Demikianlah, Wanara melayang di udara menuju ke arah hutan yang dinamakan Alas Gonda. Secara tidak kasat mata, di dalam hutan tersebut terdapat sebuah kerajaan jin yang dikuasai oleh bangsa siluman ikan.
Setibanya di tempat yang dituju Wanara langsung turun ke sebuah dataran tinggi yang ada di Alas Gonda. Wanara mendarat dengan sangat sempurna.
Pemandangan yang indah dilihatnya dari atas perbukitan itu. Tanpa ia sadari, saat itu dirinya sudah berada di wilayah kerajaan gaib Alas Gonda, ada banyak sosok prajurit berjajar rapi di bawah kepemimpinan panglima mereka masing-masing.
"Siapa mereka? Apakah mereka para prajurit kerajaan Alas Gonda?" desis Wanara mengamati ratusan para prajurit yang tampak memperhatikan gerak-geriknya.
Kedatangan Wanara disambut tidak baik oleh mereka, para siluman itu segera mengurungnya dengan sikap buas dan mengancam. Para prajurit siluman itu sudah bersiap hendak melakukan serangan terhadap Wanara.
"Hentikan!" teriak pri
Meskipun sudah terdesak, ternyata para prajurit kerajaan masih tetap bertahan terus. Burma dan Wora Saba berjibaku menghadapi para prajurit tersebut, hingga pada akhirnya mereka pun berhasil membuat jera lawan-lawannya itu.Salah seorang prajurit senior segera memerintahkan kepada para prajurit lainnya untuk membawa jasad pimpinan mereka yang telah dibinasakan oleh Burma. Para prajurit itu pun mematuhi perintah rekannya dengan penuh dukacita.Burma dan pasukannya hanya tersenyum-senyum tanpa melakukan serangan lagi. Ia memerintahkan pasukannya agar mundur dan tidak menghalangi langkah para prajurit tersebut untuk pergi dari tempat itu.Dengan demikian, prajurit senior itu pun menarik pulang pasukannya dari pantai untuk kembali ke istana."Ayo, kita kembali ke istana!" perintah prajurit senior itu mengarah kepada para prajurit lainnya.Bergegaslah para prajurit itu langsung membawa panglima mereka yang telah tewas untuk dibawa pulang ke istana.
Sepulang dari kerajaan gaib Alas Gonda, Wanara terbang dari ketinggian bukit Alas Gonda, ia meluncur ke bawah dan mendarat sempurna di ujung desa kecil yang berbatasan dengan hutan tersebut."Apakah aku masih berada di alam jin, atau sudah berada di alam manusia?" Wanara bertanya-tanya dalam hati sambil mengamati suasana di sekitaran tempat tersebut.Kemudian, ia melangkah perlahan menuju ke arah desa itu. Ketika Wanara sedang berjalan, di hadapannya mendadak muncul sesosok siluman berkepala harimau dan bertubuh manusia yang tiba-tiba saja mencegatnya."Sampurasun, Raden," ucap siluman itu, kemudian wujudnya berubah menjadi sesosok pria paruh baya yang berpenampilan layaknya seorang pendekar.Wanara menghentikan langkahnya dan merasa kaget dengan kemunculan sosok manusia harimau itu. Lantas, ia pun menjawab ucapan salam dari siluman yang sudah menjelma menjadi seorang pria paruh baya itu, "Rampes.""Kau ini siapa? Kenapa kau bisa merubah w
Wanara berpikir apa yang disuguhkan oleh para siluman itu bukanlah makanan yang layak baginya. Tetapi Wanara tidak pernah kekurangan akal, ia tetap bersikap biasa-biasa saja dan tidak menampakkan sikap curiganya terhadap makanan yang sudah tersaji di hadapannya itu.Namun, Guliwang sepertinya sudah mengetahui kecurigaan tuannya itu. Sehingga, ia pun segera memberikan keterangan terkait makanan yang dihidangkan oleh para pelayan di rumahnya itu."Sekarang Raden makan saja dulu! Jangan khawatir, ini bukan makanan jin! Tapi, ini semua adalah makanan untuk manusia," kata Guliwang tersenyum-senyum."Baiklah, aku percaya ucapanmu." Dengan demikian, Wanara pun sudah tidak merasa ragu lagi. Ia langsung melahap makanan dan minum tersebut.Usai makan, Wanara meminta tempat yang nyaman kepada Guliwang untuk sekadar melepas lelah dan beristirahat sejenak setelah melakukan perjalanan yang sangat melelahkan dari kerajaan Alas Gonda menuju desa tersebut."Aku ing
Beberapa saat kemudian, ada sesosok pria berusia senja menampakkan diri di hadapan Wanara, terlihatlah seraut wajah seorang pertapa sakti yang wajahnya mirip sekali dengan wajah Ki Ageng Jayamena berdiri sambil tersenyum di hadapan Wanara."Guru! Kenapa dia ada di tempat ini?" tanya Wanara dalam hati.Orang tua yang wajahnya sangat mirip dengan Ki Ageng Jayamena lantas tersenyum memandangi wajah Wanara yang tampak kebingungan itu.Bertanyalah Wanara sambil memandangi wajah orang tua yang mirip sekali dengan wajah gurunya, "Apakah kau ini guruku? Guru mau ke mana? Kenapa berada di tempat ini?" cecar Wanara beberapa pertanyaan sambil terus mengamati gerak-gerik orang tua yang mirip sekali dengan gurunya."Aku datang sengaja ingin memberikan tugas untukmu," jawab Ki Ageng Jayamena suaranya terdengar berat tak berirama.Wanara tampak curiga, hingga berdesis dalam hati, "Aku rasa, ini bukanlah guruku. Tapi siapa, yah?"Meskipun demikian, Wa
