Wanara terbangun dari tidurnya, ia tampak kaget sekali ketika bangun Guliwang tengah duduk di sampingnya.
"Ya, Dewata agung! Kau ini sudah membuat aku kaget saja!" kata Wanara menepuk pundak pengawalnya itu
"Maaf, Raden. Tadi aku cemas melihat Raden tidur berbicara tentang Dewa Petir," jawab Guliwang bersikap hormat terhadap Wanara. "Aku khawatir, Raden sakit karena kelelahan, sehingga Raden tidur lelap dan mengigau," sambung Guliwang.
Wanara tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Kau benar, aku tadi mimpi panjang. Aku mimpi bertemu Prabu Merta Jaya yang menyerupai guruku, kemudian aku terbang ke langit dan bertarung dengan dua punggawa langit. Setelah mengalahkan mereka aku diberi izin oleh Dewa Kilat Narasoma untuk menghadap sang Dewa Petir," tutur Wanara.
"Kata guruku kalau ada di antara manusia atau bangsa jin yang bermimpi mencapai kerajaan langit, itu tandanya jin atau manusia tersebut akan dianugerahi kedudukan tinggi oleh Dewa," kata
"Kalian boleh bersenang-senang, aku dan Guliwang akan segera kembali ke padepokan. Jika kalian ingin bermain ke alam manusia, maka kalian aku bebaskan untuk berkunjung ke padepokan!" ujar Wanara berkata penuh kesungguhan."Terima kasih Raja Bumi, kami akan merindukanmu," sahut salah satu dari para siluman itu.Wanara hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian, ia berpaling ke arah Guliwang. "Ayo, Guliwang. Kita berangkat sekarang!" ajak Wanara lirih."Baik, Raden." Guliwang mengangguk tanda mematuhi apa yang dikatakan oleh Wanara."Bersenang-senanglah kalian! Aku pamit sekarang," pungkas Wanara dengan lantangnya.Tanpa membuang waktu lagi. Sekejap pun mereka telah melesat terbang untuk segera pulang ke Padepokan Dewa Petir di mana para prajurit padepokan tersebut sudah menunggu Wanara dengan harap-harap cemas, dan menantikan kabar dari sang pemimpin mereka yang sudah hampir empat belas hari meninggalkan padepokan.Sementara itu, p
Meskipun demikian, para prajurit tersebut sudah terlanjur dirasuki rasa takut. Sehingga mereka mulai mundur perlahan, dan segera berlarian meninggalkan tempat itu."Prajurit! Kalian mau ke mana? Pertarungan kita belum selesai!" teriak Wanara meloncat dari batang pohon dan terbang mengejar belasan prajurit itu.Namun, para prajurit itu sudah tidak menghiraukan lagi teriakan Wanara. Mereka berlari sekencang-kencangnya demi menghindari Wanara yang mereka anggap sebagai siluman. Para prajurit itu pun khawatir, jika Wanara akan membunuh mereka.Satu hentakan saja, Wanara sudah dapat mengejar para prajurit tersebut. Ia mendarat sempurna di hadapan belasan prajurit yang tampak ketakutan itu."Berhentilah! Kalian belum menyelesaikan pertarungan ini!" ujar Wanara membentangkan kedua tangannya.Sontak para prajurit itu menghentikan langkah mereka. Kemudian bersujud di hadapan Wanara, salah seorang dari mereka pun berkata, "Ampuni kami Siluman!" Tubuhnya berg
Keesokan harinya, Wanara sudah mempersiapkan dua ribu pasukan khusus yang kemungkinan akan segera bergerak menuju pantai utara pulau Jowaraka."Sebentar lagi kita akan segera berangkat ke utara! Apakah kalian siap?" kata Wanara dengan suara lantang berdiri gagah di hadapan dua ribu prajurit yang memenuhi halaman padepokan tersebut."Siap!!!" sahut ribuan prajurit itu serentak. Menjadikan suasana gaduh dan bergemuruh.Wanara tersenyum bangga melihat kesiapan dari para prajuritnya. Kemudian, ia berkata lagi, "Kalian akan dipimpin oleh Jasena dan Sumadra. Mereka yang akan bertanggung jawab selama melakukan serangan ini, aku dan Guliwang akan menyusul pada malam hari nanti!" tegas Wanara.Setelah itu, ia pun langsung memerintahkan Jasena dan Sumadra untuk segera berangkat menuju pantai utara pulau Jowaraka. Saat itu, pasukan Dewa Petir akan melakukan pengusiran terhadap para prajurit kerajaan Rawamerta yang telah lama mendiami wilayah tersebut.Bahkan
"Lantas, apa yang harus kita lakukan Gusti Prabu?" tanya Jaya Wiguna meluruskan pandangannya ke wajah sang raja."Panggil para senapati! Kita adakan pertemuan sekarang, aku tunggu di ruang utama istana!" tegas Prabu Bagaskara langsung bangkit dan berlalu dari hadapan Jaya Wiguna."Kenapa harus melibatkan tiga senapati bodoh itu dalam menghadapi kekacauan ini?" desis Jaya Wiguna.Meskipun demikian, Jaya Wiguna tetap melaksanakan tugas dari Prabu Bagaskara. Ia langsung melangkah keluar dari ruangan tersebut.Kemudian, ia memerintahkan kepada salah seorang prajurit untuk segera memanggil para senapati agar segera menghadap sang raja di ruang utama istana.Kebetulan saat itu ketiga senapati yang dimaksud tengah berada di pendapa istana. Maka, prajurit yang diberi tugas oleh Jaya Wiguna itu langsung melangkah menghampiri para senapati tersebut.Setibanya di pendapa istana, prajurit itu langsung menyampaikan pesan dari Jaya Wiguna kepada Senapati
