Telpon sialan kenapa tak berhenti menjerit. Kevin benar-benar membuatku naik darah. Ia tak menghentikan panggilan hingga terpaksa kuangkat. “Kenapa lama sekali, Sayang! Aku sedih kau benar-benar ingin melupakanku. Bukankah kita pernah saling cinta. Ayolah Ela aku masih tergila-gila padamu!” Cih! Dasar buaya burik! Kamu pikir aku bodoh dapat percaya ucapan gombalmu itu. Dasar cowok gila. Cukuplah kau meninggalkanku saat skandal yang membuatku sempat sekarat mencuat. Di saat Adnan marah besar, kau malah kabur. Saat itu aku seperti sedang di ujung kematian. Eh, dia malah pergi menyelamatkan diri. Dasar pengecut. “Aku akan menikah dengan Jim. Kau berhentilah menganggu. Salahmu sendiri mengapa kabur saat aku di ujung kematian. Sialan, kau!” Kevin tergelak di ujung telpon. Kemudian, pria itu menyampaikan ribuan alasan mengapa dulu harus pergi. Dan, aku tak peduli dengan argumen bodoh itu. Karena kesal kututup saja saluran telponnya. Setelah itu kami memblokir nomor kontak Kevin. Keli
JIM Akhirnya keluarga mengizinkanku menikahi Ela. Janin dalam kandungannya adalah alasan terkuat untuk menerimanya sebagai bagian dari keluarga Pratama. Inilah yang menjadi mimpi keluarga sekian lama, yaitu munculnya keturunan. Sebagai anak tunggal, tentu saja hanya padaku mereka berharap. Jika tak ada penerus, bingung juga mewariskan harta kelak. Dengan dua istriku sebelumnya, aku tidak memiliki keturunan. Bukan karena salah satu kami mandul, tapi memang tidak ada rezeki dari Tuhan. Buktinya mantan istri pertamaku sekarang sudah melahirkan anak kembar dari suami barunya. Cindy pun pernah punya anak dari Afgan. Sementara Ela tengah mengandung benihku saat ini. Ela sangat bahagia ketika kusampaikan berita ini. Dia pun menangis dalam pelukanku saking terharu. Setiap wanita ingin memiliki status jelas dalam sebuah hubungan. Meski diberi kekayaan berlimpah kalau masih menjadi simpanan tetaplah tak berguna. Jujur aku berat melepas Cindy. Perasaanku padanya bukanlah main-main. Itu seba
JIMAku belum sempat memenuhi permintaan Ela untuk bicara pada Kevin agar tak mengganggunya lagi. Begitu jika sekali saja terlihat si bodoh itu menggoda Ela, dipastikan wajahnya harus operasi plastik. Aku tidak akan memberinya kesempatan sedikitpun untuk melawanKadang aku bingung mengapa om yang cerdas punya anak tolol seperti dia. Hobinya hanya main wanita dan hura-hura. Beban perusahaan mereka pada ada akhirnya tak bisa dialihkan oada Kevin. Kehadirain Cindy di pesta ini sungguh di luar dugaan. Aku merasa tak pernah mengundang mereka. Mungkin saja dia mendapat undangan sebagai tanda masuk dari petugas yang disogok. Aku makin syok ketika ia memperkenalkan pria di sampingnya adalah calon suaminya. Bukan itu yang menjadikanku ternganga tapi kedudukan lelaki berdarah blasteran itu itulah yang membuat bulu kudukku merinding. Dia adalah pengusaha muda sekaligus CEO Grand Company yang katanya memjadi sekutu Romanov saat ini. Mungkin hubungan Cindy dengannya dijalin berdasarkan manfaat
ELA Aku syok mendengar perkataan Jim tentang kondisi perusahaan. Kalau benar-benar bangkrut, harapanku menjadi nyonya besar yang bergelimang kemewahan bisa kandas di perjalanan. Jim meraih tubuhku yang tiba-tiba limbung. Selain kaget, fisik memang lemas akibat sering banyak aktivitas. Padahal aku sedang hamil. Andai Jim mau memberi sedikit waktu, aku takkan kembali liar. Bosanlah di rumah sebesar ini sendirian. Ia menggendongku menuju kamar, lalu membaringkan tubuh ini di atas ranjang. Kadang heran juga kenapa yang jadi suamiku itu baik. Padahal aku tahu sendiri terlalu liar. “Istirahatlah, aku akan temani,” bisiknya setelah ia merebahkan diri di sampingku. “Jagoan, jangan menyusahkan mami, ya. Kamu harus lebih baik dari kami,” kata Jim sambil mengusap perutku yang sudah terlihat menonjol. Mendengar perkataannya, hatiku yang tadi dipenuhi amarah, jadi reda. Ela, mungkin sudah waktunya kamu tobat. Jalanilah hidup sebagai manusia baik. Tidak bosankah jadi penjahat terus. Ah, ke
