Matahari pagi yang berwarna kemerah-merahan yang menandakan bahwa hari sudah berganti, secara perlahan-lahan muncul dibalik Gunung Sepuh yang secara perlahan mengusir gelapnya malam, dengan cahaya merahnya yang perlahan menyinari langit di sekitaran Kampung Sepuh.
Cahaya yang datang dan pergi setiap harinya. Dan tidak memperdulikan atas apa yang terjadi di Gunung Sepuh dan Kampung Sepuh akan kegaduhan yang terjadi pada malam sebelumnya. Cahaya matahari itu datang dan mengingatkan bahwa malam telah berakhir, dan semua kegaduhan yang terjadi pada saat malam hari dari dua tempat yang berbeda itu secara perlahan-lahan menghilang secara bersamaan.
Aku tampaknya masih terbaring di depan warung, namun aku bukan tidak sadar lagi kali ini. namun seperti tertidur karena kelelahan yang sangat parah karena apa yang terjadi kepadaku dan Ki Ba’a pada malam hari di depa
INFO HARI INI SAYA COBA UPLOAD 2 BAB, NAMUN NYATANYA MASIH PUSING JADI APABILA SAYA MASIH BELUM KONSISTEN UPLOAD (MUNGKIN BISA 1 ATAU 2 BAB SEHARINYA) MOHON DI MAKLUMI KARENA MASIH BELUM PULIH SEPENUHNYA TERIMA KASIH
Siang itu, suasana Kampung tampak gaduh. Banyak orang yang datang ke rumah dan ke warung, untuk sekedar melihat seseorang yang tidak sadarkan diri di dalam rumah. Seperti Biasa, para warga pasti menyempatkan waktunya untuk sekedar membantu di rumah apabila terjadi sesuatu. Ibu yang tadi menemani orang itu kini sudah mengganti bajunya dan memakaikannya selimut agar hangat, sebelumnya ada orang dari puskesmas datang ketika Mang Darman panggil di Kampung Parigi. Untuk mengecek kesehatan dari wanita itu. Dan menurut mereka dengan segala keterbatasan peralatan yang mereka bawa, mereka hanya bisa menunggu wanita ini sadar. Dan hanya bisa mengobati luka-luka memar yang ada di sekujur tubuhnya. Aki Karma kebetulan sedang keluar kampung untuk suatu urusan. Katanya, dia datang untuk menjemput Pak Ardi, karena rumah bekas A
Gerbang Gunung Sepuh yang terlihat menyeramkan sudah kami lewati, dengan pepohonan besar dengan akar-akarnya yang menutupi cahaya matahari untuk masuk ke dalam gunung. Membuat beberapa warga bergidik ketakutan. Meskipun mereka adalah warga Kampung Sepuh, tidak semua warga berani masuk kedalam hutan. Kecuali Mang Dadang dan Mang Uha, mereka tahu seluk beluk Gunung Sepuh dari segala sisi. Kecuali puncak Gunung Sepuh yang menurut mereka sangat dilarang untuk didaki, karena jalanannya yang semakin terjal ketika ke atas. Juga mereka tidak mau terjadi apa-apa ketika sampai ke puncak Gunung Sepuh atas apa yang mereka kerjakan selama ini di dalam gunung. Mang Dadang dan Mang Uha tahu segala resikonya ketika memasuki Gunung Sepuh, bahkan tak jarang, mereka melihat para makhluk yang sedang berkegiatan di hutan, bahka
Hawa sejuk pegunungan terasa olehku dan para warga yang ikut mencari seseorang yang sedang melakukan ritual di dalam gunung, yang dengan teganya ingin mengorbankan seseorang yang ditemukan oleh Mang Uha dan Mang Dadang. Mereka menganggap, ini sudah masuk ke arah kriminal. Dan mereka tidak mau, reputasi Kampung Sepuh yang sudah jelek di mata masyarakat diluar kampung kini bertambah. Akibat tragedi percobaan pembunuhan yang terjadi di dalam gunung. Memang kasus-kasus seperti ini pasti ada, mereka juga tidak menyangkal akan hal itu. Karena sebuah tuntutan tumbal akibat perjanjian dengan para makhluk dengan manusia dengan segala keperluannya untuk bisa menjadi apapun yang mereka inginkan dalam waktu yang sanga
