Semua makhluk dengan berbagai rupa seketika muncul ketika Kala berteriak dengan sangat keras. mereka memenuhi dahan-dahan pohon, dan berdiri di sela-sela pepohonan yang gelap di belakang Kala.
Aura yang dikeluarkan oleh semua makhluk yang berkumpul itu, terasa sangat menusuk kulitku, apalagi aura tersebut menekanku dari segala arah. Aku sungguh kaget melihat banyaknya mata dengan berbagai ukuran mengelilingiku pada saat itu. Saking banyaknya, hingga sinar bulan pun tertutup dan tidak bisa lagi menembus tanah lapang yang sedang aku pijak ini.
Wushhh
Tiba-tiba sekujur tubuhku terasa dingin, meskipun ini malam di atas pegunungan, tapi dingin ini terasa begitu mencekam. Belum lagi secara perlahan-lahan mereka memunculkan dirinya satu persatu, di belakang sebuah pohon besar dibel
Guys Stay Safe ya Jaga kesehatan teman-teman semua, kondisi cuaca masih buruk terima kasih masih setia menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM meskipun kondisi saya masih belum fit hingga saat ini, tapi saya berusaha agar tidak bolong untuk update bab-bab terbaru setiap harinya. jadi apabila saya upload satu bab di hari itu, saya mohon maaf juga, ada rencana beberapa minggu kedepan ada event live coment di fac**book official GN ya tentang WTM, siapkan pertanyaan kalian tentang WTM ya untuk kalian yang penasaran tentang si ujang dan kampungnya, saya akan jawab semuanya disana tetap vote, komen dan rekomendasikan cerita ini ke teman-teman yang lainnya ya Terima kasih
Getaran yang sangat kuat atas apa yang kala lakukan, tiba-tiba menghantamku dan menerbangkan ku dengan para makhluk yang ada di sekitarku pada waktu itu. Sepertinya Kala kembali serius atas apa yang dia lakukan saat ini. Meskipun wajahnya terkadang tersenyum seolah-olah sedang mengujiku, namun aku tahu bahwa apa yang dia lakukan bisa membuatku terbunuh seketika di Gunung Sepuh ini. “Coba tahan kalau kamu bisa! Benda dari dunia mu ini yang bisa saja membunuhmu Jang, kita para makhluk biasanya akan memanipulasi suatu benda agar bisa melayang dan mencelakai mu. ” Dahan-dahan pohon itu seketika patah, berkumpul dan mengelilingi Kala.
Sebuah perasaan yang aneh kini muncul di dalam diriku, perasaan sedih, emosi bahkan perasaan lainnya bercampur menjadi satu di dalam diriku. Entah apa yang kurasakan pada tubuhku saat ini. Yang pasti, ketika aku tadi terjatuh, Aku tidak merasakan sakit sama sekali. Dan tubuhku, secara tiba-tiba tidak terluka sedikitpun. Tidak seperti beberapa waktu yang lalu, ketika aku bertemu dengan beberapa makhluk di Gunung Sepuh dan berakhir dengan tubuhku yang penuh luka. Bahkan beberapa kali pula, tubuhku pingsan dan tak sadarkan diri ketika bertemu mereka. Namun sekarang berbeda, meskipun banyak makhluk dengan berbagai bentuk dan rupa yang menyeramkan yang berada di sekitarku saat ini. Tubuhku tidak merasakan guncangan apapun, seperti sudah mulai terbiasa dengan apa yang terjadi saat ini. Kepercayaan diriku kini mulai tum
Sesosok makhluk yang berwujud kakek tua berbaju putih panjang dengan tangan yang diletakan di belakang kini berdiri tepat di sampingku, seperti layaknya seseorang yang sangat bijak dan mempunyai ilmu yang sangat tinggi dalam kehidupannya. Sosok yang selama ini selalu datang dan membantuku ketika aku terpuruk, kini datang kembali untuk membantuku di saat-saat yang genting seperti ini. “Ki…. Ma… Mandala? ” Kataku dengan nada yang sangat pelan. Tubuhku sudah tidak bisa digerakkan, rasa sakit yang kurasakan sangat terasa. Sepertinya, ada beberapa tulang yang patah, meskipun aku masih dalam keadaan sadar. Namun aku hanya bisa menggerakan kepalaku dengan perlahan, memastikan bahwa sosok yang hadir kali ini, akan membantuku. Mandala secara
