Bella tak kembali lagi pada rumah mewah Dika, ia pulang ke Apartemennya. Pagi-pagi sekali, Bella berjalan menyusuri jalan yang sudah ramai dengan kendaraan yang melintas sana sini. Bunyi deruman mesin sebagai pengiring irama disetiap langkah kaki yang dilalui.
Gedung tinggi Lit High School sudah terlihat, Bella mencengkeram tasnya dan menguatkan dirinya karena hal yang besar pasti akan terjadi setelah kakinya memasuki gedung mewah tersebut.
Bella menghembuskan napasnya dalam-dalam seolah mempersiapkan diri pada hal yang akan terjadi setelah ini.
Kakinya mulai melangkah pelan, para murid Lit High School dengan cepat mengblokir langkah kakinya. Bella memandangi wajah mereka satu per satu, salah satu dari mereka adalah Sennie dan Tari pun ikut serta bersama para gadis itu.
Bella memejamkan matanya, ia mencoba melewati gadis-gadis yang mengelilinginya. Sekali pun Bella tahu ia tak bisa, namun tetap dilakukannya.
“Gue minta maaf, Bella. Gue sadar
Dika berdiri di jembatan tua yang jarang dilalui oleh para pengendara seraya matanya memandangi langit biru yang luas. Air matanya dengan malu-malu menetes diujung matanya. Isakkan pelan keluar dari bibi sexy-nya. Pikirannya sedang kalut bagai air sungai yang keruh.Dika menjambak rambutnya kuat-kuat berharap hatinya yang kusut segera membaik. Berharap perasaan sedih yang menghampiri hatinya segera terbang bebas di udara. Berharap rahasia yang keluarganya simpan dengan rapat tak tersebar di seluruh penjuru kota. Berharap hari ini hanyalah bagian dari bunga tidurnya saja.Kenyataan kembali menamparnya kuat-kuat, bahwa rahasia itu sudah tersebar. Bahwa hari ini adalah nyata, bukan bunga tidur yang Dika harapkan.“Mama ….” Dika berucap dengan lirih diiringi isakkan tangisnya yang sendu.Dika tak pernah tahu wajah mamanya yang melahirkannya namun wanita itu telah tiada, telah kembali pada sang kuasa.Lagi-lagi ucapan pelan kembali pa
Alfa memandangi wajah kemarahan orang tuanya. Alfa mendekat berniat untuk mengetahui apa yang tengah terjadi.“Astaga, bagaimana W’s Corporate memutuskan ini sepihak? Astaga, ini bisa membuat kerugian yang besar!” ucap Papa Alfa sambil memijit keningnya.“Dan, bagaimana mungkin Do Eat & Café Resto menolak daging dari kita! Ini benar-benar bencana!”Terlihat jelas jika pria dewasa yang biasa Alfa sebut sebagai papa sedang dilanda kepeningan. Alfa berjalan menjauh, Alfa tak ingin lebih merusak suasana hati papanya dengan hadir di sana. Biarlah Aurel yang menenangkan suasana yang tengah kacau.Alfa duduk di kursi depan komputernya, Alfa sadar sepenuhnya apa yang tengah dialami keluarganya. Mendengar Do Eat & Café Resto membuat pusat pikirannya tertuju pada Bella. Namun yang tak Alfa pahami, mengapa W’s Corporate terlibat? Apa hubungannya Do Eat & Café Resto dan W’s corporate? Tidak &h
Bella dan Mark menoleh ke pintu utama, tetua dari Keluarga Wilson terlihat di sana. Mark menundukkan kepalanya begitu pun dengan Bella. Ruang kamar menjadi hening begitu tetua Wilson berada di sana dibantu dengan tongkat putih yang menunjang wanita tua itu berdiri.“Apa yang kalian bicarakan?” Bella diam, tangannya langsung menggenggap jemari Mark erat.“Tidak ada, Nenek,” Bella menjawab dengan suara pelan.Tetua dari wilson menghela napasnya, “Dengar, Mark! Seperti yang kamu tahu dengan tradisi kita, nenek akan mengirimmu ke luar selama 2 tahun.”Mata Mark membulat dengan sempurna, “Nenek ….”“Kenapa, nenek? Kenapa nenek ngelakuin itu? Kenapa nenek biarin Mark keluar dari rumah ini. Nenek, kondisi Mark tidak memungkinkan, siapa yang bakal jaga Mark, nenek?”Tak ada jawaban dari mulut wanita tua dari keluarga Wilson, Bella menghembuskan napas beratnya.“Nenek &he
