Selamat membaca Kakak,
Kedua pria itu terkejut terlebih Raymond, raut wajahnya berubah siapa sangka Rara akan turun dan mengetahui apa yang telah terjadi di dapur. Tak kunjung mendapatkan jawaban, dia berjalan mendekat. Melihat keadaan dapur yang kacau balau membuatnya membolakan mata selebar-lebarnya. "Tuan-tuan apa yang kalian lakukan? kenapa dapur bisa seperti kapan pecah begini." Wanita itu seakan tak percaya dengan apa yang terjadi. Beberapa waktu yang lalu, dapur masih dalam keadaan yang bersih, tapi kini sudah seperti kapal pecah. Bola mata wanita itu menyelidik, hal yang membuatnya terkejut adalah saat telur yang baru dia beli sudah habis padahal dia baru mengambil satu butir. "Telur aku!" teriaknya kemudian berjalan di samping David. Tak tau harus menjawab apa David hanya menunjukkan tangannya yang masih memegang cangkang telur. "Sebenarnya ada apa ini?" Rara kembali bertanya. Raymond mengkode David untuk diam, tapi David tetap mengatakan yang sebenarnya. "Tuan Raymond ingin makan mie insta
"Kembalikan ponselku!" Tubuh Raymond benar-benar memanas, tanpa sadar dia melepas satu persatu kemeja yang dia kenakan. Jessica tersenyum penuh kemenangan, setelah dia bisa mendapatkan tubuh Raymond malam ini dia akan memelihara benih yang dikeluarkan, dengan begitu Raymond akan bertanggung jawab. Tanpa ragu dia naik ke atas tubuh yang kepanasan, melihat korbannya membuat Jessica perlahan membuka penutup tubuhnya namun saat bersamaan Mama Raymond memanggilnya sehingga dia membenahi bajunya dan keluar. Saat itulah bayangan Rara muncul, membuat Raymond beranjak dan mengambil ponselnya. "David datang ke rumah secepatnya!" Dengan tubuh berat, panas dan hasrat membara Raymond berjalan turun tangga, perlahan dia telah bisa keluar dari rumah. Dia meninggalkan mobilnya dan terus berjalan menuju gerbang depan. Untung posisi David dekat rumahnya sehingga tak butuh waktu lama untuk sampai. "Anda kenapa Tuan?" tanya David yang terlihat panik. "Bawa aku ke penthouse, aku butuh Rara secepat
"Darimana saja dirimu! ponsel nggak aktif!" Raymond terus memarahi asistennya dalam sambungan telpon. "Cepat panggilkan dokter!" Pria itu kembali marah karena dokter tak kunjung datang sedangkan tubuh kekasihnya panas kembali. "Sabar Tuan, mungkin dalam perjalanan," bujuk Rara. Mendengar ucapan sang wanita Raymond sedikit tenang dan benar saja sebuah panggilan masuk dari David. 'Tuan saya dan Dokter sudah ada di depan' Segera Raymond turun untuk membukakan pintu. "Lama sekali!" "Jangan marah dulu Tuan, tadi benar-benar macet." Dokter segera memeriksa keadaan Rara, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, istirahat dan minum obat sudah cukup meredakan demamnya. "Ini resep obatnya Tuan." Dokter menyodorkan secarik kertas pada Raymond. Dari tempat tidur, Rara turut menyahut, "Saya tidak mau minum obat." Raymond dan Dokter menoleh barengan, sehingga membuat Rara takut dan diam. Karena tugasnya sudah selesai Dokter pamit pulang, sedangkan David diperintahkan untuk menebus obat di
Segera wanita itu menggeleng, dia tidak ingin dosennya dipecat gara-gara dirinya."Tuan tugas ini sudah kemarin lagipula pak Dosen juga tidak tahu jika aku sakit." Wanita itu terus merayu berharap sang Tuan berubah pikiran."Kemarin atau tidak seharusnya bisa memaklumi mahasiswa yang belum bisa mengerjakan tugas bukannya malah memberikan nilai jelek bila tidak segera dikumpulkan!" Pria itu kelihatannya tidak ingin didebat.Rara benar-benar tidak enak jika besok dosen tersebut harus dipecat dari kampus. Dia memutar otak supaya Raymond menarik ucapannya kembali.Jalan satu-satunya hanyalah sebuah pergumulan, cara yang paling efektif meredam segala bentuk emosi sang Tuan."Tuan maafkan saya, tolong pikirkan lagi jika hendak memecat dosen saya," bujuk Rara.Tangan Rara melepas satu persatu kencing piyama yang dia kenakan, hingga terlihat hal yang membuat mata Raymond terus menatapnya."Apa yang kamu lakukan?" Pria itu berusaha mengalihkan pandangannya."Saya ingin melakukan sebuah negosia
