Apa yang akan terjadi ya kira-kira, selamat membaca kak, terima kasih. Oh ya ketinggalan, Selamat tahun baru ya kak semua, semoga di tahun 2024 apa yang diimpikan terwujud Aamiin.
"Tuan jangan." Sekali lagi Rara meminta pada Raymond agar tidak melakukan apa-apa tapi Raymond tidak cukup kuat menahan hasrat yang muncul, hingga bibirnya dengan cepat mengunci bibir Rara.Bibir yang semula mengatakan jangan perlahan berkhianat, tangan yang awalnya terus mendorong bidang datar pria itu juga mulai tenang bahkan turut menggenggam tangan yang kini menggenggamnya.Kerinduan serta cinta yang terus bergejolak membuat keduanya hanyut dalam rasa cinta, bibir mereka menyatu dalam satu kegiatan yang dulu sering mereka lakukan.Mata mulai terpejam menikmati setiap kecupan lawan mainnya, nafas mulai memburu ketika paru-paru sudah mulai kehabisan persediaan gas oksigennya."Sayang." Nafas keduanya memburu.Baik Raymond maupun Rara kini terlihat mengambil udara dalam-dalam, keduanya saling pandang dan mulai ada rasa malu."Maaf Sayang, aku tak bisa melawan keinginan untuk tidak menyentuhmu." Klarifikasi kecil terucap setelah semua terjadi, tentu Rara hanya bisa mengangguk karena m
"I Love you Sayang." Tiga kata cinta dari Reyhan pagi itu membuat Rara terdiam, baru saja dia keluar dari mimpi indah bersama Raymond dan di dunia nyata dia dikagetkan dengan kata cinta dari pria yang kini menjadi kekasihnya. Reyhan mengusap rambut Rara kemudian dia beranjak dari tempat tidur. "Ayo bersiap," ajaknya. Kini mereka berdua bersiap akan berangkat setelah menyantap roti dan minum segelas susu. Memang menu pagi mereka hanya seperti itu, roti dan susu sudah cukup mencukupi gizi hingga siang nanti. Seperti biasa sesampainya di rumah sakit Rara melambaikan tangan pada Reyhan yang hendak melajukan mobilnya kembali. Setelah Reyhan pergi, dengan cepat Rara masuk ke dalam rumah sakit, dia ingin segera mengerjakan pekerjaannya yang ditinggal kemarin. Wanita itu cukup sibuk hari ini hingga dia mengabaikan ponsel yang sedari tadi berdering. Tak terasa jam makan siang telah datang, sama halnya kemarin David datang kembali untuk meminta Rara datang ke hotel. Alasan Raymond yang
Mereka berdua saling menatap, hingga perlahan bibir Raymond turun dan menyambar bibir wanita yang kini berada di bawah kungkungannya. Keduanya hanyut dalam cinta membara, suara decakan bibir mereka semakin terdengar jelas membuat keduanya semakin menggila. "Aku sudah tidak bisa menahannya lagi Sayang." Suara Raymond begitu berat, bagian bawahnya juga semakin keras dan membesar membuat celananya penuh sesak. "Tapi Tuan...." Belum melanjutkan kata-katanya Raymond sudah menjatuhkan bibirnya kembali. Kali ini Raymond tidak menerima alasan apapun, mereka saling mencintai jadi apa salahnya bercinta. "Tuan sudah."Pautan mereka terlerai karena Rara mendorong bidang datar Raymond dengan kuat. "Bagaimana dengan Pak Rey Tuan, mengertilah." Emosi Raymond seketika datang, dia paling tidak suka jika Rara terus saja memikirkan Reyhan dan memintanya mengerti. Sudah jelas-jelas dia tidak mencintai Reyhan tapi mengapa selalu saja memikirkan dokter itu. "Reyhan terus, kenapa sih kamu selalu memi
"Sayang besok aku harus segera kembali ke tanah air." Sambil membelai rambut wanitanya Raymond berpamitan. "Secepat itu kah Tuan." Wanita itu nampak tidak rela jika sang pria harus kembali ke negaranya. "Perusahaan memerlukan pemimpinnya, Mama juga datang dari benua putih." Meski tidak rela tidak ada yang bisa wanita itu lakukan, selain merelakan pria yang dia cintai kembali ke negaranya. "Baiklah Tuan, kira-kira kapan anda datang kesini lagi?" Raymond menggeleng, dia tidak tahu kapan harus kembali lagi yang pasti jika ada waktu luang dia akan menemui Rara. Sepulang dari hotel, seperti biasa Rara menyiapkan makanan untuk Reyhan, dia juga membersihkan rumah dan menyiram tanaman. "Capeknya." Wanita ini meregangkan otot-ototnya yang kaku karena full aktivitas. Rara belajar sambil menunggu Reyhan tapi sampai dia selesai wanita itu tidak mendengar tanda-tanda Reyhan pulang. Wanita itu turun ke bawah untuk mengecek dan memang benar Reyhan belum pulang. Hingga larut Reyhan tak kunj
