Sesosok makhluk yang berwujud kakek tua berbaju putih panjang dengan tangan yang diletakan di belakang kini berdiri tepat di sampingku, seperti layaknya seseorang yang sangat bijak dan mempunyai ilmu yang sangat tinggi dalam kehidupannya.
Sosok yang selama ini selalu datang dan membantuku ketika aku terpuruk, kini datang kembali untuk membantuku di saat-saat yang genting seperti ini.
“Ki…. Ma… Mandala? ” Kataku dengan nada yang sangat pelan.
Tubuhku sudah tidak bisa digerakkan, rasa sakit yang kurasakan sangat terasa. Sepertinya, ada beberapa tulang yang patah, meskipun aku masih dalam keadaan sadar. Namun aku hanya bisa menggerakan kepalaku dengan perlahan, memastikan bahwa sosok yang hadir kali ini, akan membantuku.
Mandala secara
Ki Mandala yang melihatku terpejam dan tak sadarkan diri, kini berdiri dan melayang secara perlahan ke arah Kala yang sedang berdiri dengan Asri Manik yang ada di sebelahnya. Semua makhluk yang menyaksikan Ki Mandala yang melayang hanya bisa terdiam dan tidak melakukan suatu tindakan apapun meskipun di dekatnya ada makhluk yang dari tadi bertarung satu sama lain. “Apabila kamu masih tetap ingin memaksakan kehendakmu, Kala.” “Untuk ikut melenyapkan nyawa si Ujang malam ini.” “Maka datanglah kepadaku, maka aku akan bertarung denganmu sekali lagi seperti apa yang terjadi beberapa ratus tahun yang lalu ketika kamu datang ke tempat ini pertama kalinya. ” Kala yang mendengar Ki Mandala berbicara seperti itu hanya terdiam. Dia lalu melihat salah satu makhluk yang berdiri di
Hah hah hah Aku tiba-tiba terbangun dengan keringat dingin yang membanjiri seluruh tubuhku. Kepala bagian belakang terasa panas, seperti seseorang yang baru sembuh dari kesurupan. Aku mencoba duduk dan bersandar di dinding kamar, memikirkan atas apa yang terjadi semalam, Aku melihat badanku ketika aku sedang terbangun, Badan yang kemarin malam penuh luka dengan rasa sakit yang aku rasakan. Namun nyatanya, badanku bisa digerakan dengan normal, dan aku tidak melihat tidak ada tanda-tanda bahwa aku terluka. Aku kembali melihat sekeliling kamar yang tampak kosong pada siang itu, hanya angin berhembus dari jendela kamar menggerakan tirai jendela merah tua yang sudah lama dipasang. Aku lalu
“A Ujang, A Ujang! ” “A, a!” Aku mendengar suara yang terdengar oleh telingaku pada saat itu, disertai dengan suara kokok ayam dan hawa dingin yang berhembus ke arahku. Seketika, aku mencoba membuka mataku secara perlahan. Dan terlihat, sebuah bayangan yang ada di depan ku pada saat itu. Aku yang kaget tiba-tiba terbangun dan tanpa sadar aku berteriak. “Ibuuuuu...!” Kataku. Namun tidak ada jawaban ketika aku berteriak seperti itu, aku mencoba memandang orang yang berbicara kepadaku dengan lebih jelas. Dan ternyata itu adalah Icha, yang mencoba membangunkanku yang tertidur di depan warung. Icha terlihat tampak sedih ketika aku berteriak Ibu kepadanya, dia mungkin merasa bahwa
Kampung Parigi di malam sebelumnya sangatlah ramai. Kampung yang berdekatan langsung dengan jalur Provinsi yang menghubungkan Jawa Barat hingga ke Pesisir Selatan yang membentang hingga ke Jawa Tengah ini, sangat penuh dengan aktivitas warga yang berkegiatan di malam hari. Tidak seperti Kampung Sepuh yang tampak sepi apabila malam tiba. Di Kampung Parigi ini, banyak sekali pedagang-pedagang kaki lima yang berjualan di bahu jalan. Dengan makanan-makanan yang dijual yang bisa menjadi santapan untuk mengisi perut mereka yang lapar di malam hari. Sehingga, di pinggir jalan Provinsi itu, terlihat banyak sekali dagangan juga aktivitas manusia yang berlalu lalang ketika malam tiba.. Bahkan dua toko retail besar berwarna merah dan biru terlihat dengan warnanya yang mencolok dengan logo besar yang terlihat dari jala