Bella terlalu lelah, berusaha sabar pada keadaan, lagi-lagi ia dibuat kecewa. Perasaannya yang jatuh pada pesona Dika pun turut membuatnya kecewa. Bella pikir Dika yang bersikap baik padanya beberapa saat yang lalu akan bertahan lama, namun nyatanya tidak. Hari ini, Bella kembali mendapatkan perlakuan bak hewan di hutan.Bella kecewa pada ekspektasinya pada Dika, pemuda itu mengecewakannya.Bella menatap ujung sepatunya, ia berusaha tuli dan buta agar tak mendengar dan melihat Alfa dan Dika yang tengah beradu otot.Cairan bening masih mengalir di wajahnya, Bella menghapus cairan itu dengan kasar dan segera meninggalkan Dika dan Alfa yang sedang beradu otot.Belum jauh langkah kakinya, tangannya ditarik keras oleh Dika. Pemuda itu menarik rambutnya dengan kasar dan membawanya menaiki mobil dengan paksaan yang harus Bella turuti. Dika mengendarai mobil dengan cepat bak orang kesetanan. Bella berteriak ketakutan, gadis ini berulang kali berteriak untuk memperlambat la
Bella menatap sekitar dengan perasaan was-was, ia memejamkan matanya sejenak membuat air matanya kembali merembes keluar. Wajahnya terlihat acak-acakkan, dadanya naik turun, tangannya beralih mengambil ponsel yang selalu ia sembunyikan."Aku harus ngelakuin sesuatu ...." Bisiknya pada dirinya sendiri.Bella menatap jendela, ia menghampiri jendela tersebut dan menghirup udara sebanyak-banyaknya. Perasaannya mulai tenang, tangannya mulai memainkan ponsel itu.Bella menekan nomor ponsel Stefene, ia harus menceritakan segalanya pada pria itu sebelum semuanya terlambat. Bella pikir, ia bisa mengurus segalanya, namun karena kejadian hari ini, Bella sadar ia tidak bisa mengurisnya seorang diri. Ia butuh pertolongan.Bella ingin menceritakan segalanya pada Mark, tetapi keberadaan Mark tidak Bella ketahui. Nenek mengasingkan Mark secara diam-diam hingga Bella tidak bisa mendeteksi keberadaan kakaknya.Bella ingin berharap pada nenek, namun itu tidak bisa ia lakukan. Nene
“Kamu selalu nyakitin aku, Dika. Cukup jelas alasan aku buat pergi,”Dika menatap Bella tajam, “Kenapa lo nggak pernah nurut?”“Kenapa aku harus nurutin kamu terus? Kamu selalu nyakitin aku, kamu mukul badan aku terus-terusan. Itu sakit, Dika sakit!”Dika tertawa, bibirnya tersungging senyuman, “Itu karena lo nggak pernah nurut sama omongan gue, kalau lo nurut gua nggak akan mukul lo, Bella!”Bella menunduk, ia menatap mata Dika. Menyelami apakah pemuda di hadapannya ini tengah berbohong?“Apa aku harus percaya sama omongan kamu barusan?”Dika terbahak, “Terserah, gue nggak butuh rasa percaya dari lo. Kalau lo nurut sama omongan gue, tubuh lo nggak akan ngerasa sakit!”“Kamu pasti bohong, nggak mungkin kamu nggak nyakitin aku, Dika ….”Dika tertawa terbahak-bahak, tangannya memegangi perutnya. Aku menatapnya kesal.“Ngerti ju
Begitu tiba di ruang kesehatan, Alfa langsung meletakkan Bella di atas ranjang. Dokter dan dua perawat yang bertugas pun langsung mendekati Alfa.“Apa yang terjadi?” tanya Dokter itu.Alfa menjawab dengan suara bergetar, wajahnya nampak jelas jika Alfa sedang khawatir. “Bella pingsan dan tangannya sepertinya terluka. Saya tidak tahu apa yang terjadi padanya.”“Baiklah, saya akan memeriksanya. Tolong tunggu di luar, ya.” Alfa menurut dan keluar dari ruang kesehatan.Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menunggu Dokter itu keluar, hati Alfa lebih was-was. Dalam hati Alfa berucap, “Gue yakin ini pasti ada hubungannya sama Dika. Gue tau segila apa cowok itu, gue yakin banget Dika yang udah bikin Bella sekarat.”Alfa terdiam setelah menyadari mengapa ia sangat mengkhawatirkan Bella. Perasaan khawatir seperti ini tidak pernah ada sebelumnya, Alfa yakin ini hanya perasaan segan saja karena mengetahu
Setelah dokter mengatakan bahwa Bella butuh istirahat, Bella mmeutuskan untuk tidak keluar rumah selama mungkin. Terhitung hari ini Bella di rumah saja sudah satu minggu.Bella tidak melakukan apapun, ia hanya terbaring sambil bermain ponsel saja. Atau sesekali ia menandatangani berkas yang Stefene kirimkan padanya.Setelah itu, tidak ada aktivitas apapun yang membuat tubuhnya lelah.Bella menatap ponselnya lama, ia menghembuskan napasnya. Selama ini pula, Bella berusaha mencari keberadaan Mark, tapi ia tidak mendapatkan apapun.“Mark ke mana ….”Pesan singkat yang berisi permohonan maaf karena gagal menemukan keberadaan Mark membuat Bella kembali menghembuskan napas. “Ck, Mark ke mana, sih?”“Apa aku harus mencarinya sendiri?”Baru saja Bella ingin bersiap, pintu Apartemennya berbunyi. Bella segera mendatangi dan mendapati tetua Wilson berdiri di sana bersama Stefene.“Silahkan