"Mas?" Suci memanggil saat dirasanya ada seseorang yang datang menghampirinya di meja makan.Sejak tadi sore usai Venus mandi, lalu Bi Lia membantu Suci membenahi pakaian di koper, Suci memang tak lagi mendengar suara Venus di sekitarnya.Sempat berpikir bahwa Venus benar-benar pergi, tapi kata Bi Lia, Mas Venus ada di kamar tamu.Saat itu, Venus tidak menjawab sapaan Suci. Lelaki itu sibuk menyendok nasi dan lauk pauk untuk dirinya sendiri."Bi, tolong bangunin Papa, ajak makan malam," Venus memberi perintah pada salah satu asisten rumah tangganya."Loh, Papa ada di sini?" tanya Suci yang jadi terkejut karena dia yang memang belum tahu kepulangan Adhiguna sore tadi. "Memang Mama sudah diperbolehkan pulang? Bukannya baru operasi kemarin ya?" tambah Suci kemudian."Papa pulang sendiri," jawab Venus singkat. Lelaki itu duduk berjauhan dengan Suci dan sudah memulai makan sejak tadi."Mas, kamu duduk di mana sih? Jauh banget?" protes Suci ketika meraba bangku di sebelahnya yang ternyata k
Sudah satu minggu berlalu pasca operasi, besok Hita sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit, sebab kondisi gadis remaja itu sudah jauh lebih baik.Hari ini Mars bisa menjaga Hita hingga besok sore, setelah dirinya mengundurkan diri dari Club malam tempatnya bekerja.Semenjak mendapat asupan dana dari Venus, kini Mars hanya melanjutkan pekerjaannya sebagai penjaga warnet. Selebihnya dia free. Jika tidak ada tugas dari Venus untuk menemui Suci, maka Mars akan menghabiskan waktunya untuk bekerja di warnet dan menjaga Hita."Ta, kamu laper nggak?" tanya Mars pada sang adik yang sedang membaca buku pelajaran. Hita itu seorang siswi SMP yang berprestasi. Dia sadar semenjak sakit, dia sudah banyak ketinggalan pelajaran, seiring dengan kondisi kesehatannya yang perlahan membaik dari waktu ke waktu, Hita ingin mengejar pelajarannya di sekolah yang pastinya sudah tertinggal jauh.Hita mendongak dan membuka kacamata Minusnya. "Laper sih, hehehe..." jawabnya dengan cengiran lebar. Dia m
"Aku sayang kamu Mas. Aku janji akan mengurus kamu, seperti kamu mengurus aku. Tolong jangan seperti ini lagi...""Kamu pikir, aku suka dikasihani?""Mas?""Lepas! Nggak usah sok perhatian sama aku!""Mas? Mas? Kamu mau kemana Mas?"BRAK!Suara bantingan keras di pintu membuat Suci tersentak kaget.*Lelehan air mata Suci masih menitik satu- satu.Wanita itu tidak bisa tidur malam ini meski dia sudah mencoba untuk memejamkan mata.Kepergian Venus dengan ucapan sinis lelaki itu seolah menusuk hati Suci dengan begitu dalam, padahal Suci hanya ingin berusaha menunjukkan perhatiannya pada sang suami. Tapi, kenapa sikap Venus jadi sekasar itu padanya?Suci benar-benar tidak mengerti.Teringat akan keberadaan sang Papa di rumah ini, Suci pun terbangun dari tidurnya.Berniat untuk menemui Adhiguna dan menanyakan soal penyakit apa yang sebenarnya Venus derita.Setelah mengambil botol obat milik Venus yang dia simpan di nakas, Suci berjalan keluar dengan bantuan tongkat di tangan.Meraba dindi
Menggiring Mars pergi menjauh dari Hanni, Venus kelihatan marah.Venus berpikir jika Mars hendak memata-matainya."Lo sengaja deketin Hanni buat cari tau tentang gue kan?" tanya Venus dengan kalimatnya yang terdengar kasar. Jika biasanya dia akan memakai kalimat Anda dan aku sebagai percakapannya dengan Mars, kali ini Venus tak ingin lagi bersikap sopan di hadapan lelaki licik macam Mars."Wow, santai Bos. Kenapa jadi marah-marah sih? Gue kan cuma nyapa aja tadi. Lagian gue sama Hanni juga baru kenal hari ini," ucap Mars masih dengan pembawaannya yang terlihat santai.Mendapati wajah Venus yang panik bak orang yang sedang kebakaran jenggot, Mars jadi merasa lucu. Ingin dia tertawa, tapi sekuat tenaga dia tahan karena tak ingin memancing amarah Venus lebih besar."Kalau lo baru kenal Hanni hari ini, kenapa lo bisa tau kalau gue calon suami Hanni?" tanya Venus masih dengan wajah bengis dan sinis."Oh, jadi bener soal itu?" tanya Mars memperdalam maksudnya.Venus tak bisa berkutik. Seola