"Apa yang kamu lakukan di Selandia Baru?" Baru saja masuk rumah, Raymond sudah disambut dengan pertanyaan sinis oleh mamanya."Bukan urusan Mama." sahutnya tanpa ekspresi.Tangan wanita paruh baya itu mengepal, kesabarannya benar-benar di uji oleh anak semata wayangnya tersebut."Tapi kamu mengabaikan persiapan pernikahan kamu Raymond!" Nada bicaranya semakin meninggi."Raymond kan sudah bilang jika batalkan saja pernikahannya."Emosi wanita itu semakin memuncak hingga tangannya terangkat ingin menampar pipi anaknya."Kenapa berhenti!" tantang Raymond.Wanita itu menurunkan tangannya, dia menghela nafas dalam-dalam dan mulai bicara halus dengan sang anak."Jika pernikahan ini dibatalkan pikirkan Jessica, pikirkan kedua orang tuamu ini, lagipula apa yang membuat kamu berubah pikiran seperti ini!"Wanita itu masih berpura-pura, dia memang menyembunyikan perihal pertemuannya dengan Rara waktu itu."Raymond tidak mencintai Jessica.""Lantas siapa wanita yang kamu cintai?"Raymond terdiam,
"Jangan pernah lakukan itu Tuan saya mohon." Pria itu menghela nafas dalam-dalam, melihat Rara seperti ini membuatnya tak tega. "Baiklah!" Seperti biasa, Raymond mengajak Rara ke hotel untuk melepas rindu, lama tak bertemu membuat keduanya bercerita banyak hal. "Tuan selama dua tahun ini apa yang anda rasakan?" Pertanyaan Rara membuat Raymond tersenyum, itulah hal terberat dalam hidupnya, dikerumuni penyesalan, digelangi rindu serta digerogoti rasa bersalah membuatnya bak zombie, hidup segan mati tak mau. "Kehilangan dirimu adalah hal terburuk dalam hidupku," jawabnya. "Sama Tuan," sahut Rara. Meski berawal dari seorang budak tapi cinta Raymond terhadap Rara begitu besar dan tulus, memang seorang bule mendeskripsikan cinta dengan hubungan intim, dan memang begitu budaya mereka berbeda dengan budaya timur yang menghargai sebuah pernikahan. Tak terasa hari sudah gelap, sudah waktunya Rara pulang, tapi sebelumnya Raymond mengajak Rara untuk makan malam di restoran terlebih dahul
"Pak Rey, sepulang dari kampus saya akan mengerjakan tugas di rumah Alice." Reyhan tersenyum, tentu baginya tidak masalah jika Rara mengerjakan tugas di rumah temannya. "Baiklah nanti kamu hubungi aku jika sudah selesai biar aku jemput." Segera Rara menggeleng karena nanti akan dijemput oleh Raymond. "Nggak usah Pak Rey, anda kan harus mengurusi pasien." "Nggak papa, kamu jauh lebih penting dari mereka." Wajah Rara memucat, bagaimana dia menjelaskan pada Raymond jika Reyhan yang akan menjemputnya. "Baiklah Pak Rey." Sepanjang perjalanan ke kampus, Rara begitu was-was, dia takut jika Raymond dan Reyhan menjemputnya bersamaan. "Apa yang kamu pikirkan sayang?" Pertanyaan Reyhan membuat Rara terkejut, buru-buru dia menatap kekasihnya. "Tugas saya Pak Rey," jawabnya sambil tersenyum. "Apa perlu aku datang ke rumah Alice untuk membantu?" Rara tertawa mendengar ucapan Reyhan, mana boleh seperti itu ini adalah tugasnya jadi Reyhan tidak boleh membantu. "Tak boleh!" Setelah
Pertanyaan Reyhan membuat Rara semakin bergetar hebat, dia tidak pernah berbohong sebelumnya jadi ketika berbohong nampak kentara sekali perubahan bahasa tubuhnya. "Sa sa saya dari...." Dia menggantung jawabannya karena tak tahu harus berkata apa. Air matanya meleleh, "Maafkan saya." Akhirnya kata maaf yang terucap. Segera Rara berlari masuk ke dalam kamarnya, hal ini tentu membuat Reyhan curiga dan bertanya-tanya, ada apa? Dokter itu segera menyusul kekasihnya ke kamar, meski curiga tapi dirinya juga khawatir hingga bisa mengontrol segala bentuk emosi. "Sayang ada apa?" Masih bisa bicara dengan lembut. Rara menggeleng, dia berusaha menghapus air matanya. Perlahan Reyhan mendekat, dia duduk di samping Rara yang tak mampu menatapnya. Dengan lembut Reyhan membelai rambut Rara, sebisa mungkin dia menenangkan kekasihnya. "Maafkan saya Pak Rey, maafkan saya." Tak ada kata lain yang bisa Rara ucapkan selain kata maaf. "Maaf untuk apa?" Dia hanya menggelengkan kepala karena tak san