Sudut bibir Narumi terangkat, jijik membaca dokumen di atas meja kerjanya. “Sampah apa yang kau kirimkan padaku, Johan?”Johan yang berada di seberang telepon berdeham. “Itu yang Nyonya minta.”“Fakta bahwa dia wanita penghibur kelas atas yang membawa club-nya ke atas puncak dalam waktu lima tahun. Kau hanya menemukan itu? Di mana keahlianmu?”Johan, salah satu tangan kanan Narumi memberi jeda untuk dirinya sendiri. Barangkali untuk menenangkan ketakutan yang menderanya atau sedang menyusun kata-kata yang tepat untuk membuat kemarahan Narumi tidak semakin besar.“Aku menunggu jawabanmu, Johan. Sejak kapan kau menjadi setolol ini?”“Maafkan saya, Nyonya. Saya hanya menemukan itu. Serina adalah anak angkat dari Brata, pemilik club. Tidak ada latar belakang yang bisa saya gali karena data-data tentang Serina seolah sudah dilenyapkan. Orang-orang di club itu juga tidak mau angkat bicara sedikit pun.”“Lalu? Aku harus memaklumi itu?”“Tidak, saya akan berusaha lebih keras lagi.” Johan menj
Sepanjang lima tahun karirnya menjadi wanita penghibur, Serina sudah melewati berbagai macam bahaya. Sering kali dia diteror dan bahkan dicelakai oleh istri kliennya. Sudah menjadi makanan yang selalu dia kunyah. Tapi, yang satu ini berbeda. Entah obat macam apa yang diberikan Narumi pada makanannya, yang jelas wanita itu punya banyak rencana untuk membunuhnya. Jika membunuh Serina tidak berhasil, maka dia pun tak akan rugi, karena tujuan keduanya adalah membuat Serina selalu merasa was-was dan ketakutan setiap hari sampai mentalnya terganggu atau justru ia akan menyerah lalu pergi dari rumah ini. “Hm, rencana yang menarik.” Pipi Serina bergetar. Di dalam kamarnya yang maha luas itu, ia tertawa terbahak-bahak. Kepalanya bergetar. Ia sampai harus membungkuk dan memegangi perutnya. Katakanlah dia gila, tapi dia sangat menyukai permainan ini. Akan sangat menarik karena yang dia hadapi bukan istri-istri pejabat yang cuma bisa menarik rambutnya dan menyiramnya dengan minuman. “Mar
Serina sukses membuat Tanjung sangat tidak fokus. Semua ucapannya benar. Meski hati Tanjung meragu, tapi ia mengakui bahwa tak mudah mempertahankan Vita di tengah rencana balas dendamnya. Ia harus melepas gadis itu. “Saat balas dendammu gagal, maka kau akan kehilangan segalanya. Ketika kau berhasil, kau pun tak punya apa-apa lagi karena semuanya sudah kau korbankan.” Serina mengedikkan bahu santai. “Hasilnya sama saja.”Itu adalah ucapan terakhir Serina sebelum wanita itu memutuskan memutar tubuh menuju pintu. Tanjung masih mematung di tempatnya ketika Serina menoleh sekilas.“Aku akan kembali. Kuharap kau bisa memutuskannya saat aku datang lagi.”Serina keluar dari ruangan. Meninggalkan jejak suara sepatu tingginya. Postur tinggi dengan kaki jenjang itu meninggalkan lantai 12, memasuki lift dan kembali ke lobi di mana-mana orang menatapnya bagai dewi.Serina mengangkat dagu angkuh. Sekarang dia akan menunjukkan kepada Narumi, seperti apa tingkah perempuan jalang yang sebenarnya. Ra
“Saya menemukan sesuatu yang menarik loh di butik tadi.” Susan Gurnomo menyilang kaki dengan raut wajah kesenangan. Acara kumpul mengumpul itu kebetulan diadakan di hari yang sama saat mereka menemukan Serina Maulana berbelanja habis-habisan di butik langganan mereka.“Oh iya, saya juga.” Anjani Perwira yang ikut bersama Susan menyahut dengan nada yang sama. Ada lima perempuan lain yang ikut mendengarkan termasuk Narumi. Para istri pengusaha maupun penjabat itu memasang telinga baik-baik dengan wajah penasaran. “Di Angel’s Store kami melihat perempuan muda yang mengaku sebagai Maulana.” Susan menatap Anjani. Wanita paruh baya bergaun kuning itu mengangguk setuju.“Iya, dia membeli semua gaun, sepatu, dan tas dengan enteng. Wajah dan tubuhnya juga sangat indah.”“Tapi terlihat sangat sombong. Wajahnya angkuh sekali.”“Maulana?”Semua wanita itu menoleh pada Narumi yang masih menyilang kaki dengan tenang. “Siapa namanya?” Bukan Narumi yang bertanya. “Hmm … Sarina? Suhrina?”“Tidak-