Sepanjang perjalanan menuju apartemen, Hanni terus saja diam seribu bahasa.Sebenarnya, wanita itu hanya berpura-pura, demi mengambil simpatik Venus lebih jauh.Dalam hal bersandiwara, Hanni memang jagonya.Sesampainya di apartemen, Venus menahan lengan Hanni, ingin meminta maaf atas kesalahannya di depan minimarket tadi. "Gue nggak ada maksud buat berkata kasar sama lo, Han. Gue minta maaf," katanya tulus.Hanni menarik kasar lengannya dari cekalan tangan Venus. Dia melangkah masuk menuju kamarnya.Merasa bersalah Venus pun mengekor langkah Hanni ke dalam kamar wanita itu.Melalui sudut mata, tahu bahwa kini Venus sudah berada di dalam kamarnya, Hanni menyembunyikan senyum bahagianya dan kembali memasang wajah sedih. Wanita itu duduk menunduk di tepi ranjang sambil memilin ujung pakaiannya."Kalau aja gue tahu lelaki yang tadi gue temuin itu adalah Mars, lelaki yang udah lo bayar buat hamilin Suci, gue pasti nggak akan ngomong aneh-aneh sama dia. Gue yang harusnya minta maaf, Nus," k
"Suci, diam di sini. Jangan keluar apa pun yang terjadi. Suci anak pintar, jangan melawan perkataan Mama ya?" ucap seorang wanita berdaster merah dengan wajah panik dia membawa sang anak masuk ke dalam lemari kayu besar di kamarnya.Seorang bocah kecil perempuan itu menurut tanpa bisa menutupi raut ketakutannya.Begitu pintu lemari itu ditutup, dia hanya bisa mendengar suara Ibunya menjerit disusul teriakan sang Ayah dari arah luar yang berteriak menyebut nama sang Ibu.Hingga setelahnya, semua hening.Hening dalam sekejap.Dalam samar, sang bocah sempat mendengar percakapan beberapa orang di luar meski tidak terlalu jelas.Hingga suara rintihan sang Mama menusuk indra pendengarannya saat itu, membuat sang bocah disergap rasa khawatir berlebihan.*"MAMAAA..."Suci terbangun dari tidurnya.Peluh menetes membasahi pelipisnya.Napas wanita bergaun tidur itu naik turun dengan cepat, seolah dirinya baru saja selesai berolahraga."Suci? Ada apa?"Dan Suci makin terperanjat saat dia mendeng
"Liat apa Mas?" tanya seorang lelaki yang duduk tepat di sisi Mars di dalam angkutan umum.Lelaki itu memang naik tak lama setelah Mars menaiki angkutan umum tersebut.Mars yang sedang melihat artikel tentang pembunuhan yang terjadi menimpa keluarga Diningrat pun langsung menyembunyikan ponselnya ke saku celana. Lelaki itu sedikit terkejut saat lelaki paruh baya di sisinya menyapanya.Malam-malam begini, hanya ada dirinya dan lelaki itu saja di dalam angkutan umum.Mars jelas merasa was-was. Terlebih, posisi duduk lelaki itu yang terlihat begitu mepet ke arahnya, padahal tempat duduk di dalam angkutan umum itu masih sangat luas karena memang hanya ada mereka berdua di sana.Berhubung Mars duduk di pojokan, jadilah Mars terjepit dan tidak bisa bergeser."Nggak apa-apa, Pak," jawab Mars disertai gelengan kepala kecil."Tadi saya lihat sekilas, Mas buka artikel tentang pembunuhan sadis yang menimpa keluarga Diningrat?" ucap lelaki misterius di sisi Mars lagi.Ekspresi Mars terlihat gusar
Pagi ini, Raditya cukup terkejut saat gawainya menampilkan nomor baru yang menghubunginya. Dan menjadi lebih terkejut lagi setelah mengetahui siapa sebenarnya pemilik nomor baru tersebut.Dia, Adhiguna.Manusia biadab yang paling Raditya benci di muka bumi ini.Mungkin, jika bukan karena Venus, Raditya tak akan sudi untuk kembali bertatap muka dengan Adhiguna sesuai permintaan lelaki tak berperasaan itu."Ada apa, langsung saja, waktuku tak banyak," ucap Raditya saat dirinya sampai di lokasi sebuah resto mewah, di mana Adhiguna sudah menunggu kedatangannya sejak tadi.Adhiguna tampak menyesap kopinya dengan nikmat. Sebuah senyuman tipis sarat makna tersungging di sudut bibirnya."Santai dululah, anggap saja kita reuni. Bagaimana pun, dulu ini kita pernah menjadi satu keluarga kan?" ucap Adhiguna dengan nada bicara yang terkesan mengejek.Raditya berdecih sinis. "Jika bukan karena hutang-hutang kedua orang tuaku, aku tak mungkin bersedia menikahi adikmu yang gila itu!""Brengsek!" Amar