Jam yang di letakan di atas dinding menunjukan pukul dua malam, tapi Arnav masih pula enggan menyingkir dari meja kerjanya. Belakangan ini memang dia banyak sekali mendapati beban di dalam dirinya. Tentang urusan rumah tangga, bahkan tentang urusan keluarga terutama ibunya. Itu cukup memusingkan untuk Arnav yang dahulu selalu santai dalam melakukan apapun dan bisa menyelesaikannya dengan baik. Namun dia ternyata memiliki kelemahan. Ya, berurusan dengan perempuan selalu tidak mudah dan rumit. Terkadang otaknya selalu sulit untuk mengolah segala situasinya. Logika berkata dia melakukan hal yang benar, tapi tetap saja bagi Raellyn itu masih salah. Terutama perkara soal ibunya yang masih pula belum berakhir. Sudah berlalu satu bulan sejak insiden sang Ibu yang tiba-tiba datang ke kediamannya bersama keluarga barunya tanpa konfirmasi lebih dulu. Hal itu masih menyisakan rasa dongkol yang teramat sangat.Jujur, memang sedikit berat baginya untuk beradaptasi terhadap roda waktu yang rupanya
Sejujurnya Raellyn sangat takut membuka kabar ini. Alasan semalam dia tidak ingin minum obat juga karena sebetulnya dia sedikit curiga dengan badannya yang tiba-tiba mudah merasa lelah dan sensitif terhadap sesuatu. Raellyn bahkan mengalami mual dan muntah-muntah hebat di pagi hari, yang makin memperkuat intuisinya. Hanya dia sama sekali tidak memperkirakan reaksi suaminya. Dia tidak tahu bahwa Arnav akan sesiaga itu terhadapnya. Dia benar-benar melakukan banyak hal yang tidak biasa dia lakukan.Itu membuat hati Raellyn menghangat dan tentu saja dia merasa bahwa tidak aka nada masalah bila dia memberitahukan soal ini kepada Arnav. Walaupun sisi dari dirinya berpikir tentang kontrak pranikah mereka dimana Raellyn akan otomatis di ceraikan oleh Arnav saat dia berhasil melahirkan seorang pewaris laki-laki. Ya, fakta itu sedikit mengganggunya. Tapi membohongi Arnav juga bukan ide bagus karena kehamilan adalah sebuah anugerah yang semestinya di syukuri oleh pasangan suami istri. Begitu pul
Raellyn tersadar bahwa dia tertidur pulas, makanya ketika dia terjaga dia sedikit takjub lantaran melihat sendiri posisi Arnav yang tertidur di sebelahnya dengan posisi telapak tangan yang berada di atas perutnya. Seulas senyum terukir di wajah wanita itu. Ini bisa di bilang langka. Setelah banyak hal terjadi, seperti debat kusir, pertengkaran, dan beberapa problematika. Raellyn kini bisa kembali menemukan sisi hangat dan juga kelembutan dari suaminya, dan itu cukup untuk membuat hatinya di penuh dengan binar kebahagiaan. Tak ingin mengganggu, Raellyn memutuskan untuk beranjak dari ranjang dan melihat waktu. Sebab tampaknya hari masih gelap di luar sana, dan dia juga tidak mendengar pelayan yang mulai bertugas. Melirik ke arah jam dinding, Raellyn menghela napas. Masih pukul empat pagi. “Oh.” Entah apa guna pula wanita itu menggumam untuk dirinya sendiri. Tapi segelintir kenangan di masa lalu tiba-tiba memenuhi. Dulu sekali, ketika dia masih lajang dia terbiasa pukul empat pagi unt
Begitu pagi seperti biasa, para pelayan di rumah mulai bekerja sesuai kewajiban masing-masing. Hiruk pikuk dapat langsung di rasakan oleh Raellyn ketika dia menyadari eksistensi suami juga ikut menghilang. Ini hari minggu, biasanya Arnav akan sedikit lebih lama di kasur tapi hari ini dia jadi lebih cekatan seperti hari-hari biasanya. Karena itu pula Raellyn tergelitik untuk mulai bangkit dari peraduan sampai pintu kamar terbuka lebar, disana sudah ada Mrs. Maddy yang mendorong sebuah meja beroda. Mirip seperti layanan kamar di hotel berbintang saja.“Nyonya, Anda tidak boleh beraktifitas berlebihan,” ujar Mrs. Maddy ketika dia telah mendekati Raellyn. Wanita itu seperti biasa tidak memperlihatkan ekspresi apa pun tapi Raellyn dapat dengan mudah menebak apa yang ada di kepalanya.“Selamat pagi Mrs. Maddy. Harusnya kau tidak perlu kerepotan begini,” sahut Raellyn. Kali ini dia sudah tidak merasa begitu pening dan tubuhnya juga sudah terasa jauh lebih baik dari beberapa saat yang lalu. M