Serina tak henti-hentinya menerima perhatian berlebihan ke mana pun kakinya melangkah. Sedetik setelah ia melewati pintu restoran bersama Tanjung, puluhan pasang mata menyergapnya sampai ia duduk di salah satu meja.Seorang pramusaji datang untuk menanyakan pesanan dan Serina memilih menu secara asal-asalan. Ia menopang dagu setelah waitress berambut sebahu yang diikat itu pergi. “Kau terlihat tegang sejak tadi.” Serina memulas senyum dengan mata yang seolah mengerti segalanya. Tanjung bergeming. Posturnya menegak, membuat dada yang dilapisi rompi hitam itu semakin membusung gagah. “Jadi, dia adalah kekasihmu?”Barulah Tanjung mengangkat mata dan menyergap Serina tajam. Lengkungan bibir Serina kian naik. “Kau cukup nekat mengencani bawahanmu sendiri, Tuan Tanjung.” Serina mengibas rambut. “Gadis itu harus berterima kasih padaku karena perhatian ibumu jadi teralihkan dan tak lagi fokus padanya.”Dari wajahnya, Tanjung jelas tidak setuju dengan anggapan itu. “Sepertinya dia berharg
Serina menyadari bahwa tidak seharusnya dia mengucapkan janji yang sentimental itu. Sebab dia hanyalah budak yang dibeli, malaikat maut sewaan, dan algojo untuk memenggal kepala Narumi. Dia tidak semestinya menawarkan bahu untuk bersandar, juga tidak menawarkan simpati murahan. Untuk pertama kalinya, Serina menyesali tindakannya. Dia melewati batasan yang sudah dia tetapkan. “Tidurlah di ranjang. Tidak seharusnya majikan tidur di sofa dan mengalah pada budak.” Walaupun sofa itu cukup panjang untuk ditiduri oleh Tanjung. Tanjung yang baru saja meletakkan bantal ke sofa berhenti. “Kau bukan budakku.”Pandangan Serina menyerbu mata cokelat gelap Tanjung. “Jangan terlalu baik, Tuan Tanjung. Itu hanya akan menjadi bumerang untukmu.”Karena sepertinya lelaki ini sering kali dimanfaatkan. Naif dan lugu. Tanjung tampak tidak setuju. Keningnya mengerut, tapi tak lama kemudian ia mengambil bantalnya kembali dan berpindah ke ranjang. Ia menepi di sisi kiri. Serina melenggang tak acuh ke sis
“Kau gagal?”Risa berdiri dengan kaki gemetar di depan meja sang nyonya. Dia bersumpah ruang kerja pribadi Narumi adalah ruangan yang paling tidak ingin dia masuki.Nuansanya gelap, seluruh perabot berwarna hitam dan cokelat, juga aura yang sama dengan aura pemiliknya. Sangat menyeramkan. Lebih baik dia bermalam di rumah hantu saja. “Sepertinya begitu.”Risa merasakan jantungnya memburu cepat. Air muka yang gelap dan mata tajam yang mengintimidasi. Ia takut sekali sampai tidak mampu membuka bibir. “Tugasmu hanya sederhana, Risa. Cukup bangunkan Tanjung. Buat dia keluar dari kamar, lalu siramkan air itu ke wajah Serina. Mudah, kan?”Memang terdengar mudah, tapi Risa tidak sanggup melakukannya. Bukan air biasa yang harus dia tuangkan ke wajah cantik bak dewi itu, melainkan air keras yang akan menghancurkan wajahnya. Dia gugup sekali.“Mana air kerasnya?”Risa berkeringat dingin. “Sa-saya simpan di kamar saya, Nyonya.”Narumi menumpukan kedua siku di atas meja, menyorot tajam Risa sep
Ketegangan semakin memuncak. Tak ada satu pun di antara mereka yang berniat menyurutkan adu tatap yang sengit itu. Dari dalam rumah, Tanjung buru-buru datang dengan dasi yang belum terpasang sempurna dan lengan kemeja yang tidak terkancing. Buru-buru ia menghampiri teras yang berantakan itu. Dilihatnya kaki Serina yang tertimpa pecahan mangkuk dan makanan yang masih mengepul.“Apa-apaan ini?!”Tanjung segera menyingkirkan makanan panas dan pecahan mangkuk pada kaki Serina, lalu kembali berdiri menatap nyalang Narumi. “Apa lagi yang Ibu lakukan?!”Narumi bersedekap angkuh. “Urus perempuan tidak tahu diri ini. Apa yang dia lakukan pagi ini sudah mencerminkan dari mana dia berasal. Itu yang kau makan setiap hari sebelum datang ke sini?”Tanjung mengikuti arah pandang Narumi yang menunduk menatap remeh makanan yang terbuang di bawah kakinya.“Jangan mengotori rumahku dengan makanan sampah seperti itu.” Mata Narumi kembali menyorot Serina. “Dan jangan samakan aku dengan ibumu yang memberi