Share

Jangan Pergi

Melihat dina yang melangkah pergi Angga tersadar, dipeluknya tubuh Dina dari belakang sangat erat, seolah dia sangat takut kalau Dina akan menghilang dari hidupnya.

“Jangan pergi.”

“Mas apa-apaan sih aku mau kerja, urusan anak-anak dan Keira, hanya butuh sedikit usaha saja mereka pasti luluh, mereka anak-anak yang baik, yang tahu bagaimana harus bersikap, tinggal dia pantas tidak untuk mendapat perhatian anak-anak.”

Angga melepaskan pelukannya di tubuh Dina tapi sebagai gantinya laki-laki itu, membalikkan bahu sang istri dan menatapnya tajam.

“Aku ingin bicara, tolong dengarkan sebentar saja, atau kamu tidak boleh kerja lagi.”

Dina menatap suaminya tak percaya, tadi Angga membentaknya sekarang diancam, luar biasa memang suaminya ini.

Dina benci dirinya sendiri yang malah menuruti Angga dan melangkah ke tempat tidur. Kenapa sejak dulu dia selalu saja menjadi wanita naif yang selalu melakukan apapun yang diinginkan sang suami.

Di sini dia istri Angga bukan pegawai kantornya yang bisa diperintah sesuka hati.

"Apakah ini ancaman?"

"Aku hanya ingin kamu mendengarkan aku sebentar saja."

Dina menatap suaminya tajam, dia muak dengan ini semua sungguh.

"Bicaralah."

"Kita duduk dulu, tadi juga kamu belum sarapan, apa kamu mau aku minta bibi bawakan makanan ke mari?"

"Tidak perlu aku bisa ambil sendiri lagi pula Ara pasti sudah menungguku."

"Iya, anak kita Ara, dia sudah semakin pintar saja, aku lihat sekarang dia sudah bisa makan sendiri dengan baik," kata Angga sambil tersenyum.

"Iya, sejak dia berumur dua tahun, aku memang membiasakan Ara makan sendiri, jadi tidak heran jika sekarang bisa makan sendiri dengan baik, dia sudah empat tahun."

"Kamu memang ibu yang hebat," puji Angga tulus, dia tersenyum dan membelai rambut sang istri lembut

"Terima kasih, jadi apa yang mau Mas bicarakan, Mas nggak mungkinkan mengajakku bicara serius hanya menanyakan masalah Ara?" tanya Dina dengan nada mengejek.

Angga bukannya marah atas ejekan sang istri dia malah tersenyum merasa bersalah.

"Apa aku salah menanyakan masalah perkembangan putri kita sendiri, aku jarang di rumah jadi wajar kalau aku bertanya?"

"Tidak salah memang, tapi hanya aneh saja kenapa baru sekarang bertanya, Ara sudah berumur empat tahun dan selama ini Mas terkesan cuek padanya, apa karena aku yang melahirkannya?"

Angga terkejut akan pemikiran istrinya.

"Apa maksudmu, Din? Kamu istriku dan melahirkan anakku, apa yang salah dengan itu?"

"Tidak ada, Mas, Kalau saja aku wanita yang kau harapkan untuk menjadi istrimu, aku tahu kita memang tak sederajat, kita--."

Dina tak sempat melanjutkan ucapannya karena bibirnya sudah dibungkam oleh bibir lembut Angga, sejenak mereka larut dalam kegiatan itu.

Angga seolah ingin menyampaikan kalau Dina juga berharga dalam hidupnya, dia bahkan tak pernah punya pikiran sepicik itu.

Angga mengakui dia memang belum mampu melupakan almarhum istrinya dan mencintai Dina dengan sepenuh hatinya, lima tahun pernikahan mereka Angga masih terus berusaha menumbuhkan rasa cinta untuk Dina, tapi sekarang ada Keira juga yang harus pelan-pelan juga dia cintai, tapi sungguh Angga sangat menyayangi Dina, dan tak akan rela kehilangan Dina.