Para Aparat Desa itu kaget ketika Vito mendadak menjatuhkan dirinya ke belakang, bersamaan dengan teriakannya yang keras seperti ketakutan, Vito kini meringkuk di lantai. Dan tangannya menunjuk ke arah Aparat Desa yang sedang duduk dan mendata Vito di depan komputernya. Aparat Desa itu langsung berdiri, dan melihat ke belakang, namun tidak ada apa-apa di belakang sana. Hanya ada tembok yang sudah usang, dengan poster-poster yang menempel tentang tata cara pelaporan untuk pelaku kriminal, juga poster-poster yang lain serta jadwal piket yang menempel rapi di tembok ruangan itu. “Ampun, ampun, jangan ambil nyawaku! ” Vito berteriak-teriak sambil meringkuk di tana
Pagi hari menjelang, sinar matahari yang muncul secara perlahan dari ufuk timur pegunungan. Membuat semua warga yang awalnya tertidur lelap, kini bangun dan mempersiapkan diri untuk menyambut hari baru, dengan segala aktivitasnya yang akan mereka lakukan di hari itu. Suasana tampak ramai di Kampung Parigi, melebihi ramainya para warga di Kampung Sepuh yang akan melakukan aktivitas di pagi itu. Banyaknya suara motor yang sedang dipanaskan oleh pemiliknya di depan rumah terdengar jelas di pagi itu, belum lagi, para ibu-ibu yang sudah berangkat dari rumahnya, untuk membeli sesuatu di sebuah pasar kecil yang selalu ramai dekat Kantor Desa di pinggir jalan raya Provinsi. Sehingga suasana pagi di Kampung Parigi sangat jauh lebih ramai daripada keseharian Kampung Sepuh di pagi hari, apalagi para warga di Kampung Parigi mempunyai pekerjaan yang beragam, dari mulai pe
Sebuah perjanjian dari seorang manusia kepada para makhluk untuk tujuan menggapai segala keinginannya di dunia ini, semuanya mempunyai risiko yang sama. Yaitu mengorbankan dirinya sendiri untuk menjadi budak para makhluk itu cepat atau lambat. Apalagi menyangkut tumbal, yang menjadi salah satu persyaratan terpenting ketika para manusia melakukan perjanjian dengan para makhluk yang ada di sekitar mereka. Karena dibalik semua itu, ada aturan tidak tertulis tentang apa yang terjadi, ketika mereka tidak memenuhi persyaratan tumbal yang mereka sepakati sebelumnya. Yaitu tubuh mereka sendiri, sehi
Hari semakin siang, rupanya matahari di siang ini tidak memancarkan sinarnya dengan sempurna. Cahayanya yang terang rupanya tertutup oleh awan tebal dan kabut tipis yang menutupi seluruh Kampung Parigi pada siang itu. Rasa dingin mulai terasa, terutama bagi para dokter forensik yang datang dari kota, bersamaan dengan para dokter dan perawat puskesmas yang ikut membantunya. Mereka memakai pakaian khusus dengan masker yang mereka pakai. Baru kali ini juga para warga kampung yang berkerumun harus dibubarkan secara paksa oleh para dokter itu, selain menjaga protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus juga agar tidak mengganggu proses penyelidikan dari para dokter yang didatangkan langsung oleh Pak Ardi. Semua petugas, bahkan Pak Ardi, Aki Karma dan Icha sekalipun kini harus memakai masker. Atas saran dokter forensik itu. Bahkan kini, kantor Aparat Desa di segel dan tidak membiarkan seorangpun masuk, kecuali Aparat Desa yang kini dibantu oleh aparat dari ke