Ketika matahari sudah terik dan terasa panas menyengat. Maka, Senapati Jasena langsung menyeru kepada para prajuritnya untuk segera beristirahat dan mendirikan tenda di sebuah hutan yang ada di bawah perbukitan dekat dengan lembah Kalen Laes yang masih masuk ke dalam wilayah kerajaan Bayu Urip bagian timur.
"Sebaiknya kita beristirahat saja dulu! Ini adalah tempat yang bagus, sang raja pasti menyukai tempat ini!" seru Senapati Jasena. "Kalian segera dirikan perkemahan dan persiapkan makanan untuk sang raja dan permaisurinya!" sambung Senapati Jasena kepada para prajurit dan juga para pelayan yang ikut dalam rombongan tersebut."Baik, Gusti Senapati," sahut salah seorang pimpinan pelayan tersebut menjura kepada sang senapati.Setelah itu, mereka pun langsung membagi tugas dengan mendirikan tenda terlebih dahulu untuk dijadikan tempat penyimpanan bahan-bahan makanan. Setelah itu, mereka segera mempersiapkan kebutuhan untuk memasak dengan dibantu oleh puluhan pPada malam harinya, Raja Wanara dan ketiga senapatinya tengah berbincang santai di depan tenda sambil menikmati sajian sederhana yang tersedia di hadapan mereka.Sementara itu, Santika dan Sekar Widuri sudah terlelap tidur di dalam tenda dengan dikawal ketat oleh para prajurit wanita yang menjadi pengawal pribadi sang ratu."Susana malam ini sangat dingin sekali. Akan tetapi, langit sangat cerah dan bulan pun bersinar terang. Sungguh indah luar biasa," desis Senapati Yandradipa mengangkat wajahnya menatap keindahan langit yang tampak cerah itu."Mungkin ini pertanda akan datangnya musim kemarau, setelah lama kita mengalami musim Siak," sahut sang raja sambil menikmati hidangan sederhana yang disajikan oleh para pelayannya.Kemudian, Senapati Jasena menyahut pula, "Iya, Baginda. Sepertinya ini memang sudah waktunya pergantian musim."Raja Wanara menghela napas dalam-dalam, kemudian mengangkat wajahnya dan memandangi langit yang tampak cerah itu, ser
Siluman itu sangat tangguh. Ia dapat bertarung dengan sebaik-baiknya. Meskipun usianya sudah tua, namun ia memiliki pengalaman dan kemampuan memancing Raja Wanara dengan gerak tipu yang diperagakannya."Kau telah melumpuhkan kawanku, maka terimalah pembalasan dariku ini!" bentak siluman itu bersuara keras dan terdengar parau."Berhentilah! Jangan kau menganggu kami!" Raja Wanara pun balas membentak sambil meloncat tinggi dan memukul keras kepala makhluk tersebut.Sontak tubuh siluman itu terhempas jauh hingga membentur batu padas yang ada di sekitaran tempat tersebut. Akan tetapi, ia tidak menyerah begitu saja. Siluman itu bangkit dan menggeram sambil menatap tajam wajah sang raja, dari mulutnya menyemburkan api bak seekor naga."Hati-hati, Baginda Raja!" teriak Senapati Jasena tampak khawatir melihat pemandangan seperti itu.Raja Wanara hanya tersenyum sambil meloncat tinggi demi menghindari serangan dari siluman tersebut yang menyemburkan api dar
Setelah berhasil mengalahkan siluman-siluman tersebut, Raja Wanara langsung mengajak para senapatinya untuk kembali ke tenda saat itu juga. Sementara itu, kedua permaisurinya pun sudah terjaga dari tidur mereka, dan tengah menunggu kedatangan suami mereka dengan perasaan cemas. Setibanya di perkemahan, sang raja segera memerintahkan kepada para prajuritnya agar tidak lengah dan bersiaga penuh secara bergiliran. Karena, sang raja khawatir akan datang kembali teror dari para siluman utusan Raja Nainggolo. "Sebaiknya, kalian tetap bersiaga dan berjaga secara bergiliran!" kata sang raja mengarah kepada salah seorang prajurit senior yang bertanggung jawab atas tugas keamanan di perkemahan tersebut. "Baik, Baginda Raja. Hamba akan segera mengaturnya," jawab prajurit senior itu. Malam terasa semakin dingin, suasana pun sudah mulai sepi. Tidak terlalu gaduh oleh hilir-mudik para prajurit, karena sebagian dari mereka sudah terlelap tidur. Dan hanya men
