Menggiring Mars pergi menjauh dari Hanni, Venus kelihatan marah.Venus berpikir jika Mars hendak memata-matainya."Lo sengaja deketin Hanni buat cari tau tentang gue kan?" tanya Venus dengan kalimatnya yang terdengar kasar. Jika biasanya dia akan memakai kalimat Anda dan aku sebagai percakapannya dengan Mars, kali ini Venus tak ingin lagi bersikap sopan di hadapan lelaki licik macam Mars."Wow, santai Bos. Kenapa jadi marah-marah sih? Gue kan cuma nyapa aja tadi. Lagian gue sama Hanni juga baru kenal hari ini," ucap Mars masih dengan pembawaannya yang terlihat santai.Mendapati wajah Venus yang panik bak orang yang sedang kebakaran jenggot, Mars jadi merasa lucu. Ingin dia tertawa, tapi sekuat tenaga dia tahan karena tak ingin memancing amarah Venus lebih besar."Kalau lo baru kenal Hanni hari ini, kenapa lo bisa tau kalau gue calon suami Hanni?" tanya Venus masih dengan wajah bengis dan sinis."Oh, jadi bener soal itu?" tanya Mars memperdalam maksudnya.Venus tak bisa berkutik. Seola
Sepanjang perjalanan menuju apartemen, Hanni terus saja diam seribu bahasa.Sebenarnya, wanita itu hanya berpura-pura, demi mengambil simpatik Venus lebih jauh.Dalam hal bersandiwara, Hanni memang jagonya.Sesampainya di apartemen, Venus menahan lengan Hanni, ingin meminta maaf atas kesalahannya di depan minimarket tadi. "Gue nggak ada maksud buat berkata kasar sama lo, Han. Gue minta maaf," katanya tulus.Hanni menarik kasar lengannya dari cekalan tangan Venus. Dia melangkah masuk menuju kamarnya.Merasa bersalah Venus pun mengekor langkah Hanni ke dalam kamar wanita itu.Melalui sudut mata, tahu bahwa kini Venus sudah berada di dalam kamarnya, Hanni menyembunyikan senyum bahagianya dan kembali memasang wajah sedih. Wanita itu duduk menunduk di tepi ranjang sambil memilin ujung pakaiannya."Kalau aja gue tahu lelaki yang tadi gue temuin itu adalah Mars, lelaki yang udah lo bayar buat hamilin Suci, gue pasti nggak akan ngomong aneh-aneh sama dia. Gue yang harusnya minta maaf, Nus," k
"Suci, diam di sini. Jangan keluar apa pun yang terjadi. Suci anak pintar, jangan melawan perkataan Mama ya?" ucap seorang wanita berdaster merah dengan wajah panik dia membawa sang anak masuk ke dalam lemari kayu besar di kamarnya.Seorang bocah kecil perempuan itu menurut tanpa bisa menutupi raut ketakutannya.Begitu pintu lemari itu ditutup, dia hanya bisa mendengar suara Ibunya menjerit disusul teriakan sang Ayah dari arah luar yang berteriak menyebut nama sang Ibu.Hingga setelahnya, semua hening.Hening dalam sekejap.Dalam samar, sang bocah sempat mendengar percakapan beberapa orang di luar meski tidak terlalu jelas.Hingga suara rintihan sang Mama menusuk indra pendengarannya saat itu, membuat sang bocah disergap rasa khawatir berlebihan.*"MAMAAA..."Suci terbangun dari tidurnya.Peluh menetes membasahi pelipisnya.Napas wanita bergaun tidur itu naik turun dengan cepat, seolah dirinya baru saja selesai berolahraga."Suci? Ada apa?"Dan Suci makin terperanjat saat dia mendeng
"Liat apa Mas?" tanya seorang lelaki yang duduk tepat di sisi Mars di dalam angkutan umum.Lelaki itu memang naik tak lama setelah Mars menaiki angkutan umum tersebut.Mars yang sedang melihat artikel tentang pembunuhan yang terjadi menimpa keluarga Diningrat pun langsung menyembunyikan ponselnya ke saku celana. Lelaki itu sedikit terkejut saat lelaki paruh baya di sisinya menyapanya.Malam-malam begini, hanya ada dirinya dan lelaki itu saja di dalam angkutan umum.Mars jelas merasa was-was. Terlebih, posisi duduk lelaki itu yang terlihat begitu mepet ke arahnya, padahal tempat duduk di dalam angkutan umum itu masih sangat luas karena memang hanya ada mereka berdua di sana.Berhubung Mars duduk di pojokan, jadilah Mars terjepit dan tidak bisa bergeser."Nggak apa-apa, Pak," jawab Mars disertai gelengan kepala kecil."Tadi saya lihat sekilas, Mas buka artikel tentang pembunuhan sadis yang menimpa keluarga Diningrat?" ucap lelaki misterius di sisi Mars lagi.Ekspresi Mars terlihat gusar