Wanara bergerak dengan lihai dan cekatan, meskipun memiliki postur tubuh lebih kecil dibandingkan dengan postur tubuh kedua prajurit tersebut. Akan tetapi, Wanara tidak perlu bersusah payah dalam meladeni mereka.Dua pukulan keras ia hujamkan dalam waktu singkat dan secepat kilat mengenai kepala dua prajurit itu, sehingga mereka pun jatuh dan tidak bisa melanjutkan pertarungan tersebut."Aku sudah bilang kalian tidak boleh menghalangiku," kata Wanara sambil mengangkat kaki kanannya.Ketika Wanara hendak menghentakkan kakinya untuk menginjak perut salah satu prajurit tersebut. Tiba-tiba terdengar suara seruan dari arah belakang, "Hentikan, Pendekar! Yang mulia sudah mengizinkan kau untuk memasuki istana ini," ucap suara tersebut.Sehingga, Wanara pun segera berpaling ke arah belakang. Sesosok pria paruh baya berdiri tegak dengan sebilah pedang menyanggul di punggungnya."Kau siapa lagi?" tanya Wanara di antara deru napasnya menatap tajam wajah pria
Wanara terbangun dari tidurnya, ia tampak kaget sekali ketika bangun Guliwang tengah duduk di sampingnya."Ya, Dewata agung! Kau ini sudah membuat aku kaget saja!" kata Wanara menepuk pundak pengawalnya itu"Maaf, Raden. Tadi aku cemas melihat Raden tidur berbicara tentang Dewa Petir," jawab Guliwang bersikap hormat terhadap Wanara. "Aku khawatir, Raden sakit karena kelelahan, sehingga Raden tidur lelap dan mengigau," sambung Guliwang.Wanara tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Kau benar, aku tadi mimpi panjang. Aku mimpi bertemu Prabu Merta Jaya yang menyerupai guruku, kemudian aku terbang ke langit dan bertarung dengan dua punggawa langit. Setelah mengalahkan mereka aku diberi izin oleh Dewa Kilat Narasoma untuk menghadap sang Dewa Petir," tutur Wanara."Kata guruku kalau ada di antara manusia atau bangsa jin yang bermimpi mencapai kerajaan langit, itu tandanya jin atau manusia tersebut akan dianugerahi kedudukan tinggi oleh Dewa," kata
"Kalian boleh bersenang-senang, aku dan Guliwang akan segera kembali ke padepokan. Jika kalian ingin bermain ke alam manusia, maka kalian aku bebaskan untuk berkunjung ke padepokan!" ujar Wanara berkata penuh kesungguhan."Terima kasih Raja Bumi, kami akan merindukanmu," sahut salah satu dari para siluman itu.Wanara hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian, ia berpaling ke arah Guliwang. "Ayo, Guliwang. Kita berangkat sekarang!" ajak Wanara lirih."Baik, Raden." Guliwang mengangguk tanda mematuhi apa yang dikatakan oleh Wanara."Bersenang-senanglah kalian! Aku pamit sekarang," pungkas Wanara dengan lantangnya.Tanpa membuang waktu lagi. Sekejap pun mereka telah melesat terbang untuk segera pulang ke Padepokan Dewa Petir di mana para prajurit padepokan tersebut sudah menunggu Wanara dengan harap-harap cemas, dan menantikan kabar dari sang pemimpin mereka yang sudah hampir empat belas hari meninggalkan padepokan.Sementara itu, p
Meskipun demikian, para prajurit tersebut sudah terlanjur dirasuki rasa takut. Sehingga mereka mulai mundur perlahan, dan segera berlarian meninggalkan tempat itu."Prajurit! Kalian mau ke mana? Pertarungan kita belum selesai!" teriak Wanara meloncat dari batang pohon dan terbang mengejar belasan prajurit itu.Namun, para prajurit itu sudah tidak menghiraukan lagi teriakan Wanara. Mereka berlari sekencang-kencangnya demi menghindari Wanara yang mereka anggap sebagai siluman. Para prajurit itu pun khawatir, jika Wanara akan membunuh mereka.Satu hentakan saja, Wanara sudah dapat mengejar para prajurit tersebut. Ia mendarat sempurna di hadapan belasan prajurit yang tampak ketakutan itu."Berhentilah! Kalian belum menyelesaikan pertarungan ini!" ujar Wanara membentangkan kedua tangannya.Sontak para prajurit itu menghentikan langkah mereka. Kemudian bersujud di hadapan Wanara, salah seorang dari mereka pun berkata, "Ampuni kami Siluman!" Tubuhnya berg