun mendengar penjelasan seperti itu. Masalahnya, perkataan Lucas tersebu
Victor mencoba mengabaikannya. Tapi setelah dia keluar, dia menahan pintu mobil untuk berbicara dengan Viona sejenak.“Kalau bisa nanti pakai mobil biasa saja. Limousine hanya membuatku menjadi pusat perhatian. Jujur, aku sama sekali tidak nyaman dengan itu.”“Lah, kenapa? Apakah bekerja terlalu lama sebagai pengantar pizza membuatmu tidak nyaman lagi menjadi orang kaya?” tanya Viona dengan sedikit senyum konyol.“Bukan itu! Tapi, Limousine?” bantah Victor tampak tak terima. “Apa perlu menjemputku dengan limousine segala?”“Kenapa tidak? Aku tahu kamu sedang ada urusan perceraian dengan si lampir itu,” jawab Viona berceletuk. “Aku justru menggunakan Limousine ini untuk pamer di depannya, karena aku tahu dia pasti mencampakkanmu dengan memandang rendah dirimu.”“Terserah apapun itu!” Victor mengibaskan tangannya sambil memalingkan wajah. “Aku hanya tidak ingin pergi ke kantor dengan menggunakan Limousine ini lagi.”“Kamu tidak perlu khawatir. Kami telah menyiapkan mobil lain untukmu di
Tentu Oliver tahu kalau Victor pasti tak senang dengan itu. Tapi dia kemudian menepuk bahunya lagi dengan tersenyum enteng, sebelum benar-benar meninggalkan kamar kecil tersebut.“Sampai jumpa lagi,” ucapnya.“Tentu saja!” balas Victor dengan nada penuh percaya diri.Laki-laki itu kembali terkekeh mendapat balasan seperti itu dari Victor, merasa sangat puas karena berhasil mengejek dan merendahkannya.Dia bahkan mulai memikirkan ide untuk mengejek Victor lagi, nanti saat mereka bertemu lagi, karena dia yakin Victor bekerja di perusahaan itu hanya sebagai seorang office boy yang bisa dia suruh-suruh.Victor tidak begitu tersinggung dengan kata-kata nasihat dari Oliver, karena nasihatnya itu benar. Meski begitu, dia masih sedikit tersinggung dengan cara Oliver mengusapkan tangannya yang basah ke bahunya.Setelah ia selesai bermain-main dengan hand dryer itu, Victor segera menelpon Viona untuk menanyakan arah.[Naik saja lift dan pergi ke lantai paling atas]“Lantai paling atas?”[Ya, la
Namun, ia langsung menahannya, karena takut akan pengaruh besar dari seorang Charles William.Meski begitu, tetap saja ia merasa kesal, karena merasa telah menyia-nyiakan waktunya di perusahaan itu selama 5 tahun ini.“Lima tahun! Kau menyia-nyiakan 5 tahunku dengan memberikan kapal ini kepada seorang kapten amatir yang bahkan…”“Berbicara dengan tema bajak laut sekarang, huh?” Viona memotong kata-katanya. “Jika Anda keberatan, Anda boleh meninggalkan kapal, Tuan Camilo. Dengan senang hati aku akan menyiapkan sekoci untuk membawamu ke pelabuhan terdekat.”Pria bernama Camilo itu kini menggerutu, berusaha menahan amarahnya. Pada akhirnya, dia pun pergi dengan kedua tangan terkepal.“Tidak perlu! Aku tahu ke mana harus pergi!”Setelah menunggu beberapa saat, Viona bertanya pada yang lain apakah masih ada yang ingin keluar dari ruang rapat. Ia bahkan memberikan peringatan kepada mereka yang memutuskan untuk tetap tinggal.“Charles tidak akan keberatan jika ada yang memilih untuk pergi. N
Victor meninggalkan rapat. Tak satu pun dari para eksekutif tersebut yang menyuarakan keberatan mereka. Kecuali Viona yang langsung bergegas menyusul Victor ke ruangan sebelah.“Hei, Victor! Mau ke mana kau?”Victor menjawabnya sambil terus berjalan keluar ruangan dan menuju lift. “Maaf, aku punya masalah yang harus segera aku selesaikan. Jika tidak, Tuan Benigno akan marah kepadaku. Meskipun hanya pemilik toko pizza, ada yang bilang dia punya hubungan dengan mafia.”Namun kemudian, Victor berhenti sejenak setelah dia menyentuh tombol di lift, menyadari bahwa dia tidak punya cukup uang untuk membayar utangnya kepada Tuan Benigno.Dia memiliki dua rekening bank. Satu yang ia gunakan sejak kuliah, yaitu uang yang ia kumpulkan sendiri. Sedangkan rekening bank lainnya merupakan tabungan dari uang yang ia peroleh semata-mata dari ayahnya sejak kecil, William Charles, salah satu pengusaha terkaya di Amerika.Dia telah menyimpan begitu banyak uang karena jarang menggunakannya di masa lalu. N
Seringkali, orang baru menyadari betapa berharganya sesuatu setelah kehilangannya. Sama seperti Benigno yang kini mulai merasakan kehilangan pegawai andal seperti Victor.Terlepas dari seberapa sering dia memarahi Victor, kenyataan Victor telah bekerja untuknya selama lima tahun pastilah memiliki arti baginya.Sebenarnya dia sudah mendapatkan pengganti Victor. Namun hal itu membuatnya semakin sadar, betapa sulitnya mencari karyawan sebaik dan seloyal dirinya.Lagi pula, di mana lagi dia bisa menemukan seorang lulusan universitas ternama, yang mau bekerja untuknya begitu lama sebagai pengantar pizza.“Sudah kubilang! Anda akan merindukannya. Pria seperti dia sangat langka saat ini,” kata seorang pelayan, seorang gadis remaja cantik berwajah ceria dan polos berambut hitam tebal, sambil menggoda Tuan Benigno.“Diam kau! Kenapa kau tak keluar saja sana dan ajari si anak baru itu sesuatu,” bentak Benigno sambil berlalu pergi.Dia kembali ke kantornya, mengambil telepon, dan mencoba menghub