Wanita itu segera mencicipi masakan yang dia sajikan atas meja makan, benar saja rasa masakannya sangat asin. "Maafkan saya Tuan." Ketakutan menyeruak masuk, Raymond pasti lapar tapi masakan yang dia buat begitu asin. Para koki memerintahkan pelayan untuk mengganti makanan yang asin, mereka tidak ingin mood sang Tuan jadi buruk. "Apa yang kamu pikirkan sehingga menyajikan makanan yang begitu asin," tanya Raymond dengan tatapan datar. Seharian mengurusi banyak pekerjaan membuatnya penat, pulang ke rumah ingin segera makan tapi makanannya tidak bisa dimakan. Di ruang makan bukan tempat untuk bercerita sehingga Rara hanya menggeleng. Selesai makan Raymond mengajak Rara pergi ke kamar, dia yang ada meeting meminta Rara untuk menyiapkan baju. "Tuan ada yang ingin saya bicarakan." Wanita itu was-was takut jika sang Tuan marah. Pandangan pria itu beralih, dia menatap wanitanya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Bicaralah!" Suaranya dingin sehingga membuat Rara ragu tapi dia harus
Seusai menjenguk pamannya seperti biasa Rara duduk di lobi rumah sakit sambil menunggu jemputan, saat itu dia melihat dua orang yang mungkin sepasang kekasih tengah berbicara. Rara nampak menyimak apa yang dibicarakan si pria pada si wanita. "Andaikan Tuan Raymond bisa romantis seperti pria itu," gumannya sambil tersenyum. Jemputan sudah datang, mau nggak mau Rara harus beranjak dari tempat duduknya meskipun dia masih ingin mendengarkan cara si pria menghibur si wanita. Sepanjang perjalanan pulang, Rara terus memikirkan perkataan pria tadi, bahkan dia ingin mengajak Raymond seperti apa yang pria itu katakan pada wanitanya. 'Jangan menangis, kamu akan sembuh. Nanti kalau kamu sembuh kita akan menonton, jalan -jalan dan menghabiskan waktu bersama di pantai' Begitulah yang Rara dengar dari percakapan mereka. Sekian detik setelah mobilnya parkir di halaman rumah, mobil Raymond masuk dengan diikuti mobil pengawalnya, segera Rara berdiri menyambut kedatangan sang kekasih plus tuannya.
Seusai menonton mereka berdua jalan-jalan menuju pantai, meski jarak yang ditempuh cukup jauh namun Raymond menuruti kemauan kekasihnya. "Dari sekian tempat kenapa pantai?" Pertanyaan Raymond membuat Rara menoleh menatapnya. Dari kecil Rara begitu menyukai pantai, entah mengapa setelah menatap ombak dan hamparan laut luas dia merasa tenang seolah beban dalam hidupnya berkurang. "Suara ombak memberi saya ketenangan Tuan, warna biru laut juga memberikan ketentraman pada jiwa saya," jawab Rara. "Kita berdua sama," sahut Raymond. Pria dingin itu ternyata juga menyukai pantai sama seperti Rara baginya pantai adalah tempat ternyaman ketika ada masalah. Beberapa waktu kemudian mereka telah tiba di pantai, melihat hamparan pasir membuat Rara bergegas turun dan berlari menuju bibir pantai. Akhirnya setelah sekian lama tidak mengunjungi tempat favoritnya. "Ayaaaahhh, iiiiiibuuuuu!" Dia terus memanggil kedua orang tuanya. Tanpa terasa air matanya terjatuh, matanya benar-benar perih meng
"Pak Rey tampan sekali ya Ra." Pujian Ana terhadap Dokter muda itu membuat Rara tersenyum. "Kamu tertarik ya An?" Segera Ana menggeleng tapi pipinya memerah karena malu. "Wajar sih kalau tertarik, wanita mana sih yang nggak tertarik dengan pria tampan." "Tapi Tuan kamu lebih tampan Ra," sahut Ana. "Mereka berdua tampan, satu blesteran Jerman satunya memiliki wajah ke arab-araban." Raymond dan Reyhan adalah pria idaman setiap wanita, bule dan Arab adalah jenis pria yang digandrungi semua kalangan. "Dah ah, ayo kita ke kantin, aku lapar." Wanita itu mengajak temannya pergi ke kantin, daripada terus menghibah pria blesteran Jerman dan blesteran Arab tersebut. Di sana ternyata ada Amanda dan gengnya, ketika pandangan mereka bertemu Amanda nampak kesal sekali dengan adik sepupunya. Wanita jahat itu memiliki ide untuk mengerjai adiknya, dia mengumumkan pada semua orang yang berada di kantin jika makanan serta minuman mereka Rara yang bayar. Mendengar hal itu mereka semua berso