Di pulau Jowaraka, tepatnya di wilayah kerajaan Rawamerta. Setiap malam pergantian musim Siak, para penduduk di wilayah kerajaan tersebut, selalu menyambutnya dengan menabuh kentongan. Mereka bergembira ria menyongsong datangnya waktu pergantian musim tersebut, Siak yang berarti sebuah keberuntungan. "Ayo, keluarlah!" teriak seorang pemuda sambil menabuh kentongan diikuti oleh pemuda-pemuda desa lainnya. Sehingga para penduduk yang sudah terlelap tidur pun menjadi terbangun, ikut berbaur dan bergembira ria merayakan pertanda akan datangnya musim Siak. Menurut kitab kuno dari kerajaan Rawamerta, musim Siak ditandai dengan munculnya awan hitam di angkasa, yang berbentuk seperti seekor naga raksasa sedang menelan bulan purnama, sehingga bumi akan berubah gelap gulita, karena bulan terhalang awan yang dipercaya sebagai jelmaan naga raksasa. Seketika bintang Sangkuti akan muncul dari arah timur. Oleh karena itu, maka penduduk pun percaya kalau pergantian musim sud
Beberapa tahun kemudian....Ketika Wanara sudah menginjak usia 23 tahun. Ia mengajukan permohonan kepada gurunya, untuk melakukan perjalanan jauh ke wilayah kerajaan Jantara yang berada di sebrang lautan. Wanara berniat untuk mencari kitab kuno yang dinamakan kitab Jala yang konon di dalam kitab tersebut terdapat banyak ilmu dan pengetahuan yang bisa membuat pemiliknya akan menjadi seorang kesatria pilih tanding. Jika dapat mempelajari dengan baik kitab tersebut, dan kitab Jala akan menjadikan pengamalnya menjadi seorang pemimpin terhebat di jagat raya. "Maaf, Guru. Aku ingin mengatakan sesuatu kepada Guru," ucap Wanara berkata kepada Ki Ageng Jayamena. "Tentang apa, Wanara? Katakan saja!" sahut Ki Ageng Jayamena. "Izinkan aku untuk melakukan perjalanan jauh menuju kerajaan Jantara, aku berkeinginan mencari tahu tentang kitab kuno itu. Sebagaimana yang telah Guru ceritakan kepadaku," ucap Wanara ber
Pada keesokan harinya, Wanara ditemukan dalam kondisi mengenaskan oleh dua orang pemuda. Tubuhnya dipenuhi sampah-sampah pantai yang terbawa ombak hampir menutupi tubuh Wanara, dan pakaiannya pun dalam keadaan basah oleh air laut. Ketika dua pemuda tersebut tiba di pantai itu, tubuh Wanara hampir tergerus ombak. Beruntung kedua pemuda itu langsung menolongnya, dan membawa Wanara ke sebuah gubuk tempat tinggal mereka yang ada di dalam hutan bakau tidak jauh dari pesisir pantai itu. "Langsung masukkan ke dalam saja!" kata salah seorang pemuda tersebut mengarah kepada kawannya. "Bantu aku! Orang ini tubuhnya sangat berat sekali," desis kawannya. Dengan demikian, kawannya pun langsung membantu membawa Wanara masuk ke dalam gubuk tempat tinggal mereka. Tubuh Wanara langsung dibaringkan di atas bebalean yang ada di dalam gubuk itu. "Sepertinya orang ini sudah satu malam berada di pantai," k
Dalam perjalanan menuju ke sebuah perkampungan yang ada sebelah timur hutan tempat tinggalnya, Jasena berpapasan dengan dua orang pria yang tidak ia kenal. Mereka tampak sinis ketika melihat kedatangan Jasena, dua orang itu terus memandangi wajah Jasena. Namun, Jasena tetap bersikap tenang dan bertutur sapa dengan sopan terhadap kedua pria itu. Tiba-tiba, salah seorang dari mereka berteriak memanggil Jasena, "Hai, Anak muda! Kemarilah sebentar!" Seketika, Jasena menghentikan langkahnya. Lalu ia berpaling ke arah kedua pria itu. "Iya, Ki. Ada apa?" jawab Jasena balas bertanya. "Kemarilah!" pinta salah satu dari dua orang pria itu. "Mau apa mereka?" desis Jasena segera menghampiri. Setelah berada di hadapan kedua pria tersebut, Jasena hanya diam dan tidak berkata apa-apa. Salah satu dari mereka kembali bertanya, "Kau mau ke mana, Anak muda?" Jasena me
Wanara tampak kaget dan segera bangkit dari tempat pembaringannya. "Ternyata aku hanya mimpi," desis Wanara. Wanara langsung meraih gelas yang terbuat dari potongan batang bambu berukuran sedang, kemudian menuangkan air dari dalam kendi ke dalam batang bambu tersebut. "Kau kenapa, Wanara?" tanya Sumadra bangkit dan mengamati Wanara yang sedang minum. "Aku mengalami mimpi," jawab Wanara terengah-engah. Sumadra tampak penasaran, lantas ia pun bertanya lagi, "Mimpi tentang apa, Wanara?" Wanara pun segera menceritakan tentang mimpinya itu kepada Sumadra. Tak hanya Sumadra, Jasena pun saat itu sudah terjaga dari tidurnya karena mendengar suara gaduh kedua sahabatnya itu. "Menurut cerita para penduduk, memang benar kalau di hutan ini terdapat manusa pondok, seperti yang masuk dalam mimpimu itu," timpal Jasena sambil menatap wajah Wanara yang dipenuhi keringat.