Pagi ini, Raditya cukup terkejut saat gawainya menampilkan nomor baru yang menghubunginya. Dan menjadi lebih terkejut lagi setelah mengetahui siapa sebenarnya pemilik nomor baru tersebut.Dia, Adhiguna.Manusia biadab yang paling Raditya benci di muka bumi ini.Mungkin, jika bukan karena Venus, Raditya tak akan sudi untuk kembali bertatap muka dengan Adhiguna sesuai permintaan lelaki tak berperasaan itu."Ada apa, langsung saja, waktuku tak banyak," ucap Raditya saat dirinya sampai di lokasi sebuah resto mewah, di mana Adhiguna sudah menunggu kedatangannya sejak tadi.Adhiguna tampak menyesap kopinya dengan nikmat. Sebuah senyuman tipis sarat makna tersungging di sudut bibirnya."Santai dululah, anggap saja kita reuni. Bagaimana pun, dulu ini kita pernah menjadi satu keluarga kan?" ucap Adhiguna dengan nada bicara yang terkesan mengejek.Raditya berdecih sinis. "Jika bukan karena hutang-hutang kedua orang tuaku, aku tak mungkin bersedia menikahi adikmu yang gila itu!""Brengsek!" Amar
Flashback..."Halo, Pak?" ucap seorang lelaki berpakaian serba hitam pada orang yang telah membayar jasanya sebagai detektif."Ya, Halo, ada infomasi apa, Ron?""Saya sudah menemukan alamat baru Sandi dan Ayu, Pak," lapor sang detektif pada atasannya tersebut.Sebuah senyuman terbit di wajah seorang lelaki si penerima telepon."Dan kamu sudah mendatangi mereka?" tanya suara di seberang dengan penuh antusias."Belum, Pak. Ini, saya baru mau bertindak.""Tunggu, saya akan datang. Kita ke sana sama-sama. Oke?""Baik, Pak."Malam itu, adalah malam paling membahagiakan bagi seorang Raditya, di mana akhirnya, pencarian yang telah dia lakukan selama bertahun-tahun itu membuahkan hasil yang memuaskan.Roni, sang detektif swasta yang telah dia sewa jasanya berhasil menemukan anak yang diduga merupakan anak kandung Adhiguna setelah dia dan beberapa orang rekannya sukses mengecoh orang-orang Adhiguna yang juga sedang mencari apa yang mereka cari.Yaitu, seorang bayi laki-laki yang dilahirkan ole
Seperti yang telah diinstruksikan Venus kemarin malam, sore ini, Mars kembali ke kediaman utama Diningrat untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai suami bayaran.Sebelum dia pergi menuju rumah itu, Mars lebih dulu mengkonfirmasi tentang Adhiguna pada Venus, dan Venus bilang, bahwa sang Papa sudah kembali ke Swiss siang ini.Mengurut dada lega, akhirnya Mars pun lekas pergi menemui Suci.Lelaki itu seperti tak sabar ingin bertemu dengan wanita yang merupakan istri orang lain tersebut.Menenteng martabak manis di tangan, Mars langsung beranjak menuju kamar Suci.Dilihatnya Suci sedang termenung di dalam kamar sendirian sambil menghadap keluar jendela yang dibiarkan terbuka lebar.Memeluk pinggang Suci, Mars menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Suci yang harum."Lagi ngelamunin apa sih? Pasti mikirin aku, ya?" Goda Mars saat itu."Mas? Ngagetin aja deh?" pekik Suci terkejut. Saking seriusnya melamun, Suci bahkan tak dengar saat Mars membuka pintu kamar dan masuk."Aku bawain kamu Martab
Malam harinya, setelah puas bercinta, mereguk kenikmatan surga dunia bersama, Mars dan Suci tampak asik tidur sambil memeluk dalam keadaan tubuh mereka yang masih polos.Mencoba melupakan tentang masalah keluarga Diningrat di masa lalu, Suci dan Mars ingin menikmati indahnya kebersamaan mereka sejenak."Makasih ya Mas, kamu udah baik banget mau bantuin aku menyelidiki siapa sebenarnya orang jahat yang sudah sengaja membuat ingatan aku tak kembali," ucap Suci membuka percakapan. Tubuh polosnya memeluk Mars dari samping, menyatu dengan tubuh Mars yang juga sama polos.Bersandar di bahu Mars yang super nyaman, seolah menjadi aktifitas wajib bagi Suci usai mereka bercinta."Sebagai seorang suami, sudah menjadi kewajiban aku untuk melindungi kamu, kan?" Jawab Mars dengan segala sandiwara palsunya."Tapi, Mas, kalau memang benar dugaan kamu, bahwa Mama dan Papa terlibat dalam hal ini, kira-kira apa alasannya? Kenapa mereka melakukan ini sama aku?" tanya Suci lagi."Ya, aku sendiri juga ngga