Dengan demikian, Jasena pun menjadi semakin berhati-hati dalam menghadapi lawannya yang kuat itu.
Ketika ia saling berhadap-hadapan dengan lawannya, Jasena dikejutkan dengan kehadiran satu orang pria lagi yang tubuhnya lebih besar dari lawan yang sedang dihadapinya.
Pria itu berdiri kokoh di belakang kawannya yang sudah siap melakukan serangan terhadap Jasena.
"Kau harus membinasakan orang ini dulu. Setelah itu, kau akan menghadapi kawannya yang satunya lagi!" bisik Wanara.
"Ya, kau tenang saja!" sahut Jasena.
"Apa perlu aku bantu?" tanya Wanara kembali berbisik.
"Tidak perlu! Aku sanggup menghadapi mereka!" tegas Jasena menolak tawaran Wanara.
Wanara hanya tersenyum, dan kembali mundur. Ia hanya berdiri di belakang Jasena sambil mengamati gerak-gerik lawannya. Wanara sangat yakin akan kemampuan Jasena.
"Semoga Jasena bisa mengatasi kedua orang penjahat itu," desis Wanara dalam hati.
“Wajahmu mirip dengan
Pria itu kembali tertawa terbahak-bahak, seakan-akan merasa lucu mendengar perkataan dari Wanara."Ha ... ha ... ha....""Hei! Tertawamu akan membungkam mulutmu, Kawan. Percayalah, sebentar lagi mulutmu akan bungkam dengan sendirinya!" bentak Wanara.Lagirwa masih tidak berhenti mentertawakan Wanara hingga puas dan berhenti dengan sendirinya."Aku tidak percaya dengan ucapanmu, karena kau bukan Dewa," sanggah pria itu bersikap seperti orang yang sudah merasa paling tinggi ilmu dan kemampuannya.Di antara puluhan pendekar yang berada di lembah itu, Lagirwalah yang paling tinggi ilmu kanuragannya. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan ilmu kesaktian Wanara sungguhlah jauh. Karena Wanara mempunyai ilmu tiga tingkat di atasnya.Bahkan, di antara para pendekar yang ada di pulau Jowaraka, masih belum ada yang mampu mengimbangi kesaktian yang dimiliki oleh Wanara.Wanara tampak emosi dengan sikap Lagirwa yang terkesan menyepelekannya. "Baikl
Pada malam itu, setelah makan dan beristirahat, Wanara melihat Wora Saba tengah duduk termenung seorang diri di pendapa padepokan. Wajahnya terlihat mendung, seperti sedang memikirkan sesuatu.Wora Saba memang tidak pernah berseri wajahnya, akan tetapi biasanya wajah Wora Saba tak semendung malam itu. Karena merasa penasaran, Wanara bangkit dari duduknya dan langsung melangkah menghampiri sahabat seperguruannya itu.Setibanya di pendapa, Wanara langsung duduk bersebelahan dengan Wora Saba. Dengan lirihnya, Wanara bertanya, "Kau Kenapa, Wora? Aku perhatikan, wajahmu sangat sedih. Apa yang terjadi denganmu?"Wora Saba menarik napas dalam-dalam, kemudian berpaling ke arah Wanara yang sudah duduk di sebelahnya."Tidak apa-apa, Raden. Aku hanya teringat kedua orang tuaku," jawabnya lirih, suaranya hampir tak terdengar, parau dan tak berirama terhimpit oleh deru napasnya yang memburu.Bertanya lagi Wanara sambil mengamati gerak-gerik Wora Saba yang tampa
Setibanya di barak gurunya, Wanara langsung dipersilahkan untuk duduk oleh Resi Wana yang kebetulan tengah duduk santai seorang diri. Sementara itu, Ki Wirya dan Ki Ageng Jayamena sedang berada di barak mereka masing-masing. "Duduklah, ada hal penting yang ingin aku sampaikan kepadamu!" ujar pria berusia senja itu. Wanara langsung membungkukkan badan seraya memberi hormat kepada sang guru. Setelah itu, ia langsung duduk di hadapan gurunya dengan sikap ajrih. "Akan ada seorang lawan terberat bagimu di kemudian hari, dia adalah seorang pendekar sakti dari negri Jantara," ujar Resi Wana mengawali perbincangannya dengan Wanara. Wanara mengerutkan keningnya. Lalu bertanya, "Maksud, Guru. Dia itu dari golongan pendekar jahat?" "Iya, pendekar tersebut akan segera bergabung dengan para prajurit kerajaan Rawamerta. Ia akan memimpin pasukan khusus yang diberi nama Pasukan Merta Kencana," jawab Resi Wana menuturkan. "Ini semua berdasarkan inform
Dari pihak kerajaan Rawamerta, Senapati Landaka tengah merayakan kemenangan pada hari pertama perang mereka dengan berpesta di perkemahan yang mereka dirikan di perairan timur wilayah kerajaan tersebut.Dari semua kelompok prajurit mulai berdatangan. Kelompok prajurit merah dari selatan dan kelompok prajurit hitam dari utara sudah memenuhi area perkemahan di lepas pantai itu.Bahkan kemudian beberapa pimpinan pasukan koalisi dari kerajaan lain pun tiba untuk mengucapkan selamat sembari menyatakan bersiap membantu Senapati Landaka berperang melawan pasukan kerajaan Tonggon.Butrik mengamati dari kejauhan, ia mendapatkan tugas dari Wanara untuk mengintai gerak-gerik para pasukan kerajaan Rawamerta, agar dapat mengetahui letak kelemahan para prajurit kerajaan Rawamerta."Ini yang menjadi alasan terbesar mereka menarik pasukan yang hendak bertugas memburu Ramanggala dan Wanara," desis Ki Butrik lirih.Senapati Landaka tersenyum hangat menyambut para pe