Dina bagi Angga adalah teman, sahabat, adik dan partner yang sangat baik untuknya, Angga bahkan selalu mensyukuri pernikahannya dengan Dina.

Dia tak tahu bagaimana harus mengurus anak-anaknya tanpa Dina.

"Jangan pernah merasa rendah diri lagi, kamu istriku yang berharga, tak ada seorang pun di dunia ini yang boleh mengganggumu."

Dina bukannya tersanjung dengan kalimat sang suami tapi justru miris, seolah Angga baru saja mengatakan kalau dia hanya barang yang sangat berharga karena saat ini masih berguna. Entahlah mungkin otaknya sedang eror atau mungkin efek pernikahan suaminya kamarin jadi hatinya sudah sangat kebas.

"Kamu itu wanita yang sempurna, Din, aku selalu kagum padamu."

"Tapi tidak sesempurna istrimu yang lain sehingga tidak pantas untuk dicintai," cibir Dina, dia sedikit beringsut menjauh dari sang suami tapi Angga yang sedang ingin mengambil hati Dina meraih tubuh wanita itu dan memeluknya lembut.

"Bukan tidak tapi belum, suatu hari nanti aku yakin aku akan cinta mati padamu, beri aku waktu."

Dina hanya diam dan berdoa dalam hati semoga itu lekas terjadi.

Awal pernikahan dia memang tidak memiliki perasaan lebih pada sang suami, tapi terbiasa tidur bersama, berbagi suka dan duka membuat perasaan itu tumbuh dengan sendirinya, makin lama makin dalam sampai dia takut akan cinta itu.

Angga memang sosok yang gampang dicintai, wajahnya yang sangat tampan dan harta yang melimpah ditambah lagi sifatnya yang ramah dan bijaksana.

"Jadi apa yang ingin Mas bicarakan denganku?"

Angga menghela nafas berusaha merangkai kata yang tepat agar tak melukai hati sang istri.

"Apa kamu keberatan kalau Keira juga tinggal di rumah ini?" sejenak Dina terkejut dengan pertanyaan Angga, bukankah semalam Angga berniat mencarikan rumah di sekitar sini, kenapa sekarang berubah lagi, tapi secepat pikiran itu hadir secepat itu juga Dina mengusirnya, Dia penasaran dengan alasan sang suami.

"Ini rumah Mas jadi terserah Mas saja," jawabnya datar.

"Ini bukan rumahku saja, sejak Laras meninggal kamulah pemilik rumah ini, karena itu aku meminta ijin padamu."

Dina mengerutkan kening tak paham dengan pemikiran suaminya. Bukankah ada anak-anak Mbak Laras, yang Angga tegaskan dulu akan mewarisi rumah ini.

Angga yang mengerti kebingungan Dina hanya tersenyum lalu berkata, "Aku pernah mengusulkan kita untuk pindah ke rumah baru tapi kamu bilang nyaman di sini, jadi aku berikan rumah ini untukmu, dan untuk anak-anak aku sudah mempersiapkan beberapa tabungan yang kau juga tahu."

Dina mengangguk mengerti maksud suaminya, sebenarnya dia tak pernah menuntut apapun dari sang suami, tapi dia juga tak akan berkomentar tentang hal itu, toh baginya rumah ini tetap rumah bersama dia hanya numpang tinggal di sini selama masih jadi istri Angga.

"Jadi bagaimana?"

"Terserah Mas saja."

"Bukan terserah aku, aku tak ingin menyakiti kalian berdua tapi kondisi Keira membuatku tak tega meninggalkannya sendiri, sedangkan aku juga ingin selalu bersama kamu dan anak-anak, kamu tahukan aku sering kerja sampai malam dan punya sedikit waktu dengan keluarga."

Sebenarnya Dina ingin membantah pendapat Angga itu tapi sangat tak ada gunanya.

"Beri aku waktu untuk berpikir sejenak, dan selama beberapa hari aku akan menginap di panti aku tak akan menganggu kalian."

Angga menatap Dina dengan tajam, tapi Dina juga tak mau kalah dia akan mempertahankan keinginannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status