Arnav pikir Raellyn akan memilih makanan manis untuk mengusir mood-nya yang buruk. Tapi rupanya wanita itu justru memilih daging sebagai pelampiasan dari rasa tak menyenangkan yang dia rasakan. Itu sebetulnya bukanlah hal yang sulit bagi Arnav, dia tidak keberatan bila istrinya menghabiskan uangnya karena Raellyn memilih sebuah restoran fancy yang tentu saja menjual daging sapi dengan kualitas terbaik. Satu persatu Raellyn membalik buku menu dengan teliti. Kemudian menunjuk pada sang pramusaji yang berdiri di dekatnya dan mendengarkan seluruh permintaan Raellyn. Ketika buku menu tersebut di berikan kepada Arnav, pria itu hanya tersenyum seraya menunjuk satu pesanan biasa. Bukan karena dia pelit atau takut karena uangnya habis. Tidak demikian. Hanya saja mendengar Raellyn menyebut satu persatu makanan yang ada di menu membuat perutnya tiba-tiba merasa kenyang untuk sebuah alasan yang tak kasat mata.Ketika sang pelayan pergi, barulah kini tatapan tajam di layangkan oleh Raellyn terhada
Pukul lima sore Arnav dan Raellyn baru tiba dari kegiatan di luar rumah. Ini mungkin bisa di bilang sebagai quality time mereka yang kesekian dan tidak melalui banyak drama dan jadwal. Hanya berlalu begitu saja tanpa melibatkan hal-hal merepotkan. Atau mungkin jadinya sekarang tidak lagi demikian karena Arnav hanya ingin memastikan istrinya selalu bahagia di awal kehamilannya. Sarapan di sebuah restoran daging dan makan siang di restoran rumahan. Benar-benar kombinasi yang luar biasa bagi Arnav. Tapi karena Raellyn yang menginginkannya. Meski keberatan Arnav tetap memberikan pengabulan dan menurut mengunjungi beberapa tempat yang Raellyn ingin tuju. Sepanjang waktu yang mereka habiskan bersama Arnav sungguh sangat puas mendapati senyum lebar sang istri yang tidak memudar. Bahkan meski sekarang mereka menyudahi acara kencan dadakan ini, Raellyn tetap masih tersenyum puas. Hanya tinggal beberapa jam sampai adiknya datang, jadi begitu mereka pulang Arnav memilih melepas lelahnya di ruang
Ketukan pintu di luar sana secara terpaksa harus menghentikan permainan panas yang baru saja akan di mulai. Raellyn sempat melirik kearah suaminya yang terlihat kecewa dengan keadaan. Ekspresi wajahnya carut marut saat itu, sementara Raellyn tidak bisa menahan dirinya untuk tertawa kecil.“Ya? Katakan ada apa?”“Maaf saya hanya ingin mengatakan bahwa Tuan Arsene dan istrinya sudah menunggu di ruang tamu.”Apa?Baik Arnav maupun Raellyn kini saling berpandangan, setelah melirik ke arah jam dinding. Apa Arsene sekali lagi mengubah jam pertemuan secara sepihak? tapi hal tersebut sejatinya bukan hal yang aneh mengingat memang seperti itu lah pria itu. Raellyn sudah sangat kenal betul sifatnya. Alhasil Raellyn mulai beranjak dari posisinya untuk kemudian mengelap dirinya yang basah karena ulah Arnav. Sementara Arnav sendiri dengan sangat enggan merapikan dirinya sendiri dan beranjak dari sofa. Tiba-tiba keduanya sibuk dengan urusan masing-masing sekarang.“Katakan padanya untuk menunggu. A
“Kau sudah mempertimbangkan akan terjadi seperti ini?” Arnav mengujar begitu mereka keluar dari ruangan. Membiarkan istri dan adik iparnya beradu argumen di dalam.Arsene yang sejatinya bertanggung jawab atas kejadian ini hanya menganggukan kepala. Air mukanya terlihat tidak begitu bagus, bisa di bilang dia mungkin cemas terhadap apa yang akan terjadi kepada istri dan juga mantan kekasihnya di dalam sana.“Kau sangat gegabah. Aku setuju karena kau bilang ini tidak akan lama. Tapi rupanya istrimu mengambil alih kendali sehingga kita berdua di usirnya keluar dari sana,” sahut Arnav sambil mengangkat bahu, nada suaranya terdengar meremehkan. Sedikit menyindiri sang adik yang tidak bisa memimpin dengan baik istrinya. Karena Arnav tahu bahwa Sylvia adalah seorang wanita yang penurut, sedikit aneh baginya menemukan wanita itu tiba-tiba saja memimpin situasi seperti ini.“Aku tahu, ini salahku. Tapi apa dayaku? Aku hanya ingin membuktikan padanya bahwa aku dan Raellyn sudah selesai. Dia tida