Ki Ageng Jayamena, Ki Wirya Tama, dan Resi Wana sangat besar harapan terhadap Ki Butrik, agar dapat memelihara keamanan di wilayah-wilayah desa yang berada di sekitar hutan yang kini diberi nama Alas Dewa.Alas Dewa merupakan tempat berdirinya Padepokan Dewa Petir yang tertera dalam kitab Jala akan menjadi pusat pemerintahan kerajaan Rawamerta di masa yang akan datang. Sehingga para petinggi padepokan tersebut, mulai merapatkan barisan untuk melakukan pengamanan yang ketat bagi daerah-daerah yang ada di wilayah tersebut.Gelar terbaik pun diberikan oleh tiga guru sepuh kepada Ki Butrik. Panglima Repeh yang berarti pemimpin senyap, sebuah julukan yang sama dengan Panglima Kedamaian."Kau telah kami berikan gelar Panglima Repeh, oleh sebab itu bekerjalah dengan senyap untuk mengamankan wilayah yang ada di sekitaran Alas Dewa!" ujar Ki Wirya Tama mengarah kepada Ki Butrik."Terima kasih, Guru. Aku akan melakukan yang terbaik bagi padepokan
Demikianlah, Wanara melayang di udara menuju ke arah hutan yang dinamakan Alas Gonda. Secara tidak kasat mata, di dalam hutan tersebut terdapat sebuah kerajaan jin yang dikuasai oleh bangsa siluman ikan.Setibanya di tempat yang dituju Wanara langsung turun ke sebuah dataran tinggi yang ada di Alas Gonda. Wanara mendarat dengan sangat sempurna.Pemandangan yang indah dilihatnya dari atas perbukitan itu. Tanpa ia sadari, saat itu dirinya sudah berada di wilayah kerajaan gaib Alas Gonda, ada banyak sosok prajurit berjajar rapi di bawah kepemimpinan panglima mereka masing-masing."Siapa mereka? Apakah mereka para prajurit kerajaan Alas Gonda?" desis Wanara mengamati ratusan para prajurit yang tampak memperhatikan gerak-geriknya.Kedatangan Wanara disambut tidak baik oleh mereka, para siluman itu segera mengurungnya dengan sikap buas dan mengancam. Para prajurit siluman itu sudah bersiap hendak melakukan serangan terhadap Wanara."Hentikan!" teriak pri
Meskipun sudah terdesak, ternyata para prajurit kerajaan masih tetap bertahan terus. Burma dan Wora Saba berjibaku menghadapi para prajurit tersebut, hingga pada akhirnya mereka pun berhasil membuat jera lawan-lawannya itu.Salah seorang prajurit senior segera memerintahkan kepada para prajurit lainnya untuk membawa jasad pimpinan mereka yang telah dibinasakan oleh Burma. Para prajurit itu pun mematuhi perintah rekannya dengan penuh dukacita.Burma dan pasukannya hanya tersenyum-senyum tanpa melakukan serangan lagi. Ia memerintahkan pasukannya agar mundur dan tidak menghalangi langkah para prajurit tersebut untuk pergi dari tempat itu.Dengan demikian, prajurit senior itu pun menarik pulang pasukannya dari pantai untuk kembali ke istana."Ayo, kita kembali ke istana!" perintah prajurit senior itu mengarah kepada para prajurit lainnya.Bergegaslah para prajurit itu langsung membawa panglima mereka yang telah tewas untuk dibawa pulang ke istana.
Sepulang dari kerajaan gaib Alas Gonda, Wanara terbang dari ketinggian bukit Alas Gonda, ia meluncur ke bawah dan mendarat sempurna di ujung desa kecil yang berbatasan dengan hutan tersebut."Apakah aku masih berada di alam jin, atau sudah berada di alam manusia?" Wanara bertanya-tanya dalam hati sambil mengamati suasana di sekitaran tempat tersebut.Kemudian, ia melangkah perlahan menuju ke arah desa itu. Ketika Wanara sedang berjalan, di hadapannya mendadak muncul sesosok siluman berkepala harimau dan bertubuh manusia yang tiba-tiba saja mencegatnya."Sampurasun, Raden," ucap siluman itu, kemudian wujudnya berubah menjadi sesosok pria paruh baya yang berpenampilan layaknya seorang pendekar.Wanara menghentikan langkahnya dan merasa kaget dengan kemunculan sosok manusia harimau itu. Lantas, ia pun menjawab ucapan salam dari siluman yang sudah menjelma menjadi seorang pria paruh baya itu, "Rampes.""Kau ini siapa? Kenapa kau bisa merubah w