ELA“Wah, jadi Jeng Rida sedang hamil, selamat, ya. Syukurlah mas Afgan mendapat pengganti anak kami yang telah wafat, “ ucap Cindy. Aku jelas mendengar sebab jarak kami berdiri tak terlalu jauh. Sepertinya Cindy juga sengaja mengeraskan suara agar terdengar olehku. “Iya, alhamdulilah. Semoga Jeng Cindy cepat menyusul!” Keduanya berbincang akrab sekali. Mereka seperti sudah kenal lama. Wajar, sih, sekarang kedudukan Cindy dan Rida ‘kan sejajar. Makin besar kepala saja mantan istri Adnan itu. “Semoga Jeng Lestari juga cepat menyusul, ya. Wah, keren kalau kita punya anak bersamaan!” ujar Cindy lagi. Ketiganya lalu tertawa. Sungguh, mereka tampak bahagia hingga tumbuh di hati ini kedengkian. Aku tak boleh kalah. Harus melakukan sesuatu agar ketiga orang itu tak bahagia. Namun, sebelum akan bertindak, Jim meraih tanganku. Ia sepertinya sadar istrinya tersulut obrolan para wanita di belakang kami. Genggaman tangan Jim menguat hingga aku tak bisa melepasnya. Meski jengkel, aku mengalah
Cindy sialan, jadi dia menjebakku dengan mengumpankan suaminya? Kurang ajar! Kita lihat apa benar Edward setangguh itu kesetiaannya. Tunggulah tubuhku kembali aduhai setelah melahirkan. Kehamilan ini membuat tubuhku tak sedap dipandang mata. Perut menonjol pastilah merusak keindahannya. Tapi, mau bagaimana lagi. Makin lama akan makin besar malah. Mana bisa dipakai untuk menggoda pria. Sepertinya untuk beberapa bulan ke depan, aku harus menahan diri dari menjebak pria. Sementara sabar saja menjalani hidup di sisi Jim.. Semoga dia bisa menahan laju kehancuran perusahannya hingga kami tak jadi melarat. Posisiku di hadapan Cindy saat ini tak menguntungkan. Lebih baik meninggalkannya daripada dia nekat menyebarkan informasi kelakuanku. Apa kata dunia kalau rekaman CCTV itu sungguh diperlihatkan. “Huh, aku malas meladenimu. Tapi ingat itu bukan berarti aku takut padamu!” Setelah berkata begitu, aku menghentakkan kaki. Detik berikutnya melenggang menuju pertemuan kembali. Sumpah, rasan
ELABenarlah setelah minum, badanku sedikit nyaman. Rasa haus hilang berganti kesejukan. Terbuat dari apa hati Rida? Masa iya pada orang yang telah menghancurkan rumah tangganya bisa tetap bersikap baik. Sungguh, aku tak sanggup memiliki kebeningan hati seperti itu. Apakah bahagia jadi orang sabar seperti itu? Kurasa akan selalu diinjak orang lain. Setelah tuntas semua urusan, Jim mengajakku pulang. Ia terlihat cemas melihat istrinya makin kepayahan. Dan aku pun sudah tak mau lagi melakukan apapun. Yang diinginkan hanya mandi lanjut rebahan. “Maaf, ya, Sayang jadi membuatmu sakit begini,” bisik Jim sambil mengusap perutku di dalam mobil. Aku tak bisa merespon sebab sudah tak berdaya. Hanya bisa menyandarkan tubuh di pelukannya. * Syukurlah pertemuan itu membuahkan hasil. Jim memiliki rekanan baru dalam berbisnis. Mereka mau bekerjasama dalam pelaksanaan proyek yang digagas perusahaan keluarga Pratama. Perlahan perusahaan mulai bangkit kembali. Meski tak melesat, minimal dapat b
JIM Aku meraih tubuh Ela yang hampir meluncur ke lantai. Jiwa wanita ini mungkin terlalu tertekan hingga tubuh pun kehilangan kekuatan. Niatku menggendong ke kamar urung, saat terasa di tangan ada sesuatu yang basah. Dan, Darah, ada darah! Saat sadar darah itu berasal dari jalan lahir, aku menjadi panik. Seperti orang kesurupan, aku berlari sambil teriak-teriak. Para pelayan berhamburan karena ingin tahu apa yang terjadi. Salah satu dari mereka sigap mengeluarkan mobil dari garasi. Kini, aku meluncur bersama Ela menuju rumah sakit. Darah itu kini membasahi kemeja dan celana panjangku. Aku merasa cairan itu terus mengalir. Nyaliku ciut saat terbayang segala kemungkinan buruk. Aku terus memanggil nama Ela agar ia sadar. Namun, itu semua sia-sia. Sesampainya di rumah sakit, Ela langsung mendapat perawatan di ruang IGD. Selama pemeriksaan, aku hanya bisa menunggu dalam kepanikan.. Keputusannya, janin Ela harus dikeluarkan sekarang. Jika tidak, akan ada bahaya bagi ibu dan bayinya