Suasana sore hari di Kampung Sepuh tampak ramai dengan orang-orang yang baru pulang ke sawah seperti biasanya. Meskipun sekarang tampaknya agak sedikit sepi, dikarenakan ada beberapa warga yang berangkat ke Gunung Sepuh untuk mencari sesuatu. Sehingga hanya sebagian orang saja yang kini terlihat melintasi warung pada sore itu, dan beberapa dari mereka datang ke warung dan membeli segala keperluan untuk mereka pakai di rumah ketika malam tiba. Biasanya orang-orang yang pulang dari sawah membeli kopi sachet ataupun rokok yang akan mereka nikmati di dalam rumah mereka pada malam hari. Malah terkadang, mereka juga membeli jajanan anak-anak untuk sekedar oleh-oleh bagi anak-anak mereka yang menunggu orang tuanya pulang dari sawah dan ladang pada sore itu. “Siapa itu bu? Pacarnya si Ujang ya? ” Kata Petani yang sedang
Darah merah seketika keluar dari perut sebelah kiri Ibu, Baju nya yang panjang kini terlihat memerah. Ibu berusaha menahan rasa sakit dengan menahan luka tusukan itu dengan tangannya, meskipun lukanya tidak henti-hentinya mengalir hingga membasahi tangannya. Tubuhnya seketika terjatuh ke tanah di depan warung, dengan darah yang mengalir hingga membasahi tanah yang ada di depan warung. Icha seketika berdiri dari duduknya dan menghampiri Ibu sambil berteriak dan menangis melihat Ibu yang tergeletak di tanah. Vito yang tadinya berlari dari kebun depan warung kini hanya terdiam dengan tangan yang bergetar hebat. Bagaimana tidak, entah mengapa, dia seperti tersadarkan pada sore itu. Karena yang dia tusuk bukanl
Brak “IBUUUUU!” Aku berteriak sekuat tenaga ketika aku memasuki rumah di sore itu. Dan terlihat, Ibu masih terbaring tidak sadarkan diri di tengah rumah, tubuhnya yang terluka kini sudah ditutup oleh perban. Namun masih terlihat warna merah yang merembes dari perban yang di menutupi badannya. Ibu kini tidak sadarkan diri, matanya yang masih tertutup dan hanya terdengar detak jantung yang masih berdetak. Tidak ada respon dari Ibu ketika aku berteriak dari luar rumah sambil berlari, aku tidak peduli dengan rumahku yang kini kotor karena sendal yang belum sempat aku lepas dari luar rumah. Para warga, terutama Ibu-Ibu yang menemani ibuku hanya bisa terdiam melihatku yang kini menangis meratapi
Icha hanya terdiam di dekat dapur ketika Ibu menghembuskan nafas terakhirnya di dekatku, sebuah perasaan bersalah muncul di dalam dirinya saat ini. Sebuah kesalahan yang membuatnya harus melihat seseorang yang membantunya dan merawatnya ketika dia tidak sadar, harus meregang nyawa di depan matanya seperti hal nya Budi yang harus meninggal dengan cara mengenaskan di Gunung Sepuh. Apalagi, Icha adalah orang yang pertama kali menyetujui ketika Vito mengajak mereka mendaki bersama Vito untuk pertama kalinya. Dan Icha juga yang membujuk Budi untuk bisa ikut serta dengan alasan untuk bisa menjadikan pendakian itu menjadi bahan untuk podcastnya nanti ketika mereka kembali ke kota. “Ini semua salahku hingga seperti ini, Budi, si Ibu warung. Semuanya kehilangan nyawa karena ku.”
Terdengar suara-suara langkah kaki dari orang-orang berjalan dengan tergesa-gesa, Mereka berjalan tanpa ada satu orang pun yang berbicara satu sama lain. Meskipun gelapnya malam menemani mereka saat mereka berjalan. Namun sepertinya mereka tidak peduli lagi dengan perjanjian yang mengikat mereka malam itu, karena ada sesuatu hal yang lebih penting yang harus mereka dengan segera. Awalnya mereka takut untuk keluar pada malam hari, namun setelah semua yang menyaksikan Ibu menghembuskan nafas terakhirnya memberitahukan kepada seluruh warga atas apa yang terjadi dengan mendatangi rumah mereka satu persatu. Akhirnya, pada malam itu, hampir semua warga yang sudah menutup rumah dan jendelanya rapat-rapat, kini memaksakan diri untuk keluar rumah. Dan menghampiri rumahku lagi dengan keadaan duka. Suasana di rumah pun mend