Ki Mandala yang melihatku terpejam dan tak sadarkan diri, kini berdiri dan melayang secara perlahan ke arah Kala yang sedang berdiri dengan Asri Manik yang ada di sebelahnya. Semua makhluk yang menyaksikan Ki Mandala yang melayang hanya bisa terdiam dan tidak melakukan suatu tindakan apapun meskipun di dekatnya ada makhluk yang dari tadi bertarung satu sama lain. “Apabila kamu masih tetap ingin memaksakan kehendakmu, Kala.” “Untuk ikut melenyapkan nyawa si Ujang malam ini.” “Maka datanglah kepadaku, maka aku akan bertarung denganmu sekali lagi seperti apa yang terjadi beberapa ratus tahun yang lalu ketika kamu datang ke tempat ini pertama kalinya. ” Kala yang mendengar Ki Mandala berbicara seperti itu hanya terdiam. Dia lalu melihat salah satu makhluk yang berdiri di
Hah hah hah Aku tiba-tiba terbangun dengan keringat dingin yang membanjiri seluruh tubuhku. Kepala bagian belakang terasa panas, seperti seseorang yang baru sembuh dari kesurupan. Aku mencoba duduk dan bersandar di dinding kamar, memikirkan atas apa yang terjadi semalam, Aku melihat badanku ketika aku sedang terbangun, Badan yang kemarin malam penuh luka dengan rasa sakit yang aku rasakan. Namun nyatanya, badanku bisa digerakan dengan normal, dan aku tidak melihat tidak ada tanda-tanda bahwa aku terluka. Aku kembali melihat sekeliling kamar yang tampak kosong pada siang itu, hanya angin berhembus dari jendela kamar menggerakan tirai jendela merah tua yang sudah lama dipasang. Aku lalu
“A Ujang, A Ujang! ” “A, a!” Aku mendengar suara yang terdengar oleh telingaku pada saat itu, disertai dengan suara kokok ayam dan hawa dingin yang berhembus ke arahku. Seketika, aku mencoba membuka mataku secara perlahan. Dan terlihat, sebuah bayangan yang ada di depan ku pada saat itu. Aku yang kaget tiba-tiba terbangun dan tanpa sadar aku berteriak. “Ibuuuuu...!” Kataku. Namun tidak ada jawaban ketika aku berteriak seperti itu, aku mencoba memandang orang yang berbicara kepadaku dengan lebih jelas. Dan ternyata itu adalah Icha, yang mencoba membangunkanku yang tertidur di depan warung. Icha terlihat tampak sedih ketika aku berteriak Ibu kepadanya, dia mungkin merasa bahwa
Kampung Parigi di malam sebelumnya sangatlah ramai. Kampung yang berdekatan langsung dengan jalur Provinsi yang menghubungkan Jawa Barat hingga ke Pesisir Selatan yang membentang hingga ke Jawa Tengah ini, sangat penuh dengan aktivitas warga yang berkegiatan di malam hari. Tidak seperti Kampung Sepuh yang tampak sepi apabila malam tiba. Di Kampung Parigi ini, banyak sekali pedagang-pedagang kaki lima yang berjualan di bahu jalan. Dengan makanan-makanan yang dijual yang bisa menjadi santapan untuk mengisi perut mereka yang lapar di malam hari. Sehingga, di pinggir jalan Provinsi itu, terlihat banyak sekali dagangan juga aktivitas manusia yang berlalu lalang ketika malam tiba.. Bahkan dua toko retail besar berwarna merah dan biru terlihat dengan warnanya yang mencolok dengan logo besar yang terlihat dari jala
Para Aparat Desa itu kaget ketika Vito mendadak menjatuhkan dirinya ke belakang, bersamaan dengan teriakannya yang keras seperti ketakutan, Vito kini meringkuk di lantai. Dan tangannya menunjuk ke arah Aparat Desa yang sedang duduk dan mendata Vito di depan komputernya. Aparat Desa itu langsung berdiri, dan melihat ke belakang, namun tidak ada apa-apa di belakang sana. Hanya ada tembok yang sudah usang, dengan poster-poster yang menempel tentang tata cara pelaporan untuk pelaku kriminal, juga poster-poster yang lain serta jadwal piket yang menempel rapi di tembok ruangan itu. “Ampun, ampun, jangan ambil nyawaku! ” Vito berteriak-teriak sambil meringkuk di tana