Pasukan dari Padepokan Dewa Petir semakin mendekati wilayah kademangan Turonggo. Jasena dan Sumadra sebagai panglima tertinggi segera mengatur strategi pasukannya dari barisan depan hingga barisan belakang untuk melakukan serangkaian serangan ke jantung pertahanan musuh."Kita akan melakukan serangan pada waktu malam. Aku harap sebagian dari kalian segera mendirikan perkemahan di tempat ini!" ujar Jasena berkata kepada para prajurit senior yang berjumlah sekitar seratus orang yang ia percaya sebagai pimpinan dari kelompok-kelompok kecil dari pasukannya.Salah seorang dari mereka kemudian menyahut, "Lantas apakah prajurit yang ada di desa Nelayan akan bergabung dengan kita, Panglima?""Itu sudah pasti, mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Begitu pula dengan prajurit jin yang dipimpin oleh Ki Butrik, sebentar lagi mereka akan segera tiba!" tandas Jasena menjawab pertanyaan salah seorang prajurit senior.Dengan demikian, para prajurit senior itu langsung m
Pada malam harinya, dari pihak kerajaan pun sudah bersiaga penuh dengan menyiapkan armada tempur dan para prajurit yang berjumlah sekitar delapan ribu orang dengan perlengkapan senjata yang mumpuni siap digunakan untuk menghadapi serangan lawan yang mereka anggap sebagai pemberontak. Begitu juga dengan para prajurit Padepokan Dewa Petir, mereka sudah bersiap hendak melakukan serangan pertama ke jantung pertahanan musuh yang telah menguasai daerah tersebut. Meskipun mereka kalah jumlah. Namun, mereka tampak berani dan tidak merasa gentar dalam menghadapi para prajurit kerajaan yang bersenjatakan lengkap itu, karena mereka didukung oleh dua pasukan siluman yang memiliki kekuatan tinggi dan sukar direksi keberadaannya. "Bersiaplah!" seru Jasena duduk di pelana kudanya dengan sebilah pedang menyanggul di punggung. "Berangkatlah sekarang!" perintah Wanara mengarah kepada para prajuritnya yang sudah tidak sabar lagi hendak melakukan pengusiran terhadap para
Senapati Loguna kemudian bertempur semakin cepat. Sambil mengerutkan kening ia melihat korban tusukan pedang Jasena bergelimpangan. Mereka adalah para prajurit setianya yang masih bertahan menemaninya bertempur.Namun kemudian terasa bahwa ia harus berbuat lebih banyak lagi dari yang sudah dilakukannya. "Aku tidak boleh berlari dari pertempuran ini. Aku harus bisa mengalahkan mereka," desis Senapati Loguna dalam hati.Senapati Loguna masih selalu dapat mengendalikan diri agar tidak gegabah dalam melakukan serangan terhadap para prajurit Padepokan Dewa Petir. Terutama kepada Wora Saba yang tengah dihadapinya itu.Oleh sebab itu, ia pun kemudian langsung menghunus pedangnya. Bukan karena terdesak oleh kemarahan yang membabi buta. Tapi dengan perhitungan-perhitungan yang menentukan, bahwa ia memang harus menggunakan senjata andalannya itu setelah pedang yang pertama ia keluarkan patah oleh pedang Wora Saba.Kilauan cahaya keluar dari ujung pedang te
Usai terbunuhnya dua senapati kerajaan Rawamerta. Yakni, Senapati Landaka dan Senapati Loguna, maka Jasena segera memerintahkan para prajuritnya untuk mengevakuasi jasad prajurit yang telah binasa dan juga mengevakuasi para prajurit yang terluka akibat pertempuran pada malam itu.Setelah itu, pasukannya langsung kembali ke perkemahan untuk mengurus para prajurit yang menjadi korban dari pertempuran itu, sekaligus hendak beristirahat sejenak.Wanara melarang keras para prajuritnya agar tidak menghancurkan barak milik para prajurit kerajaan Rawamerta. Karena, ia berniat akan merebut barak tersebut dalam serangan berikutnya, dan akan menjadikannya sebagai markas utama bagi para prajurit Padepokan Dewa Petir.Setibanya di perkemahan, Jasena dan Sumadra langsung menghadap Wanara yang saat itu tengah berbincang dengan Ramanggala yang baru saja tiba di perkemahan tersebut dengan membawa tujuh ribu pasukan, sehingga padukan di perkemahan itu bertambah menjadi dua belas